Tak Ada Ganti Rugi

Senin 12-11-2018,16:38 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Tuntutan ganti rugi yang disampaikan para pedagang yang tempat usahanya di kawasan Pasir Putih, Pantai Panjang telah dirobohkan, Kamis (8/11) lalu, sulit terwujud.Pemerintah Kota Bengkulu berdalih, pembongkaran tersebut merupakan tindakan tegas terhadap pedagang yang menjadikan warungnya sebagai tempat maksiat, seperti tempat mesum, minjual tuak, miras dan sebagainya.

Ketika pedagang tersebut memberontak Pemkot akan lepas tangan soal ganti rugi, karena dianggap pembongkaran itu sebagai konsekuensi atas pelanggaran yang sudah dilakukan pedagang.

\"Ganti rugi itu kalau mereka punya izin. Sedangkan usaha mereka selama ini membuat resah masyarakat, nah ini kan sudah bertahun-tahun. Apalagi kalau sudah diberikan tanda silang di warungnya, itu berarti sudah pernah kita ingatkan berkali-kali,\" kata Wakil Walikota Bengkulu, Dedy Wahyudi SE MM, kemarin (11/11).

Untuk diketahui, sebelumnya puluhan pedagang menyampaikan kekecewaannya, karena tempat usaha mereka dirobohkan secara paksa dengan menggunakan alat berat oleh Pemerintah Kota Bengkulu. Menurut mereka, untuk membangun usaha itu, mayoritas masih meminjam uang atau ngutang di bank dan koperasi. Sementara, setelah dibongkar, pemerintah meninggalkannya begitu saja.

Sehingga, Pemkot diminta memberikan solusi karena pedagang ini tidak memiliki modal cukup, hanya bisa bekerja di pinggiran pantai saja. Jika usaha mereka dilarang dan warungnya dihancurkan, maka mereka meminta pemerintah memberikan lapangan pekerjaan baru dan modal usaha yang baru jangan sampai mereka mati kelaparan karena tidak ada penghasilan lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

\"Kita harus melihat dengan objektif, bagi yang pedagang yang berjualan, tapi tidak menganggu pemandangan dan tidak menjual tuak, tentu kita biarkan. Malah kita sangat mendukung. Tapi kalau misal berjualan, tetapi melanggar aturan? Intinya, kalau mau kota ini bersih semua pihak harus dukung,\" terang Dedy.

Menurut Dedy, para pedagang kecil tidak perlu cemburu sosial terhadap penertiban tempat maksiat ini, karena Pemkot juga akan menertibkan usaha-usaha yang \"high class\" seperti hotel-hotel, tempat karaoke, diskotek, cafe, panti pijat dan tempat-tempat elit lainnya yang diduga menyediakan tempat perbuatan maksiat.

\"Perlahan semuanya ditertibkan. Sudah kita buktikan, beberapa waktu lalu kita tertibkan Octopus Spa yang konon katanya ada praktik maksiat, dan tidak terbukti, tapi ternyata izinnya sudah tidak berlaku, maka kita peringatkan untuk perpanjang izin atau usaha itu ditutup,\" tandas Dedy.

Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Kota Bengkulu, Teuku Zulkarnain SE mengatakan, bagi setiap pelanggaran yang dilakukan akan ada konsekuensi. Hal inilah yang dirasakan para pedagang pantai saat ini, akibat berjualan tuak dan miras, akhirnya dibongkar.

Namun, adanya tuntutan bahwa pedagang tidak memiliki modal untuk memulai usaha baru, Pemkot telah memberikan solusi dengan cara memberikan pelayanan kredit lunak melalui Program Samisake, kemudian di tahun 2019 masyarakat juga sudah bisa meminjam modal melalui Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang merupakan akses permodalan usaha dengan suku bunga yang ringan.

\"Kalau rakyatnya mau usaha yang benar, saya yakin Pemkot mau memberikan bantuan modal. Itulah gunanya kita menganggarkan Samisake dan mendirikan BPRS. Tapi harus berjanji, rakyat harus melanjutkan usaha yang halal,\" tambah Teuku. (805)

Tags :
Kategori :

Terkait