Menariknya, beberapa anggota suku Sasak masih menggunakan janki, tungku tradisional yang terbuat dari tanah liat, untuk memasak Celorot.
Meskipun modernisasi telah terjadi, masyarakat Sasak di Lombok masih tetap setia dengan cara memasak tradisional leluhur mereka. Kompor tanah liat dan jangki adalah saksi bisu dari warisan budaya yang tak lekang oleh waktu.
Api kayu kering menari-nari di udara dan aroma gurih yang menggugah selera tercium di udara. Di atas tungku, kue tradisional Celorot yang lezat memanjakan lidah.
Celorot tidak hanya lezat, tapi juga penuh makna. Dalam tradisi Sasak, Celorot disajikan pada acara pernikahan dan 'begahwe'. Warnanya yang cokelat melambangkan pengantin laki-laki dan bentuknya yang oval menandakan kesuburan.
BACA JUGA:Tajin Sobih, Suguhan Manis Tradisional Madura yang Mirip dengan Bubur SumSum
Lebih dari itu, Celorot melambangkan penyatuan dua keluarga melalui pernikahan dan diharapkan membawa berkah bagi kehidupan baru kedua mempelai.
Setiap gigitannya mengandung doa dan harapan untuk kehidupan keluarga yang sejahtera dan banyak keturunan.