BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Gugatan Aparatur Sipil Negara (ASN) eks koruptor terkait Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri berpeluang dikabulkan. Terlebih berkaca pada dikabulkannya gugatan eks koruptor boleh mengikuti pemilu legislatif (Pileg) lagi.
Pengamat Hukum Unib, Herlambang, mengatakan gugatan yang dilakukan oleh ASN eks napi korupsi yang telah memiliki kekuatan hukum inkracht itu memang memiliki dasar kuat. Dasar yang diuji yaitu meruapakan Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN), terutama pada pasal 87 ayat 2 dan 4 huruf b dan d, atas munculkan SKB 3 menteri, yang dinilai tak seimbang dengan hak azazi manusia.
\"Jika berkaca dengan dengan gugatan calon legislatif eks napi korupsi di MK, maka tetap ada peluang untuk memang gugatan. Dihadapan hukum itu sama. Peluangnya ada, kalau kita lihat dari eks napi korupsi bisa caleg,\" tegasnya.
Dia mengatakan SKB yang dibuat 3 menteri itu memang secara legalitas, memiliki kekuatan hukum. Sebab, SKB itu merupakan penjabaran dari UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Dimana PNS pelaku korupsi harus dipecat. Meski demikian, proses sidang di MK itu biarlah berjalan terlebih dahulu sesuai dengan gugatan yang dilayangkan. \"SKB itu pejabaran UU. Ya artinya bisa diberlakukan,\" tambah Herlambang.
Agar aturan itu bisa berkeadilan, maka harus dibuatkan kriteria-kriteria yang harus dipecat. Jangan sampai dipukul rata, semua harus dipecat. \"Intinya harus berkeadilan. Jangan sampai beda. Caleg bisa lolos tapi PNS tidak,\" ungkapnya.
Untuk itu, menurut Herlambang, apapun nanti yang menjadi keputusan MK, maka harus tetap dijalankan. Begitupun jika, PNS eks napi korupsi tetap menang gugatan, maka pemprov harus legowo untuk tidak dipecat. Tidak hanya untuk pemprov, termasuk kabupaten/kota yang juga memiliki masalah yang sama. \"Silahkan tunggu hasil gugatan itu. Sampai ada keputusan. Apapun keputusannya harus tetap dijalankan,\" pungkas Herlambang.
Pemda dalam hal ini, kepala daerah disarankan untuk tidak terburu-buru mengeluarkan kebijakan apapun, sebelum ada keputusan MK. Sebab, jika tetap dilakukan pemecatan, sebelum ada keputusan MK, maka akan menyulitkan kepala daerah. \"Kalau gugatan itu menang di MK, maka kepala daerah harus membuat surat baru untuk pengangkatan lagi menjadi PNS. Itu akan membuat repot Plt Gubernur. Jadi jangan membuat keputusan apapun sebelum ada keputusan MK,\" ujar Herlambang. (151)