BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Tim Advokat Bengkulu untuk Energi Bersih menggelar hearing bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu di ruang rapat Rafflesia Kantor Gubernur Bengkulu, kemarin (31/1). Hearing ini untuk meminta analisis dampak lingkungan (Andal) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2x100 MW di lahan Pulau Baai Bengkulu dikaji kembali. Sebab, tim advokat menemukan beberapa penyimpangan yang terjadi atas pembangunan PLTU tersebut.
Anggota Tim Advokat Bengkulu untuk Energi Bersih, Saman Latim mengatakan, pelanggaran yang terjadi seperti penerbitan izin lingkungan PLTU yang melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kota maupun provinsi. Sebab, sesuai dengan Perda Nomor 02 Tahun 2012, pembangunan PLTU itu akan dilaksanakan di Napal Putih Kabupaten Bengkulu Utara.
\"Di RTRW itu jelas dibangun di Napal Putih, ini kenapa dibangun di Kota Bengkulu,\" tanya Saman dalam hearing tersebut.
Kemudian terkait kualitas air dan kerawanan bencana juga tidak dikaji dalam andal yang dikeluarkan tersebut. Padahal dampak yang terjadi sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuatintas air. Sebab, kondisi saat ini warga yang ingin bercocok tanam juga terkendala dengan air saat kemarau. Sementara ketika musim hujan, tanaman pangannya malah kebanjiran.
\"Sayuran dan cabai warga gagal panen. Padahal sebelumnya ini tidak pernah terjadi. Harusnya ini dikaji dalam andal,\" tuturnya.
Sementara itu, Juru Kampanye Energi Kanopi Bengkulu, Olan Sahayu mengatakan, dalam proses pembangunan juga banyak ditemukan kejanggalan dan tidak sesuai dengan andal. Pekerja proyek yang harus memprioritaskan warga lokal 590 orang tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Dalam penelusurannya, hanya ada 25 warga Teluk Sepang yang dipekerjaan, sementara 271 orang dari Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China.
\"Kita juga temukan ada peningkatan intensitas debu yang dihasilkan dari mobilitas material. Padahal sesuai amdal, harus ada perbaikan jalan, namun nyatanya tidak dilakukan,\" beber Olan. Kemudian dari sisi ganti rugi atas tanam tumbuh warga juga tidak ada penyelesainya sejak dua tahun terakhir. Padahal, warga sudah berupaya melakukan penuntutan, namun tidak kunjung diselesaikan.
Warga menenuntut pembayaran ganti rugi tanam tumbuh itu sesuai dengan Pergub nomor 27 tahun 2016, yaitu Rp 700 ribu perbatang sawit. Yang terjadi, pihak Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) hanya membayar Rp 125 ribu perbatangnya. \"Parahnya lagi, tidak ada kesepakatan dengan warga. Tiba-tiba malam sudah ditebang tanpa izin, dan siangnya diberikan ganti rugi setelah ditebang. Warga tidak bisa berbuat apa-apa,\" tuturnya. Sementara perwakilan warga Teluk Sepang, Nur mengatakan, tanahnya saat ini habis digusur, termasuk tanaman sawitnya.
\"Sawit saya malam digusur, saat pagi saya lihat tidak ada lagi. Kami ini rakyat kecil, maling sawit saja dihukum berat, sementara China malah gusur sawit kami seenaknya. Kami coba tegur, malah kami yang dibentak,\" ungkap Nur. Upaya mencari keadilan terus dilakukan, namun tidak kunjung mendapatkan kepastian. \"Ekonomi kami habis, dua tahun cari keadilan, tapi tidak kami dapatkan. Kalau lagi butuh saja kami masyarakat kecil ini dicari,\" katanya.
Atas beberapa alasan tersebut, Tim Advokat Bengkulu untuk Energi Bersih meminta pemprov untuk mencabut izin lingkungan Nomor 503/14.b/12/KP2T/2016, karena diterbitkan tanpa adanya kajian. Lalu meralisasikan ganti rugi tanam tumbuh milik petani yang telah dirusak untuk pembangunan PLTU tersebut. \"Kami minta distop dulu pembangunnya,\" tegas Advokat Kanopi Bengkulu, Soni Taurus.
Sementara itu, hearing yang dihadiri Asisten II Setdaprov Bengkulu, Hj Yuliswani SE MM ini mengatakan, pemprov akan mengkaji ulang andal yang telah dikeluarkan tersebut. Dalam kajiannya nanti, pemprov membentuk tim teknis dalam penyelesaian andal dengan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Bengkulu. \"Amdal yang dikeluarkan itu sudah sesuai dengan aturan. Tapi atas informasi itu, maka akan kami teliti bersama OPD teknis,\" terang Yulis.
Penyelesaian kajian amdal ini diperkirakan akan memakan waktu cukup lama, sampai 3 minggu ke depan. Sebab, akan diusulkan ke Kementerian LHK untuk merevisinya. \"Dicek di lapangan, kalau memang tidak sesuai diajukan ke pusat untuk perbaikan,\" tambahnya. Terkait ganti rugi tanam tumbuh, pemprov akan memanggil PT Pelindo II Cabang Bengkulu. Sebab, lahan yang digunakan untuk menanam kelapa sawit oleh warga itu milik PT Pelindo II. \"Dalam waktu dua minggu, kita panggil pihak terkait, baik Pelindo maupun TLB. Percayakan dengan pemerintah dalam penyelesaianya,\" tutup Yulis. (151)