Kepesertaan BPJS Jadi Syarat Umroh, Kemenag Angkat Bicara

Senin 09-01-2023,16:01 WIB
Editor : Rajman Azhar

BENGKULUEKSPRESS.COM - Terkait banyaknya kritik mengenai Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 1456 Tahun 2022 tentang Persyaratan Kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Penyelenggaraan umroh dan Haji Khusus, ditanggapi serius oleh pihak Kementerian Agama (Kemenag RI).

Mengenai KMA 1456/2022 yang dinilai diskriminatif dan mempersulit calon jemaah untuk menunaikan impian mereka, melaksanakan ibadah ke Tanah Suci, menurut Direktur Bina umroh dan Haji Khusus pada Ditjen Penyelenggaraan Haji dan umroh Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin, pihaknya memahami hal itu.

Ia menyatakan, hal itu mungkin saja sulit diterima oleh calon jemaah maupun para pelaku Penyelenggara Perjalanan Ibadah umroh (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Tetapi karena itu dasarnya adalah Instruksi Presiden [Inpres Nomor 1/2022], maka Kemenag wajib menjalankannya.

"Persyaratan tambahan bagi calon jemaah umroh dan haji khusus agar menjadi peserta aktif BPJS Kesehatan adalah dalam rangka menyukseskan Program JKN. Manfaatnya adalah apabila jamaah sakit, maka kesehatannya bisa dijamin oleh BPJS Kesehatan," terang Nur Arifin, Senin (9/1/2023) seperti dikutip dari laman himpuh.or.id.

BACA JUGA:Kuota Haji 2023 Jadi 221 Ribu Jemaah, Petugas Haji 4.200 Orang, Syarat Pembatasan Umur Dihapus

BACA JUGA:Mau Daftar Seleksi Petugas Haji 2023, Download Aplikasi ini

Arifin mengatakan, berbagai layanan masyarakat lainnya juga mempersyaratkan kepesertaan BPJS Kesehatan sesuai Inpres No 1/2022 tidak hanya Kementerian Agama yang mendapatkan tugas pelaksanaan. Maka pihaknya mengajak semua pihak, khususnya calon jemaah maupun para pelaku PPIU dan PIHK untuk memahami kebijakan ini serta menaatinya.

Ia menyatakan, Kemenag tidak pernah memiliki niat sedikitpun untuk menyulitkan kegiatan umroh dan haji khusus. Justru sebaliknya, Kemenag tidak tinggal diam untuk mewujudkan kemudahan dalam penyelenggaraan umroh dan haji khusus.

Ia mencontohkan, pada tahun 2020 lalu ketika era pandemi, berkat diplomasi Kemenag, Indonesia akhirnya diizinkan menunaikan umroh dengan syarat mampu menunjukkan dokumen resmi negatif Covid-19.

"Tapi Februari 2021 ada kasus sebanyak 125 jemaah umroh menunjukkan dokumen palsu. Dinyatakan negatif Covid-19 tapi ternyata positif, dan memakai dokumen bodong, tanpa ada proses pemeriksaan. Kemudian Arab Saudi kecewa dan umroh ditutup lagi," jelas Nur Arifin.

BACA JUGA:Kabar Gembira! Seleksi Petugas Haji 2023 Dibuka, Daftarnya Online

BACA JUGA:Kasus Pembunuhan Residivis Didalami, Ini Kata Kasat Reskrim

Kemudian PPIU meminta Kemenag untuk kembali melakukan diplomasi kepada Saudi. Aspirasi tersebut dijalankan berkali-kali, namun pihak Arab Saudi sudah terlajur kecewa lantaran dibohongi.

"Akhirnya Saudi menetapkan 3 RS yang ditunjuk untuk memeriksa negatif Covid-19. Kita turuti dan kita buat kebijakan umroh satu pintu melalui Asrama Haji Pondok Gede. Alhamdulillah mulai 23 Desember 2021 ada pemberangkatan Tim Advance. Dan mulai 8 Januari 2022 hingga saat ini, umroh dari Indonesia diperbolehkan," papar Nur Arifin.

Ia menegaskan, pihak Kemenag terus berjuang untuk PPIU dan PIHK, yang tentunya berdampak langsung terhadap jemaah umroh dan haji Indonesia. Jadi, menurutnya perbedaan boleh saja, tetapi itu harus untuk saling menguatkan. Jangan malah saling melemahkan.

Kategori :