BENGKULUEKSPRESS.COM - Siapa yang tidak tahu kerak telor? salah satu kuliner Betawi yang masih mempertahankan eksistensinya hingga saat ini.
Kerak telor biasanya dijajakan oleh pedagang di pinggir jalan atau saat momen perayaan tertentu, seperti perayaan hari jadi kota Jakarta maupun Hari Ulang Tahun Republik Indonesia.
Kerak telor merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan dan telur yang kemudian disajikan bersama serundeng juga topping lainnya.
Kerak telor umumnya dimasak menggunakan wajan dan dinikmati saat masih hangat agar rasa gurihnya semakin menggugah selera.
Di balik kelezatan rasanya kerak telor menyimpan sejarah dalam yang sukup unik, karena makanan ini diciptakan secara tidak sengaja.
BACA JUGA:Rawon, Kuliner Warisan Nenek Moyang Sejak Zaman Kerajaan Majapahit
Asal-usul kerak telor sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Tercipta dari hasil percobaan sekelompok masyarakat Betawi yang tinggal di kawasan Menteng Jakarta Pusat. Kerak telor tercipta dari omelet mie dengan rempah-rempah khas Indonesia.
Berawal dari buah kelapa yang berlimpah, kemudian masyarakat Betawi mencoba mengolahnya menjadi beragam makanan. Pada saat Gubernur Jakarta dipimpin oleh Ali Sadikin makanan khas Betawi ini mulai dipromosikan.
Dalam perkembangannya kerak telor dapat dijumpai setiap harinya di beberapa kawasan di Kota Jakarta.
Sekitar tahun 1970 an masyarakat Betawi mulai memberanikan diri menjajakan kerak telor di kawasan Tugu Monas. Perlahan tapi pasti makanan yang satu ini mulai menjadi daya tarik orang orang yang datang ke Jakarta.
Tidak hanya sampai disitu saja, makanan yang satu ini juga sempat menjadi makanan orang orang elit pada zaman dulu.
BACA JUGA:Mengenal Seruit, Sambal Khas Lampung Warisan Nenek Moyang
Ada dua jenis kerak telor yang kita kenal sampai sekarang, kerak telor ayam : Terbuat dari telur ayam. Kerak telur bebek: Terbuat dari telur bebek.
Kala itu banyak masyarakat Betawi memanfaatkan tumbuhan kelapa yang ada di Batavia sebagai bahan dasar makanan tradisional seperti soto Betawi, nasi uduk, hingga kerak telor.
Selain menggunakan baju pangsi yang sering dipakai oleh jawara Betawi kala itu, terkadang penjaja kuliner Betawi ini mengenakan baju Sadaria. Baju Sadaria berupa baju koko berkerah Shanghai. Dalam sejarahnya, pakaian ini terinspirasi pada budaya Tionghoa.