BENGKULU, BE - Tindak kejahatan di Kota Bengkulu, semakin hari semakin meningkat saja. Mirisnya pelakunya melibatkan pemuda yang masug berstatus pelajar, mahasiswa dan anak putus sekolah. Dalam kurun waktu 4 bulan, Januari hingga pertengahan Maret tahun 2013 ini, tindak pidana yang dilakukan pemuda dan anak dibawah umur mencapai 7 kasus. Jenis tindak kejahatan yang dilakukannya bervariasi mulai dari tindak pencabulan, penjambretan, pencurian bahkan Curanmor. \"Ya untuk tindak kejahatan yang dilakukan pelajar, mahasiswa dan anak putus sekolah ini, dari januari sampai pertengahan april ada 7 kasus, yang kita tangani. Ada yang masih lidik dan ada juga yang sudah diserahkan kekejaksaan untuk dilakukan proses peradilannya,\" jelas Kapolres Bengkulu AKBP H Joko Suprayitno SST MK melalui Kasat Reskrim AKP Dwi Citra Akbar ST SIK, kepada BE kemarin. Kasus itu terdiri dari tindak kejahatan pencabulan sebanyak 3 kasus, jambret 1 kasus, pencurian 2 kasus dan Ranmor 1 kasus. Ditambahkan Kasat Reskrim, tersangka tindak kejahatan anak tersebut didominasi oleh anak-anak yang putus sekolah dan pengangguran. Untuk katagori pelajar dan mahasiswa tidak terlalu banyak seperti anak-anak dan pemuda yang tuna karya. Pelaku kejahatan ada anak-anak yang masih berusia 13 tahun, yang termuda. Sedangkan pelakun kejahatan lainnya berumur 18 hingga 20 tahun.
Problem Bersama Tingginya tingkat kriminalitas, yang dilakukan oleh anak dan remaja belakangan ini, membuat kriminolog Ainul Mardianti yang juga aktivis perempuan Bengkulu angkat bicara. Ia berpandangan, jika kriminalitas tersebut kesalahan dari sistem pemerintahan yang ada. Selain itu juga bisa dikatakan sebagai tanda suatu Kota atau Daerah yang semakin maju. \"Ada dua kemungkinan, pertama kota memang sudah maju. Kedua memang sistem yang salah. Sehingga anak-anak tersebut melakukan tindakan kejahatan. Hal itu dilakukan mereka semata-mata untuk bertahan hidup,\" ungkap Ainul Mardianti kepada BE Sabtu (20/4) lalu. Dilanjutkan Ainul, faktor utama penyebab tingkat kenakalan remaja atau anak-anak ini minimnya lapangan kerja, yang disediakan oleh para peminpin didaerah ini. Akibatnya remaja putus sekolah tersebut, sehari-harinya butuh makan dan keperluan lain, tidak dapat berpikir positif lagi. Yang ada bagaimana caranya bertahan hidup dan mendapatkan apa yang ingin mereka miliki, meskipun terkadang barang yang mereka inginkan itu mahal harganya. Ditambahkan Ainul, tingginya tingkat kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak ini, adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah daerah tetapi masyarakat sekitar. \"Seharusnya pelaku kejahatan yang masih berusia produktif (Anak-anak), diberikan Sel khusus anak. Jangan disatukan dengan orang dewasa, sehingga saat anak-anak tersebut keluar dari rumah binaan mereka bisa berubah bukan malah melakukan tindak kejahatan lagi,\" jelasnya.(cw4)