BENGKULUEKSPRESS.COM - Ginjal merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi krusial, sebab ginjal dapat membuang sisa zat metabolisme dalam darah dan mengeluarkannya melalui urin
Seseorang yang terkena gagal ginjal kronis, fungsi ginjalnya akan terganggu dan tidak dapat lagi menyaring kotoran, mengontrol air dalam tubuh, hingga mengatur kadar garam dan kalsium dalam darah. Zat-zat metabolisme yang tidak berguna ini akan mengendap hingga membahayakan kondisi tubuh.
Sampai saat ini terdapat dua cara penanganan gagal ginjal kronis yang disarankan, yakni cuci darah (hemodialisis) dan transplantasi ginjal. Lalu, manakah penanganan yang lebih baik untuk pasien gagal ginjal kronis?
BACA JUGA:Mengapa Transplantasi Ginjal Terkesan Mahal? Ini Alasannya
BACA JUGA:Mengenal Lazarus Syndrome, Hidup Kembali setelah Dinyatakan Meninggal
Perbedaan Cuci Darah dan Transplantasi Ginjal
1. Metode Cuci Darah (Hemodialisis)
Pada dasarnya, hemodialisis adalah proses penyaringan limbah dan cairan dalam tubuh dengan mesin atau memanfaatkan rongga perut.
Normalnya, proses ini dilakukan sendiri oleh ginjal yang sehat. Namun pada kondisi gagal ginjal kronis, proses ini perlu dibantu dengan alat medis.
Pada kasus gagal ginjal kronis, tindakan hemodialisis wajib dilakukan seumur hidup. Hal ini dikarenakan tidak ada pengobatan untuk kondisi gagal ginjal.
Namun apabila pasien hendak memutuskan untuk transplantasi ginjal, maka hemodialisis tetap dilakukan selagi menunggu donor ginjal yang cocok.
BACA JUGA:Mengenal Thanatophobia, Ketakutan Berlebih terhadap Kematian
BACA JUGA:Mati Suri, Sebuah Mitos atau Memang Fakta?
Untuk melakukan rangkaian hemodialisis, biasanya pasien harus menjalani 2-3 kali seminggu dengan rata-rata waktu 4-5 jam per sesi tergantung pada kondisi pasien.
Risiko dan Efek Samping Hemodialisis