BENGKULUEKSPRESS.COM - Usia pernikahan ideal, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), untuk perempuan adalah 21 tahun dan untuk laki-laki adalah 25 tahun. Namun pada kenyataannya, pernikahan di bawah usia tersebut, atau pernikahan dini, masih umum terjadi di Indonesia. Aspek budaya dan ekonomi adalah beberapa alasan yang mendorong seseorang menikah dini.
Sejak 2001, UNICEF telah mengklasifikasikan praktik pernikahan dini atau pernikahan anak sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Isu yang ditekankan adalah tentang status kesehatan dan dampak ekonomi pernikahan dini bagi seseorang, khususnya perempuan.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih mungkin mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kehamilan remaja juga sering menyebabkan anak perempuan putus sekolah sehingga tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi dan memengaruhi kesempatan kerja mereka di masa depan.
Kasus perceraian juga banyak dialami oleh mereka yang menikah muda, atau di bawah usia 20 tahun. Dilansir dari Times Indonesia, Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Banyuwangi, misalnya, mencatat ribuan angka kasus perceraian yang pemohonnya masih dalam kategori usia muda atau produktif, bahkan ada yang berusia di bawah 20 tahun.
- BACA JUGA:Sahur dan Buka Puasa Lebih Sehat dengan Quaker Oats
- BACA JUGA: Biar Tidak Terlambat, Begini Caranya Mencegah Stunting Dimulai dari Masa Remaja!
Tidak hanya itu, pernikahan dini juga berdampak pada kesehatan karena kehamilan remaja berusia di bawah 19 tahun termasuk kehamilan risiko tinggi. Berikut ini adalah beberapa risikonya:
1. Bayi Prematur
Ibu berusia remaja lebih berisiko melahirkan bayi prematur. Kehamilan yang sehat berlangsung selama 40 minggu, sementara bayi prematur lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ini yang membuat bayi prematur terkadang memiliki tubuh dan perkembangan otak yang belum lengkap, sehingga berdampak pada kesehatannya seumur hidup.
2. Bayi rentan mengalami BBLR
Remaja juga memiliki risiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi berat badan lahir rendah ( BBLR). Bayi BBLR umumnya mengalami kesulitan bernapas dan menyusu sehingga lebih rentan mengalami masalah tumbuh kembang, seperti stunting. Berat badan lahir rendah juga dapat memengaruhi perkembangan otak bayi, sehingga mengakibatkan anak mengalami kesulitan belajar nantinya.
3. Depresi pasca persalinan
Remaja yang hamil tercatat berisiko dua kali lebih mungkin mengalami depresi pasca-melahirkan dibandingkan ibu-ibu hamil yang sudah dewasa. Depresi pasca-melahirkan memiliki gejala lebih parah dari baby blues, seperti ibu enggan melakukan aktivitas sehari-hari, sedih terus-menerus, khawatir berlebihan, menangis secara berlebihan, dan sebagainya. Gejala baby blues bisa hilang setelah beberapa minggu, namun gejala depresi bisa berlangsung lama, bila tidak segera diatasi.
Itulah macam-macam dampak buruk pernikahan dini bagi remaja, Genbest. Semoga bisa menjadi pertimbangan buat Genbest yang hendak menikah sebelum usia 21 tahun, ya. Karena pernikahan tak hanya butuh cinta, tetapi juga perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan matang, baik secara fisik, mental, dan finansial. (**)