Ichwan Yunus Mulai Bekerja dan Tugas Belajar (bagian 5)

Senin 18-03-2013,08:20 WIB
Reporter : Rajman Azhar
Editor : Rajman Azhar

Tantangan Menjadi Peluang Pagi hari setelah bangun dari tidur nyenyaknya,  Ichwan segera mandi dan berpakaian rapi, berkemas meninggalkan hotel. Bukan untuk mencari alamat saudara Bapak Indekosnya tadi, melainkan langsung menuju Sekretariat Penyelenggara kursus. Dalam pikiran lchwan, lebih praktis, efektif dan efisien jika ia menyelesaikan urusan kursusnya terlebih dahulu, seperti registrasi, jadwal dan tempat/lokal kursus, asrama/indekos selama kursus dan sebagainya. Baru setelah semua selesai, akan lebih rileks mencari alamat saudara Bapak lndekosnya. Disaat melapor dan registrasi itulah darah dan watak Sumatera Ichwan langsung diuji oleh sikap dan kata-kata sekretaris penyelenggara kursus yang tidak bersahabat, bahkan terkesan melecehkan. “Apa iya orang seperti anda ini mampu mengikuti kursus jabatan Pembantu  Akuntan.   Dari segi performensnya saja tidak meyakinkan,...biasanya orang dari Sumatera nilainya direkayasa ....?!”.  Demikian antara lain kata-kata yang membikin panas telinga Ichwan mendengarkannya. Akan tetapi karena memang Ichwan bukan tipe orang yang temperamental, bagaimana pun pahitnya kata-kata yang ditujukan kepadanya.   Tetap saja ia bisa menahan diri dan rileks meng hadapinya. Bahkan tantangan yang datangnya tiba-tiba ini dimanfaatkan Ichwan sebagai peluang untuk mencuri hati sang direktur. Tidak sedikit pun ketegangan yang tampak di wajah Ichwan, sambil tersenyum tapi meyakinkan, Ichwan mengatakan: “Jika Bapak meragukan kemampuan saya sebagaimana terlihat pada nilai ijazah saya itu, saya siap dites/diuji kapan saja dan di mana saja, sekarang pun saya siap. Dan jika ternyata saya tidak Iulus dalam tes tersebut, seketika itu juga saya akan pulang kembali ke Bengkulu”. Mendengar tantangan Ichwan yang begitu meyakinkan, direktur tampak terkejut karena ia sama sekali tidak memperkirakan akan mendapat reaksi demikian dari Ichwan. Tetapi serta merta juga sang direktur berusaha menyembunyikan keterkejutannya itu dengan menyalami dan merangkul Ichwan seraya berkomentar “Wah, Iuar biasa .... 0ke, saya percaya pada anda!, ayok kita ke sana dulu..,\" sambil tangan kanannya menunjuk kearah sebuah tempat yang tidak jauh dari sana. Tempat tersebut tidak lain adalah warung kopi yang juga menyediakan berbagai makanan. Sambil makan dan minum, keduanya terlibat perbincangan tentang banyak hal. Suasananya menjadi semakin akrab karena Ichwan tidak ragu-ragu menampilkan watak aslinya yang lincah, kocak tapi tetap santun. Sejak saat itulah sampai Ichwan menyelesaikan kursusnya, ia sangat akrab dengan Bapak yang satu ini. Setelah semua urusan kursusnya selesai barulah Ichwan mencari alamat saudara Bapak Indekosnya dan berdiam di sana untuk beberapa hari. Lalu ia segera kembali ke tempat diselenggarakannya kursus dan indekos di lokasi yang tidak jauh dari tempat tersebut. Hari pertama mengikuti kursus, Ichwan sudah merasakan ketidakpuasannya. Semua materi yang disampaikan hanya mengulang apa yang sudah dipelajari dan dikuasainya ketika di SMEA. Hari kedua, ketiga dan seterusnya tetap saja tidak ada hal yang baru bagi Ichwan. Sampai disini ia masih bisa menahan diri dan berpikiran positif mungkin saja ini sebagai bagian dari metode pengajaran yang diterapkan para dosen yang dimulai dari penyegaran atau pengulangan terhadap pelajaran-pelajaran di tingkat SMEA dulu. Namun karena lama kelamaan tetap saja tidak ada perubahan, maka jiwa berontak Ichwan mulai bangkit. Mulailah ia melancarkan pertanyaan-pertanyaan, protes dan sesekali interupsi, yang tentu saja merepotkan para dosennya. Memasuki bulan kedua, kekecewaan Ichwan semakin memuncak terhadap sebagian besar pengajarnya. Diantara para pengajar itu ada yang sudah lanjut usia, dan ingatannya sudah tidak kuat lagi, dan persiapan mengajarnya juga sangat kurang. Sehingga tampak jelas terlihat ketika dosen ini menerangkan pelajaran di depan kelas, disamping sulit dipahami, menurut Ichwan penjelasannya juga sudah banyak salah. Sudah menjadi karakter Ichwan tidak bisa menahan diri jika apa yang disampaikan atau diterangkan gurunya itu salah, pasti refleks bekerja dengan segera menginterupsi dan memberitahu kesalahan sang gur/dosen, seperti yang pernah ia lakukan di SMEA dulu. Protes keras Ichwan ini mendapat dukungan dari  kawan-kawannya, terutama di lokalnya sendiri, kelas C. Kali ini dosen yang \"kena getahnya” adalah dosen mata pelajaran yang sangat pokok, yakni Tata Buku, yang secara kebetulan pelajaran ini memang keahlian Ichwan. Dosen yang sudah lanjut usia ini sangat tersinggung ketika diingatkan Ichwan akan kesalahannya.(bersambung)    

Tags :
Kategori :

Terkait