TNI AL Tambah Lima KRI ke Natuna Utara
JAKARTA, bengkuluekspress.com -Perbedaan sikap di antara para menteri terhadap kehadiran kapal nelayan dan coast guard Tiongkok di Laut Natuna Utara turut mendorong Istana buka suara. Walau sempat ada perbedaan, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman menegaskan bahwa secara prinsip semua pejabat teras di bawah Presiden Joko Widodo satu suara. Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang terkesan lunak dinilai tidak sejalan dengan sikap Menteri Luar Negeri Retno L. P. Marsudi. Namun demikian, melalui pesan singkat yang dia sampaikan kemarin (5/1). Fadjroel menegaskan hal itu tidak terjadi. ”Tidak ada perbedaan,” ungkap dia. Fadjroel menegaskan, sikap mempertahankan kedaulatan tidak ada kompromi. Dan itu sudah disampaikan Presiden Jokowi kepada seluruh jajaran menteri.
”Berdasarkan arahan presiden, pemerintah Indonesia bersikap tegas,” kata sosok yang juga menjabat Komisaris Utama PT Adhi Karya tersebut.
Hanya, lanjut Fadjroel, meski sikap pemerintah tegas terhadap tindakan yang dilakukan oleh Tiongkok, pemerintah tidak akan mengambil langkah-langkah provokatif. Sebaliknya, Indonesia akan mengedepankan cara-cara damai. ”Memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna,” tuturnya. Suara dari Istana yang disampaikan oleh Fadjroel senada dengan keterangan yang disampaikan oleh Pangkogabwilhan I Laksdya TNI Yudo Margono. Yudo menyebutkan, hubungan baik antara Indonesia dengan Tiongkok harus tetap terjaga. Tidak boleh rusak lantaran kondisi yang terjadi di Natuna Utara. Dia juga berharap tidak ada yang memperkeruh keadaan.
Masuknya kapal nelayan berikut kapal coast guard Tiongkok ke perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara, lanjut dia, sudah ditindaklanjuti. Tidak hanya pemerintah, TNI bersama instansi lainnya seperti Badan Keamanan Laut (Bakamla) juga bertindak. Mereka mengirim pasukan berikut alat utama sistem persenjataan (alutsista) ke Natuna Utara. Tentu bukan untuk bertindak gegabah. Mereka hadir untuk bertindak persuasif. Menyampaikan kepada kapal-kapal Tiongkok bahwa ZEE masih bagian dari Indonesia. Sehingga tidak boleh ada pelanggaran hukum apalagi illegal fishing. Yudo memastikan, arahan itu sudah disampaikan juga kepada para prajurit yang dikirim ke Natuna Utara.
Jenderal bintang tiga TNI AL itu menekankan supaya prajurit-prajuritnya melaksanakan tugas sesuai prosedur. ”Kehadiran kapal perang Indonesia adalah representasi negara. Sehingga mereka (Tiongkok) harusnya paham ketika negara mengeluarkan kapal perangnya, negara sudah hadir di situ,” beber Yudo. Selain kapal milik Bakamla, sampai kemarin sudah ada tiga KRI yang dikirim TNI AL ke Natuna Utara. Dua kapal korvet KRI Tjiptadi 381 serta KRI Teuku Umar 385 sudah diperkuat satu unit kapal korvet lainnya. Yakni KRI Usman – Harun 359. Komando Armada I yang berada di bawah Kogabwilhan I dalam operasi di Natuna Utara memastikan masih menambah kekuatan.
Kepada Jawa Pos, Kadispen Koarmada I Letkol Laut Pelaut Fajar Tri Rohadi menyampaikan bahwa kemarin lima KRI lain masih dalam perjalanan. Kelima KRI tersebut akan ikut dalam operasi Kogahwilhan I di Natuna Utara. ”KRI Karel Satsuit Tubun 356, KRI John Lie 358, KRI Tarakan 905, KRI Sutendi Senoputra 378, dan KRI Teluk Sibolga 536.” Bebernya. Fajar memastikan, kelima KRI berbagai jenis itu bakal segera tiba di Natuna Utara. ”Menyusul (KRI lain), sudah dalam perjalanan,” imbuhnya. Terhadap seluruh pengawak kapal perang tersebut, Koarmada I menyebutkan bahwa mereka harus menaati seluruh aturan dan hukum laut. Baik hukum yang berlaku di Indonesia maupun hukum internasional.
Seluruh tindakan yang dilakukan oleh kapal-kapal TNI AL harus dilaksanakan secara terukur dan profesional. Tujuannya tidak lain untuk memastikan tidak ada tindakan gegabah yang bisa membuat hubungan di antara Indonesia dengan Tiongkok terganggu. Mereka juga diminta untuk melaksanakan Role of Engagement (RoE). (far/syn/)