BENGKULUEKSPRESS.COM - HARI Pers Nasional (HPN) sudah selesai. HPN dirayakan pada puncaknya dengan sukses di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu, 9 Februari 2025.
Banyak tokoh nasional dan daerah hadir, termasuk Menteri Kebudayaan Fadli Zon, dan tokoh pers Dahlan Iskan, serta Gubernur Kalsel H. Muhidin dan para pejabat penting di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalsel.
HPN juga dihadiri wartawan dan keluarga, serta pengurus PWI dari 30 provinsi. Jumlah hadirin diperkirakan 3.000 orang.
Dalam ingatan saya, dalam kerumunan massa yang hadir, ada seorang pria setengah baya yang menenteng tas kecil warna hitam, badannya tegap seperti perwira militer. Ia terlihat sibuk mondar-mandir, pikirannya seperti terus berjalan.
Ketika duduk ia lebih banyak berbicara dengan menggunakan telepon selulernya. Baru diajak bicara langsung sebentar, telepon selulernya berdering dan ia harus mengangkatnya. Namun isi pembicaraanya tidak jauh-jauh dari HPN.
BACA JUGA:Ampuh Mengusir Darah Tinggi dan Asam Urat, dr Zaidul Akbar Bagikan Resep Mudahnya
BACA JUGA:Hindari 2 Hal Ini Saat Hubungan Suami Istri, Ustaz Khalid Basalamah Sebut Dosa Besar
Dia adalah Raja Parlindungan Pane yang akrab dipanggil Raja. Raja adalah Ketua Panitia Pelaksana HPN 2025 Pusat.
Dalam kepanitiaan HPN Raja didampingi Sekretaris M Sarwani, Bendahara M.Nasir, dan Penanggung Jawab HPN Hendry Ch Bangun selaku Ketua Umum PWI Pusat, serta Sekretaris Jenderal PWI Pusat, M. Iqbal Irsyad. Di Kalsel dibantu panitia handal Zainal Helmie (Ketua PWI Kalsel) dan Toto Fachrudin (Koordinator Panitia Daerah Kalsel)
Raja adalah wartawan senior yang sarat pengalaman di dunia kewartawanan dan organisasi pers. Pernah ia menjadi pemimpin redaksi media ibu kota di Jakarta. Dalam kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Raja sekarang sebagai Wakil Sekretaris Jenderal.
Dia mengaku sebagai orang Batak yang sudah terkontaminasi kultur Jawa sejak ia kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik tahun 1980-an. Saat itu ia masih remaja. Mudah bergaul, mudah menyerap gaya kawannya, setiakawan, dan mudah berempati. Itulah dia.
Kultur Jawa secara perlahan membuat nada bicaranya sering rendah, dengan intonasi yang lembut, tidak melonjak-lonjak.
“Seorang kawan saya ada yang meniru logat Batak saya, persis orang Batak. Padahal saya sudah seperti orang Jawa” kata Raja sambil tertawa ketika menikmati sarapan di sebuah hotel di Banjarmasin.
Namun dalam empat bulan terakhir, Raja sering bicara dengan nada tinggi. Meledak-ledak penuh semangat.
Bahkan, menyuruh dengan nada tinggi. “Sini kau, jangan jauh-jauh. Duduk dekat saya. Dengarkan baik-baik ya, saya bicara” demikian kalimat yang sering diucapkan Raja belakangan ini. Tetapi tidak ada yang merasa sakit hati.