BENGKULUEKSPRESS.COM - Saat ini dikeseharian kita pasti melihat atau mendengar suara anak-anak yang bermain lato-lato.
Namun lato-lato bukanlah permainan baru, melaikan permainan yang sudah dimainkan orang tua kita saat kecil dulu. Permainan ini pun sejatinya bukan permainan asli dari Indonesia.
Lato-lato merupakan sebuah permainan yang pernah ramai dimainkan di Amerika Serikat pada akhir 1960 hingga awal 1970. Di negara asalnya, permainan ini juga disebut sebagai clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, atau clankers.
Sekilas, tidak ada yang istimewa dari permainan lato-lato, hanya dua buah bola keras yang diikat dengan dua tali kemudian disatukan. Cara mainnya pun cukup digoyangkan agar kedua bola saling membentur.
BACA JUGA:PROFIL ZULKARNAIN DALI (2); GURU BESAR BERJIWA AKTIVIS
BACA JUGA:Kasasi Ditolak, Hery Wirawan Pelaku Pemerkosaan 13 Santri Dihukum Mati
Namun memainkannya pun cukup rumit karena perlu belajar kemampuan keseimbangan dan kesabaran. Terpeleset sedikit, bisa-bisa bola-bolanya mengenai kepala kita.
Mainan ini tercipta awalnya untuk mengajari anak-anak berlatih koordinasi antara tangan dan mata.
Mainan ini pun sempat di cap sebagai mainan yang berbahaya karena suaranya dianggap mengganggu dan menimbulkan kekhawatiran bagi orangtua karena beberapa anak dilaporkan terluka akibat bermain lato-lato.
Pada masa kejayaannya, lato-lato pada awal tahun 1970-an, ratusan pembuat mainan berhasil menjual jutaan lato-lato atau clacker ke seluruh penjuru dunia.
BACA JUGA:Horee! 1.000 Guru Bantu Daerah Naik Gaji
BACA JUGA:Gasak N-Max di Lebong, 2 Remaja Ditangkap di Sini
Sebelumnya, permainan lato-lato ini merupakan sebuah senjata dari Argentina yang dinamai the Bolas atau Boleadoras, senjata yang digunakan oleh gauchos (Koboy Argentina) yang mencoba menangkap guanaco (hewan yang terlihat seperti ilama).
Seiring berjalannya waktu, untuk menghindari masyarakat dari bahayayanya sebuah permainan lato-lato, Food and Drugs Administration FDA yang biasa mengatur tentang keamanan mengenai makanan dan obat-obatan pun terpaksa mengeluarkan undang-undang yang melarang mainan yang mengandung bahaya bahan kimia, mudah terbakar, atau radioaktif.
Munculnya kebijakan tersebut membuat mainan yang awalnya dipasarkan sebagai cara untuk mengajarkan koordinasi antara tangan dan mata bagi anak-anak. Fakta bahwa mainan lato-lato atau clacker pada masa itu bisa berubah menjadi sebuah proyektil sudah cukup jadi alasan untuk melakukan issue warning mengenai pencegahan kebutaan.