BENGKULUEKSPRESS.COM — Pilkada Bengkulu Utara tahun ini menjadi sorotan karena potensi kembali terjadinya fenomena kotak kosong, yang telah terjadi sebelumnya pada 5 tahun lalu.
Delfan Putra, M.IKom, Pengamat Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu, mengungkapkan keprihatinan terhadap situasi ini dan dampaknya terhadap demokrasi lokal.
Menurut Delfan, fenomena kotak kosong yang terjadi dua kali berturut-turut di Bengkulu Utara patut dipertanyakan.
“Pada Pilkada sebelumnya, Mian dan Ari menghadapi kotak kosong, dan kini di tahun 2024, situasi serupa bisa saja terjadi lagi,” ujarnya.
Hal ini semakin mencengangkan mengingat dukungan dari sepuluh partai politik di DPRD Bengkulu Utara kepada pasangan calon Ari - Sumarno.
BACA JUGA:Direktur RSMY Bengkulu Sebut Belum Ada Wabah Cacar Monyet Masuk ke Bengkulu
BACA JUGA:Antisipasi Lawan Kotak Kosong, KPU Bengkulu Utara Perpanjang Pendaftaran Calon Kepala Daerah
“Ke-10 partai ini hanya mencalonkan satu pasangan, yang menunjukkan ada kemunduran dalam demokrasi. Demokrasi seharusnya menghadirkan kontestasi yang mencerminkan aspirasi masyarakat dengan banyak pilihan,” tambah Delfan.
Dalam pandangan Delfan, sistem demokrasi seharusnya menawarkan lebih dari sekadar pilihan kotak kosong. Fenomena ini, menurutnya menunjukkan kemunduran dalam proses pemilihan, di mana masyarakat seharusnya memiliki lebih banyak opsi.
“Demokrasi adalah tentang memilih pemimpin yang lahir dari aspirasi masyarakat, bukan sekadar menghadapi kotak kosong,” tegasnya.
Regulasi pemilihan kepala daerah di Indonesia mengatur bahwa setiap partai politik harus memenuhi batas minimum dukungan, namun batas minimum tersebut tidak membatasi jumlah calon yang diajukan.
BACA JUGA:10 Manfaat Buah Nanas yang Jarang Diketahui, Berikut Penjelasan dr Zaidul Akbar
BACA JUGA:Benarkah Tanda-tanda Kematian Bisa Dilihat? Berikut Penjelasan Buya Yahya
“Regulasi tidak membatasi jumlah calon dari setiap partai, sehingga semua partai bisa mencalonkan lebih banyak kandidat. Ini memunculkan pertanyaan apakah ini strategi atau kemunduran,” jelas Delfan.
Delfan juga menyinggung kemungkinan masyarakat mengkampanyekan kotak kosong, yang secara hukum diperbolehkan dan sudah diatur dalam undang-undang pemilu.Ia pun mencontohkan pilkada yang terjadi di Makassar beberapa tahun silam. Bahkan dalam konteks itu, kotak kosong menjadi pemenangnya.