SLAWI - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempersilahkan Kemendikbud untuk menerapkan kurikulum baru. Namun demikian, pelaksanaan kurikulum harus bertahap. Sebab, pelaksanaan kurikulum tersebut tidak sedikit yang keberatan.\"Silahkan (kurikulum) diterapkan, asal harus bertahap,\" kata Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Muthi MEd.
Muthi mengungkapkan hal itu ketika menghadiri kegiatan di Gedung Korpri Slawi, Kabupaten Tegal belum lama ini. Muthi mengaku, pihaknya sudah melayangkan beberapa catatan kepada Mendikbud M Nuh terkait penerapan kurikulum tersebut. Di antaranya terkait penggabungan mapel IPA dan IPS ke dalam materi mapel Bahasa Indonesia.
”Terkait rencana itu, jangan sampai mengurangi kecintaan peserta didik kepada ilmu sosial dan ilmu alam,” ujar Muthi yang juga pimpinan di Badan Akreditasi Nasional (BAN) Madrasah.
Pertimbangan lain yang disorot PP Muhammadiyah antara lain penambahan jam mapel agama dari dua jam menjadi empat jam, pelaksanaan ujian nasional SMK di kelas XI bukan kelas XII, penambahan dua jam pelajaran di sekolah dan kewajiban mengikuti Pramuka, bukan sebagai ekstrakurikuler.
Menurut Muthi, penambahan dua jam pelajaran di sekolah dikhawatirkan akan melemahkan pendidikan agama berbasis keluarga dan masyarakat yang selama ini sudah dilakukan banyak siswa usai sekolah.
”Tambahan dua jam di sekolah harus dipikirkan betul. Jangan sampai tambahan jam sekolah itu membuat anak-anak tidak ngaji di lingkungan masing-masing dan melemahkan pendidikan agama berbasis keluarga dan masyarakat,” imbuhnya.
Terkait kegiatan Pramuka yang menjadi wajib di setiap sekolah, juga akan berimbas terhadap keberadaan gerakan kepanduan Muhammadiyah yaitu Hizbul Wathan. Terkait hal itu, Muthi menyatakan akan melakukan judicial review terhadap UU Pramuka. \"Kami akan melakukan itu (judicial review),\" pungkasnya. (yer)