BENGKULU, BENGKULUEKSPRESS.COM - Aliansi IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) Social Indonesia, merupakan 105 organiasi dari 38 provinsi di Indonesia, yang bergerak pada program rehabilitasi korban penyalahgun narkoba. Aliansi mitra program dari Kementrian Social dalam penanggulangan korban Napza ini pada Selasa (10/1) melakukan aksi damai peduli korban penyalahgunaan narkoba serentak se-Indonesia di Kantor Kementerian Sosial (Kemensos), termasuk di Provinsi Bengkulu juga mendukung aksi ini.
"Kami merupakan aliansi IPWL sosial tingkat Provinsi Bengkulu, yaitu Lembaga Kipas, Dwin Foundation, Karunia Insani dan lainnya ingin menyampaikan kami melakukan aksi damai di Gedung Kementerian sosial dengan tujuan menyampaikan aspirasi. IPWL merupakan institusi penerima wajib lapor yang ditunjuk oleh kementrian sosial sebagai pelaksana rehabilitasi korban penyalahguna narkoba,'' kata Koordinator Aliansi IPWL Rehabilitasi Sosial Bengkulu Merly Yuanda saat diwawancarai BE di Sekretariat Alinsi IPWL Bengkulu, Selasa (9/1).
Saat orasi aksi terungkap sejak 2020 sampai saat ini memasuki 2023 kementrian tidak memberikan dukungan program rehabilitasi dalam bentuk pendanaan. Saat ini dukungan tersebut tidak ada sama sekali. Sedangkan, sumber daya manusia (SDM) konselor yang ditugaskan di IPWL dari Kemensos diambil alih oleh Kemensos dengan tugas baru yaitu mengurusi anak yatim.
''Sebelumnya kita diberikan dukunga secara penuh,'' ucap Merly.
Dengan menghilangkan dukungan rehabilitasi itu sama saja membiarkan generasi bangsa menderita tak terobati dan bisa mengakibatkan kematian. Itu juga sama saja membunuh pecandu narkoba. Sementara UUD 1945 mengamanatkan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak (Pasal 34). Undang Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada pasal 54 menyatakan pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Berikutnya, Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2011 Tentang Institusi Penerima Wajib Lapor Pecandu dalam Pasal 2 lebih tegas menyatakan para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika mempunyai hak memperoleh pengobatan/perawatan pemulihan melalui layanan rehabilitasi medis dan sosial. Undang Undang No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial dan Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sosial menjadikan masalah penyalahgunaan Napza ini menjadi prioritas dalam penyelenggaraan kesejahtetaan sosial.
''Kami mendukung aksi damai di Jakarta tersebut. Kami menuntut Mentri Sosial Risma untuk mengembalikan fungsi kementrian sosial program rehabilitasi harus didukung oleh kemntrian sosial,'' imbuhnya.
Aliansi ini berupaya mengokohkan komunikasi, koordinasi, konsolidasi dan aksi penyampaian aspirasi seluruh komponen pemangku kepentingan layanan rehabilitasi sosial dalam memperjuangkan hak hak pecandu dan korban penyalahgunaan napza. secara berkeadilan.
Gerakan Aliansi ini melalui berbagai strategi melakukan advokasi mewujudkan kebijakan yang signifikan dan kondusif bagi pemenuhan hak hak pecandu khususnya dalam memperoleh layanan rehabilitasi sosial. (Rls)
Tuntutan Aliansi IPWL
1. Mendorong Kementerian Sosial untuk mengeluarkan regulasi terkait dengan tata kelola IPWL sesuai dengan amanat dalam Permensos No 6 Tahun 2020 tentang Rencana strategis Kementerian Sosial Tahun 2020 – Tahun 2024.
2. Segera menyusun peraturan yang mengatur pendanaan rehabilitasi sosial KPN yang tidak mampu sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2011 (Pasal 22 ayat 2) tentang Institusi Penerima Wajib Lapor.
3. Mengingat pelayanan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza yang bersifat khusus maka dibutuhkan sumber daya manusia yang terampil (pekerja sosial Adiksi & Konselor Adiksi) yang fokus memberikan pelayanan didalam lembaga, karena saat ini dirubah menjadi pendamping rehabilitasi sosial yang yang multi fungsi sehinggapelayanan kelembagaan di IPWL menjadi terhambat dengan adanya penugasan yang bersifat intimidasi (ancaman dipecat/tidak diperpanjang kontraknya jika tidak melaksanakannya) untuk melaksanakan tugas tugas diluar lembaga.
4. Pentingnya melibatkan Pekerja Sosial Adiksi Napza dan Konselor Adiksi Napza dalam
Tim Asesmen Terpadu (TAT) pada amandemen UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang saat ini sedang direvisi oleh BNN dan Komisi III DPR RI.