BENGKULU, BE - Dua orang terdakwa kasus penyelewengan aset lahan milik Pemkot Bengkulu, menyampaikan keberatan atau eksepsi. Atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu, pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, Selasa (29/9). Tersangka Dewi Astuti, isteri Camat Muara Bangkahulu sekaligus mantan Direktur Utama PT TP dan Malidin Sani, Lurah Bentiring. Kedua tersangka menyampaikan keberatannya melalui dua orang kuasa hukum atau pengecara yang mereka ditunjuk Sofyan dan Hotma T Sihombing. Dalam eksepsi itu pengacara menyampaikan kasus lahan Pemkot ini ranahnya perdata bukan dugaan pidana korupsi seperti dakwaan pada sidang saat ini. \"Peristiwa ini menurut kami Perdata bukan tipikor, karena pada dasarnya klien kami ini pejabat administrasi. Dia hanya melakukan tanda tangan dan tidak pernah bertemu dengan Dewi Astuti. Jika sudah sampai pokok perkara akan kami buktikan, kami tidak akan membuka opini sendiri tanpa ada dasar dan bukti,\" jelas Sofyan. Alasan pengacara menyebutkan kasus ini perdata, karena Malidin Sani pejabat administrasi dalam kasus tersebut. Hanya melakukan tanda tangan dan tidak pernah bertemu langsung dengan Dewi Astuti atau Dewi Astuti memohon langsung dengan Malidin Sani. Proses penandatanganan SKT (surat keterangan tanah) lahan seluas 8,6 hektar tidak dilakukan di Kantor Kelurahan Bentiring, tetapi Malidin Sani ditelepon seseorang yang memintanya menandatangani SKT. Terkait dengan aset tersebut, tentu masih ada pejabat pemerintah yang tentunya kewenangan dan kapasitasnya lebih tinggi dari Malidin Sani. Sementara itu, Kuasa Hukum Dewi Astuti, Hotma T Sihombing SH menganggap dakwaan dari JPU Kejari Bengkulu menyimpang dari ketentuan pasal 143 ayat 2 Huruf a dan b, terkait dengan syarat formal dan materi dakwaan harus cermat dan jelas. Hotma mengaku sudah menguraikan dakwaan tersebut di hadapan majelis hakim. Menurut Hotma dakwaan JPu terhadap Dewi Astuti sangat prematur atau terlalu dini untuk diangkat ke persidangan. Karena dasar JPU mendakwa Dewi hanya karena sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama PT Tiga Putra Mandiri. Sampai saat ini belum ada lembaga tau pihak yang menyebutkan HGB tersebut cacat atau bermasalah. \"Disisi lain jaksa mengatakan aset itu milik Pemda, sementara Pemda menyatakan tidak keberatan. Kenapa tidak keberatan, ya karena selama ini tidak ada masalah saat BPN izin dengan Pemkot menerbitkan sertifikat lahan 8,6 hektar itu,\" ujar Hotma. Pada sidang dakwaan Rabu (24/9) lalu, JPU Kejari Bengkulu mendakwa kedua terdakwa dengan pasal 2 ayat 1 Junto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Junto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sidang masih akan berlanjut pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. (167)
Pengacara Nilai Kasus Lahan Pemkot Perdata
Selasa 29-09-2020,21:22 WIB
Editor : Zalmi Herawati
Kategori :