Dipicu Faktor Ekonomi dan Perselingkuhan
BENGKULU, bengkuluekspress.com - Kasus perceraian yang masuk ke Pengadilan Agama Bengkulu terhitung sejak Januari hingga Oktober 2019 meningkat dari tahun sebelumnya. Ada dua faktor yang menyebabkan perceraian tersbeut, yakni ekonomi dan kasus perselingkuhan. Ketua Pengadilan Agama Bengkulu, Drs Husniadi mengatakan, perceraian di Kota Bengkulu meningkat terhitung sejak 10 bulan terakhir ini yakni mencapai 1.035 perkara, dan sudah putus atau selesai sebanyak 1.016 perkara.
\"Memang dibandingkan tahun 2018 yang lalu, di 2019 ini kasus perceraian di Kota Bengkulu sedikit meningkat sekitar 20-25 persen,\" bebernya, kemarin (25/11).
Ia menjelaskan, pihaknya paling banyak menemukan kasus dan penyebab perceraian tersebut antara akibatkan persoalan ekonomi yang tidak pernah ada solusinya, dan terkait dengan perselingkuhan dan ketidak harmonisan antara kedua pasangan.
Ia menyebutkan banyak pihak suami yang tidak bertanggung jawab, terutama tidak memiliki pekerjaan. Belakangan ini banyak suami yang hanya mengandalkan istri untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya. “Sudah tidak memberi uang, tidak juga menunjukkan perilaku yang baik, malah suka galak, tidak mau membantu pekerjaan rumah dan sebagainya. Sampai tabungan milik istri pun habis.” ucapnya.
Ia menjelaskan, meskipun kebanyakan faktor perceraian terkait masalah ekonomi karena suami yang tidak bekerja, tetapi di Kota Bengkulu justru lebih uniknya adalah 70 % yang mengajukan cerai adalah pihak laki-laki atau suami. \"Memang untuk 2019 ini yang lebih tren dalam mengajukan gugatan perceraian adalah pihak laki-lakinya, meskipun terkadang mereka memang pekerjaanya tidak jelas,\" tuturnya.
\"Dari semua golongan pekerjaan ada yang mengajukan gugugatan dan semuanya hampir sama tidak ada yang lebih dominan dari masalah status pekerjaan,\" imbuhnya. Selain itu, Husniadi mengatakan, dari ribuan perkara kasus perceraian yang diterima PA Bengkulu, kasus perceraian yang putus rata-rata hak asuh anak dominan dimenangkan atau diambil oleh pihak perempuan atau istri. \"Kebanyakan memang hak asuh anak jatuh pada perempuan, apalagi jika para suami tersebut tidak bekerja dan mempunyai wanita lain,\" demikian jelasnya. (529)