Penertiban Bangunan Liar Ditunda

Selasa 29-01-2019,14:39 WIB
Reporter : redaksi2
Editor : redaksi2

SP 3 Diperpanjang Satu Bulan

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Rencanan penggusuran bangunan liar di sepanjang Jalan Citandui kawasan lapangan golf Lingkar Barat, Kota Bengkulu oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu ditunda.  Pasalnya, dari rapat gabungan, kemarin (28/1), pemprov belum menyelesaikan dasar penggusuran. Sebab, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu sebagai pemiliki wilayah taman wisata alam (TWA) belum mengajukan surat permintaan penertiban ke Gubernur Bengkulu Dr H Rohidin Mersyah.

\"Setelah rapat ini, BKSDA langsung mengirimkan surat ke gubernur untuk meminta penertiban,\" ujar Asisten I Setdaprov Bengkulu, Drs Hamka Sabri MSi usai rapat.

Dikatakannya, laporan BKSDA itu untuk meneruskan adanya laporan warga yang terganggu dengan kahadiran bangunan liar tersebut. Dari laporan BKSDA itu, gubernur akan meneruskan ke Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bengkulu. \"Berhubung gubernur masih menjalankan ibadah umrah, maka kita tunggu gubernur pulang ke Bengkulu,\" paparnya.

Sebelumnya, pemprov telah melayangkan surat peringatan (SP) 1 selama 7 hari dan SP 2 selama 3 hari, agar warga membongkar sendiri bangunan liar tersebut.  Untuk SP ke-tiga, pemprov masih menyelesaikan dasar tersebut bersama BKSDA. Diperkirakan 1 bulan ke depan SP 3 itu akan diberlakukan. Ketika SP-3 tersebut tidak juga ditindakanjuti, maka pembongkaran paksa akan dilakukan oleh tim gabungan.  \"Jarak waktu di SP-3 itu kita jadikan jeda untuk melakukan upaya persuasif,\" tambah Hamka.

Upaya persuasif itu dengan mengumpulkan semua pemilik bangun liar tersebut. Nanti warga bersama pemprov dan tim gabungan akan membuat kesepakatan waktu melakukan pembongkaran. Jika dari kesepakatan tersebut tidak dipenuhi, maka solusi terakhir pembongkaran akan dilakukan. \"Nanti kita buat surat perjanjian dengan warga,\" tegasnya.

Untuk saat ini, dari 26 bangunan liar itu, 2 sudah dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Sementara ada 5 rumah lainya sudah ditinggalkan oleh pemilikinya. Warga-warga yang menghuni rumah tersebut juga mendapatkan fasilitas listrik dari PLN.  Menurut Hamka, harusnya ini tidak perlu dilakukan. Sebab, warga yang tinggal tersebut sudah melanggar dengan bertinggal di atas tanah terlarang milik pemerintah.

\"Harusnya bisa saling sinergi untuk melarangnya,\" paparnya.

Sementara itu, rapat gabungan degan pihak Polda, Korem 041/Gamas, Satpol PP Kota dan Provinsi, PLN, BKSDA dan tim aset ini berkesimpulan akan ada tiga dasar pembongkaran. Pertama, pelanggaran peraturan daerah (perda) pemprov dan perda pemerintah kota (pemkot) serta keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) bahwa lokasi tersebut masih dalam TWA, yang tidak boleh dihuni dengan bangunan maupun fasilitas lain, termasuk menjadi perkebunan.  \"Tiga dasar ini yang menjadi pegangan kita nanti,\" ungkap Hamka.

Di sisi lain, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKSDA Provinsi Bengkulu, Dr Suharno mengatakan pihaknya nanti akan segara mengirimkan surat tersebut kepada gubernur. Sehingga bangun liar bisa segera ditertibkan.  \"Dalam waktu dekat, surat itu sudah kami ajukan,\" ungkap Suharno.

Menurut Suharno, surat yang diajukan itu tidak hanya mengarah kepada warga yang menghuni di wilayah lapangan golf saja, tapi juga wilayah TWA dari Pantai Pasir Putih sampai ke Pulau Baai. Sebab, sepanjang wilayah itu banyak bangun yang berdiri. Seperti bangun rumah warga, perkebunan, perkantoran, rumah TNI, tempat ibadah hingga Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Pelindo II Bengkulu.  \"Jadi kami akan minta ini bisa dikeluarkan semua dari wilayah TWA. Jadi tidak hanya warga di sekitar lapangan golf saja,\" bebernya.

Ditegaskan Suharno, upaya penertiban itu tidak boleh tebang pilih. Sebab, nantinya jika tebang pilih, maka masyarakat beranggapan hukum akan runcing ke bawah tumpul keatas. BKSDA juga nantinya dianggap tidak adil untuk melakukan penertiban di lahan TWA. \"Kita tidak ingin orang beranggapan hukum itu runcing ke bawah, tumpul ke atas. Itu kenapa harus adil semua,\" ujarnya.

Sebelum melakukan penertiban, upaya persuasif dilakukan. Sehingga penggusuran paksa tidak terjadi. Hasil penelusuran BKSDA, orang-orang yang menghuni di wilayah TWA itu diduga melakukan jual beli lahan. \"Ini yang harus diselesaikan bersama. Jangan satu selesai, satu tidak,\" tandas Suharno. (151)

Tags :
Kategori :

Terkait