AIR PERIUKAN, BE - Pasar buah di Desa Padang Pelasan Kecamatan Air Periukan, Seluma menjadi pasar yang simalakama. Di satu sisi, pemerintah daerah menyambut baik munculnya pasar tersebut yang tumbuh dengan sendirinya, di sisi lain keberadaan pasar yang dihuni puluhan pedagang tradisonal itu menganggu arus lalu lintas di jalan lintas barat Sumatera (Jalinbar) hingga sepanjang 200-an meter. Camat Air Periukan, Rosdiana SSos MSi mengakui persoalan tersebut. Dikatakannya, dalam mengatasi persoalan pasar buah bak buah simalakama itu, pihaknya telah memperingatkan kepala desa (kades) setempat, Zon Gusti untuk melakukan penataan pasar desa yang tradisonal itu. Kades ditugasi untuk meminta puluhan pedagang agar tak menggelar dagangannya hingga memakan badan jalan. Namun, sejauh ini peringatan tersebut belum dihiraukan. ”Kita senang melihat indikasi pertumbuhan ekonomi penduduk, dengan munculnya pasar buah seperti ini. Tapi, kita minta agar pedagang bisa berjualan dengan tidak mengganggu jalan,” kata camat perempuan di Kabupaten Seluma itu. Sementara itu, diketahui pasar buah tersebut merupakan pasar musiman. Pasar aktif ketika musim buah-buahan tiba. Namun, persoalannya hampir sepanjang tahun selalu ada musim buah-buahan yang berbeda. Akibat aktivitas pasar tersebut menjadi mengganggu arus lalu lintas jalan negara antar provinsi. Pantauan BE, dari kegiata transaksi penjual dan pembeli, sekurangnya 3 meter dari lebar aspal badan jalan tak dapat lagi digunakan arus lalu lintas. Sementara itu, seperti diungkap sebelumnya oleh salah seorang pedagang yang enggan disebutkan nama, pedagang pasar buah menggelar dagangan di tengah jalan tersebut karena terpaksa. Pasalnya, lokasi pasar yang tempatnya berada di sekitar kebun milik warga di antara pemukiman warga Desa Padang Pelasan dan Desa Gunung Agung itu dianggap lokasi strategis untuk berjualan buah-buahan. Masalahnya, kata pedagang tersebut, lahan khusus yang bisa dijadikan pasar tidak tersedia. Yang ada hanya berem jalan dan siring, dan badan jalan sendiri. Lahan di luar jalan sudah lahan kebun milik warga yang tidak boleh di tempati untuk dijadikan pasar. ”Kami Cuma mencari rezeki untuk makan. Di tempat yang rindang di sini baus tempat jualan buah. Banyak pe ngendara mampir membeli buah,” katanya. (444)