BENGKULU, BE - Komitmen anggota dewan terhadap nasib petani dipertanyakan. Lembaga legislatif yang memiliki fungsi pengawasan, penganggaran dan pembuat aturan ini dinilai masih gemar mengumbar janji, namun minus realisasi.
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Bengkulu, Haripatono, dalam sebuah pertemuan pembahasan program Pilar Demokrasi yang diselenggarakan KBR68H, baru-baru ini. Selain Haripatono, hadir dalam pembahasan ini Kabag Humas Setkot Bengkulu, Suryawan Halusi SSos MSi dan Guru Besar Ilmu Tanah Universitas Bengkulu, Prof Dr Ir Priyono Prawito MSc.
Dipaparkan Hari, para petani sering terbuai dengan janji yang disampaikan para anggota dewan saat masa kampanye. Tidak sedikit kata Hari, saat mencalonkan diri, para anggota dewan seakan bersemangat dalam mendampingi perjuangan para petani. \"Saat ini para petani semakin banyak mengalami persoalan, mulai dari kasus tingkatan sedang sampai kasus besar. Tapi para anggota dewan tersebut sekarang seakan mati suri,\" katanya.
Ia menduga, para anggota legislator tersebut secara sembunyi-sembunyi membangun kerjasama dengan perusahaan. Sehingga banyak kasus yang seharusnya mereka advokasi, namun mandeg dan terkesan dibiarkan. \"Kemungkinan ada kerja sama antara pihak perusahaan dengan mereka yang sengaja tidak memberikan peluang pada petani menyampaikan aspirasinya.
Kalau kita datang ke gedung dewan, diterima dengan senang hati, diterima dengan sangat ramah, tetapi setelah petani keluar dari ruangan, ya sudah tidak ada apa-apanya,” tandas Hari.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Prof Dr Ir Priyono Prawito MSc. Dijelaskannya, petani saat ini menghadapi semakin banyak permasalahan, terutama terkait kepemilikan tanah. Namun menurut Priyono, sekarang petani seolah berjuang sendirian, tak ada lagi pendamping.
“Petani sering bingung mencari teman yang masih siap menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam mendampingi petani, khususnya yang mengerti soal hukum, untuk mencapai hak-haknya. Karena selama ini petani tahunya punya tanah, menanam dan hasilnya dijual,” ujar Hari.
Sementara itu, Suryawan menilai, saat ini terjadi kesenjangan kesadaran antara kelompok intelektual dan petani. Sehingga ketika mereka tidak lagi mendampingi petani, seolah ada ketergantungan dari petani, bukan menjadikan petani mandiri dan berdaya.
Karenanya dalam hal ini, Suryawan berharap pemerintah bisa menjadi mediator dan dinamisator. \"Kalau persoalan itu diselesaikan menjadi satu kebersamaan, maka apapun persoalan ke depan bisa teratasi. Namun sayangnya, sekarang ini terjadi gesekan antar kepentingan yang menciptakan gap, bisa kepentingan politik atau kepentingan perusahaan,” bebernya. (009)