Dalam merespons pertanyaan tersebut, Buya Yahya menyampaikan.
"Jika kita ingin membeli sesuatu, kita harus tahu bahwa barangnya tersedia; jika barangnya tidak ada, maka transaksi tersebut tidak sah," kata Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, dalam sebuah transaksi jual beli antara produsen dan konsumen, syarat utama adalah adanya kejelasan tentang barang yang akan diperdagangkan.
Seorang konsumen sebelum melakukan transaksi jual beli harus memiliki pemahaman tentang wujud fisik barang yang akan dibelinya.
Selain itu, produsen juga harus mampu memberikan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa barang yang mereka jual adalah nyata dan bukan sekadar karangan atau cerita semata.
Dalam menghadapi isu sistem Pre Order dalam jual beli, Buya Yahya menjelaskan bahwa hal tersebut dapat masuk dalam kategori salam atau pesanan.
"Tapi ini orang belanja pada kita, kita belum buat barangnya dan sebagainya, maka dalam kitab fikih dibahas tentang namanya bab salam pesanan," terang Buya Yahya.
BACA JUGA:Apakah PayLater Haram dan Termasuk Riba? Berikut Penjelasan Buya Yahya
BACA JUGA:Agar Terhindar dari Gangguan Sihir, Jin, hingga Pelet, Buya Yahya: Amalkan ini Sebelum Tidur
Pandangan Buya Yahya terkait dengan transaksi jual beli Pre Order atau pesanan dalam Islam adalah bahwa transaksi tersebut dianggap sah.
"Jual beli dengan cara salam ini tidak memenuhi syarat, tapi tidak haram, sah karena kebutuhan orang saat itu, syariat yang mengesahkan," jelas Buya Yahya.
Namun, Buya Yahya memberikan sedikit klarifikasi tentang transaksi jual beli menggunakan sistem Pre Order agar tidak dianggap sebagai tindakan haram.
Klarifikasinya meliputi persyaratan kesesuaian dan melarang praktek penipuan dari apa yang telah disepakati.
"Jadi kita bayar dulu kita pesan, baru nanti dibuatkan maka itu adalah sah, tidak usah khawatir asalkan anda serius dan sesuai yang dipesan dan itu sudah biasa dan saling menguntungkan," papar Buya Yahya.
Tentang kekhawatiran terkait riba dalam transaksi jual beli dengan sistem Pre Order, Buya Yahya memastikan bahwa tidak ada unsur riba dalamnya.
"Dia bayar duit kepada Anda, Anda berjanji untuk mendatangkan barang tersebut, lalu Anda buat, Anda produksi, kemudian Anda serahkan, sah, karena barangnya bukan barang ribawi, bukan disebut sebagai transaksi ribawiyah," demikian Buya Yahya.