Bando Amin Merasa Korban Kriminalisasi

Sabtu 15-12-2018,11:15 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Kemarin (14/12), Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda Bengkulu, kembali menggelar sidang terhadap tiga orang terdakwa pengadaan lahan TIC Kabupaten Kepahiang, 2015.

Yakni mantan Bupati Kabupaten Kepahiang Bando Amin, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Syamsul Yehemi dan Sapuan selaku pemilik tanah. Pada sidang kali ini terdakwa menyampaikan pledoi atau pembelaan. Daam pledoinya Bando Amin menyampaikan diirnya merasa menjadi korban kriminalisasi atas tindak pidana korupsi yang saat ini membelitnya.

\"Saya dalam kasus ini hanya menjadi korban kriminalisasi. Sebab, saya hanya menjalankan tugas sebagai Bupati tidak lebih dan terkait kasus ini semuanya sudah melalui tahap dan presedur yang jelas,\" ucap Bando Amin dalam persidangan kemarin (14/12).

Bando Amin menuturkan, dalam kasus ini semuanya sudah sangat jelas terungkap, baik dari luas tanah dan harga tanah semuanya sudah jelas dan itu sudah melalui bagian hukum di Pemerintah Kabupaten Kepahiang. \"Semuanya sudah jelas terungkap jika tanah dalam pembelian lahan TIC tersebut sesuai dengan peruntukannya dan sudah melalui beberapa proses hingga disepakatilah tanah tersebut.

\"Saya sangat tidak mengetahui dan sangat heran dimana kesalahan saya dalam kasus ini, semuanya sudah jelas dan tidak ada yang dirugikan. Jadi melalui pledoi ini saya sangat keberatan atas dakwaan dan tuntutan dari pihak Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan jika saya bersalah dan bertanggung jawab dalam kasus ini,\" bebernya.

Selain itu, dalam pledoi yang dibacakan langsung secera lisan tersebut, Bando Amin juga menuturkan, dirinya sangat keberatan jika Jaksa memberikan pidana tambahan pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih. Pasalnya, pidana tersebut sangat merugikan dirinya.

\"Saya sangat tidak bisa menerima pidana tambahan yakni pencabutan hak politik saya yang mejelis. Sebab, saya masih ingin berkontribusi dalam pembangunan Provinsi Bengkulu kedepannya dan apa yang dtuntut jaksa terlalu berat bagi saya,\" jelasnya.

Masih dikatakannya pediri Universitas Dehasen (Uied) Bengkulu ini, terkait kerugian negara sebesar Rp 3,3 miliar menurut hasil perhitungan audit BPKP perhitungan tersebut tidaklah mendas. Pasalnya, lahan TIC tersebut sudah sesuai dengan Keputusan Bupati nomor 590-378 tahun 2015 tentang Penetapan Harga Tanah untuk lokasi tanah Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Tanah Perluasan SMKN 2 Kepahiang, dan Iahan TIC dan PosJaga Polisi Kegutanan Kepahiang.

\"Kasus ini terlalu dipaksakan, saya sepertinya sudah menjadi target untuk disalahkan dalam kasus ini. Oleh sebab itulah melalui pledoi ini bisa menjadi pertimbangan mejelis hakim untuk mengabulkan permintaan saya, agar saya bisa dibebeskan dari segelah tuntutan dan dinyatakan tidak bersalaha dalam kasus ini,\" ujarnya.

Tidak hanya sampai disitu, kuasa hukum terdakwa Bando Amin, Tobari Puad SH mengatakan, kliennya mengikuti proses hukum yang ada, biarlah ini menjadi pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap kliennya tersebut. Karena dalam persidangan ini pastilah berbicara soal akta bukan hanya pendapat atupun rekayasa seseorang.

\"Kita berbicara bterkait fakta hukum yang terungkap selama ini baik melalui pemeriksaan saksi ataupun bukti-bukti yang ada selama ini, kita tidak bisa bermain dengan yang namanya hukum, karena jika semuanya benar pasti akan terungkap benar dan ini yang nanti akan saya sampaikan ke majelis hakim,\" bebernya.

Untuk diketahui, selain terdakwa Bando Amin yang menyampaikan penolakannya terkait dakwaan dan tuntutan JPU melalui pledoi, dua terdakwa lainnya yakni Pengguna Anggaran (KPA) Syamsul Yehemi dan Sapuan selaku pemilik tanah juga menyampaikan hal yang sama yakni tidak menerima dan keberatan atas tuntutan dari tim JPU.

Usai mendengarkan pledoi atau nota pembelaan dari ketiga terdakwa, majelis hakim yang dipimpin haki ketua Slamet Suripto SH MH dan hakim anggota Agus Salim SH MH dan Henny Anggraini SH MH kembali menunda persidangan dan akan melanjutkan pada Jumat depan dengan agenda pembacaan vonis atau putusan terhadap ketiga terdakwa tersebut.

Sebagai ingatan, kasus ini muncul sekitar Mei sampai Juli 2015. Pada tahun itu dilakukan pembelian lahan TIC seluas 10.020 meter persegi untuk kepentingan umum, tanpa izin pemanfaatan ruang yang diberikan pejabat berwenang kepada Sapuan pemilik tanah. Pengadaan tanah ini juga tanpa menggunakan hasil penilaian jasa penilai, dalam hal ini perbuatan terdakwa telah melanggaran pasal 60 ayat 2 Perda Nomor 8 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah Kepahiang, serta Pasal 53 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 6 tahun 2018.

Akibat pengadaan tanpa hasil penilaian jasa penilai ini, para terdakwa menyepakati sendiri harga pembebasan lahan tersebut. Selain itu ternyata tanah yang dibeli itu daerah aliran sungai (DAS) Sungai Musi Banyu Asin. Untuk membuat seolah-olah tanah itu sudah dilakukan penilaian, Syamsul Yahelmi kemudian memerintahkan Agus Supriyanto selaku pejabat pelaksa teknis kegiatan (PPTK) untuk membuat surat Keputusan Bupati nomor 590-378 tahun 2015 tentang Penetapan Harga Tanah untuk lokasi tanah Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Tanah Perluasan SMKN 2 Kepahiang, dan Iahan TIC dan PosJaga Polisi Kegutanan Kepahiang 31 Mei.

Kemudian memasukkan surat ke KJPP Aksa, Nelson an Rekan Penilai Publik dan Konsultan 7 Mei 2015 nomor1293/ANR-B/Pemkab-Kep/XI/2015 sebagai pertimbangan dalam surat keputusan tersebut. Sehingga dengan memasukkan pertimbangan laporan KJPP tersebut seolah-olah tanah milik Sapuan ni suah ilakukan proses penaksiran harga yang layak oleh kantorjasa penilaian publik itu.

Tanah sapuan tersebut kemudian dilakukan pembayaran senilai Rp 3.5 miliar lebih. Sedangkan, setelah dilakukan pengecekkan terhadap tanah itu oleh tim independent bahwa tanah yang berada didusun Kepahiah milik Sapuan itu tidak bisa dibangun kantor.

Berdasarkan hasil penghitungan kerugian keuangan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bengkulu, menghitung bahwa harga pembelian lahan dan rumah tersebut Rp 175 juta, biaya pengurusan lahan Rp 1.3 juta sehingga jumlah biaya perolehan sebesar Rp 176 juta lebih. Kerugian negara adalah Rp 3.5 miliar dikurangi Rp 176 juta menjadi Rp 3.3 miliar. Dalam proses penyidikan tersangka Sapuan mengembalikan seluruh kerugian negara itu pada penyidik dalam beberapa tahapan. (529)

Tags :
Kategori :

Terkait