Situasi kedua, ketidakjujuran penerima pinjaman. Jika penerima pinjaman tidak dapat dianggap jujur atau tidak terpercaya berdasarkan pengalaman sebelumnya atau informasi yang tersedia, maka menolak untuk meminjamkan uang adalah keputusan yang rasional dan dibenarkan dalam Islam.
Lebih lanjut, jika seseorang telah gagal membayar kembali pinjaman sebelumnya atau tidak dapat dipercaya dalam hal keuangan, pemberi pinjaman berhak untuk menolak memberikan pinjaman tambahan. Hal ini untuk melindungi kepentingan pemberi pinjaman dan mencegah terulangnya kerugian.
BACA JUGA:Dewan Pers Sambangi Polda Bengkulu, Tindaklanjuti MoU Kapolri
Ketiga, penggunaan yang bertentangan dengan prinsip Islam: Jika tujuan penggunaan pinjaman tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Islam, misalnya untuk membiayai praktik riba (bunga) atau kegiatan haram lainnya, pemberi pinjaman berhak menolak memberikan pinjaman tersebut. Islam mendorong penggunaan uang dalam transaksi yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan syariat.
وَقَدْ تَكُونُ حَرَامًا كَإِعْطَائِهَا لِمَنْ تُعِينُهُ عَلَى مَعْصِيَةٍ. وَقَدْ تَكُونُ مَكْرُوهَةً كَإِعْطَائِهَا لِمَنْ تُعِينُهُ عَلَى فِعْلٍ مَكْرُوهٍ
Artinya: "Terkadang meminjamkan sesuatu itu hukumnya bisa menjadi haram, seperti memberikan pinjaman kepada orang lain, dengan barang pinjaman tersebut dia bisa melakukan maksiat. Dan terkadang pinjaman i’arah menjadi makruh, seperti memberikan pinjaman pada orang lain yang dengannya dia bisa melakukan hal-hal yang dimakruhkan." (Ibrahim bin Muhammad al Hanafi, Hawasyi ‘ala Multaqa alabhiru fi al Fiqh ‘al al Mazhabi al Hanafi, Jilid 3, [Beirut, dar Kutub al ‘Alamiyah, 1971], hal. 159)
BACA JUGA:Ini Dia Mitos Larangan Pernikahan dalam Adat Jawa!
Dalam Islam, memberikan pinjaman uang kepada orang lain adalah tindakan yang dianjurkan. Namun, ada kondisi tertentu yang harus dipertimbangkan, seperti kejujuran, kesanggupan penerima pinjaman, dan larangan terhadap riba. Menolak untuk meminjamkan uang dalam beberapa situasi juga dapat dianggap sebagai keputusan yang bijaksana dan diperbolehkan dalam Islam. (**)