BENGKULUEKSPRESS.COM - Ada beberapa risiko masalah kesehatan yang dapat timbul akibat aborsi seperti perdarahan dan infeksi. Bahaya aborsi ini juga akan semakin besar jika tindakannya tidak dilakukan oleh dokter. Secara medis, aborsi dapat dilakukan untuk mengakhiri kehamilan terkait kondisi tertentu, seperti keguguran, kondisi kesehatan ibu yang terancam akibat kehamilan, atau kehamilan yang terjadi karena pemerkosaan.
Namun, khusus kasus pemerkosaan, aborsi legal hanya berlaku untuk kehamilan yang usia kandungannya masih kurang dari 40 hari. Aborsi dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan tertentu atau melalui tindakan operasi. Umumnya, aborsi dilakukan pada usia kehamilan di bawah 24 minggu.
BACA JUGA:Tips Mempertahankan Semangat Belajar dengan 8 Cara Efektif
Risiko Komplikasi Aborsi
Setelah aborsi, wanita biasanya akan mengalami keluhan nyeri atau kram perut, mual, lemas, dan perdarahan ringan selama beberapa hari. Pada kondisi tertentu, tindakan aborsi juga dapat menimbulkan masalah kesehatan serius dalam waktu beberapa hari hingga sekitar 4 minggu setelahnya. Beberapa bahaya aborsi yang dapat terjadi adalah:
1. Perdarahan
Salah satu risiko yang sering terjadi setelah aborsi adalah perdarahan berat melalui vagina. Aborsi kehamilan di bawah 13 minggu memiliki risiko perdarahan yang lebih kecil dibandingkan kehamilan yang usianya sudah di atas 20 minggu. Perdarahan berat juga lebih berisiko terjadi jika masih ada jaringan janin atau ari-ari yang tertinggal di dalam rahim setelah aborsi. Guna menanganinya, diperlukan transfusi darah dan tindakan kuret untuk mengangkat sisa jaringan.
BACA JUGA:Gubernur Bengkulu Soroti Indikator Kemiskinan Hingga Tingkat Hunian Hotel di Bengkulu
2. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi akibat aborsi. Kondisi ini biasa ditandai dengan demam, munculnya keputihan yang berbau, dan nyeri yang hebat di area panggul. Pada kasus infeksi yang berat, sepsis bisa terjadi setelah aborsi.
3. Kerusakan pada rahim dan vagina
Bila tidak dilakukan dengan benar, aborsi dapat menyebabkan kerusakan pada rahim dan vagina. Kerusakan ini dapat berupa lubang maupun luka berat pada dinding rahim, leher rahim, serta vagina.
4. Masalah psikologis
Tak hanya masalah fisik, trauma psikologis juga dapat dirasakan oleh wanita yang menjalani aborsi. Perasaan bersalah, malu, stres, cemas, hingga depresi merupakan beberapa masalah psikologis yang banyak dialami oleh wanita setelah menjalani aborsi.
BACA JUGA:Kenali Gejala dan Cara Mengataasi Baby Blues Pada Pria
Risiko terjadinya komplikasi ini akan lebih besar jika aborsi dilakukan secara ilegal, dilakukan di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, atau menggunakan metode tradisional yang tidak terjamin keamanannya. Oleh karena itu, saat hendak menjalani aborsi, perlu dilakukan pemeriksaan medis dan pertimbangan dari dokter, agar risiko komplikasi tersebut dapat dicegah.
Kemungkinan untuk Kembali Hamil setelah Aborsi
Dalam waktu 4-6 minggu setelah aborsi, haid akan kembali seperti biasa. Dengan kata lain, pasien dapat hamil lagi setelah aborsi. Namun, pasien perlu melakukan pemeriksaan rutin setidaknya selama 2 minggu setelah aborsi guna memastikan aborsi yang dilakukan berhasil dan tidak menimbulkan komplikasi. Setelah aborsi, risiko gangguan kesuburan tetap ada jika pasien mengalami perdarahan parah, infeksi pada rahim yang tidak ditangani, atau kerusakan dinding rahim.
BACA JUGA:Beragam Manfaat Kencur bagi Tubuh! Salah Satunya Meningkatkan kesuburan pada pria
Selain dapat menimbulkan masalah kesuburan, aborsi juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik dan persalinan prematur di kehamilan berikutnya. Untuk mengantisipasi berbagai bahaya aborsi di atas, berkonsultasilah terlebih dahulu dengan dokter kandungan dan tanyakan hingga sejelas-jelasnya mengenai risiko dan persiapan yang diperlukan sebelum menjalani aborsi.(**)