ASN Koruptor Masih Berjuang

Kamis 01-11-2018,09:33 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

Jangan Pecat Dulu, Tunggu Putusan MK

BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Aparatur Sipil Negara (ASN) berstatus sebagai mantan narapidana (eks napi) korupsi masih berjuang untuk mendapatkan keadilan, tidak dipecat sesuai dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri. Para PNS eks napi korupsi itu telah resmi mengajukan gugatan melalui judicial review ke Makamah Konstitusi (MK).

Pengajuan gugatan sebanyak 187 orang PNS itu, menuntut tidak diberlakukan SKB 3 menteri sebelum adanya putusan MK. Koordinator LBH Korpri Provinsi Bengkulu, Rofik Sumantri SH mengatakan, pengajuan gugatan ke MK itu telah dilakukan pada tanggal 26 Oktober lalu. Dalam judicial review itu, akan menguji Undang-Undang (UU) nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN), terutama pada pasal 87 ayat 2 dan 4 huruf b dan d. Sebab, pasal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM).

\"Kami minta dengan pemangku kepentingan, tidak mengambil keputusan apapun sebelum ada putusan MK itu,\" tegas Rofik kepada Bengkulu Ekspress, kemarin (31/10).

Dijelaskannya, SKB 3 menteri itu juga tidak bersifat keadilan. Karena dalam UU Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilu itu, tetap memperbolehkan mantan koruptor untuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif. Untuk itu, ketika dijadwalkan sidang nanti oleh MK, maka pihaknya bersama LBH Korpri pusat akan sama-sama memperjuangan nasib PNS yang diduga mayoritas sebagai korban korupsi. Lantaran harus mengikuti instruksi pimpinan, bukan karena faktor nait untuk melakukan tindak pidana korupsi.  \"Aturan itu juga rancu, karena tidak ada keadilan yang dirasakan oleh PNS,\" tambahnya.

Menurutnya, LBH Korpri tidak hanya memperjuangan PNS eks napi korupsi yang bakal dipecat. Namun juga memperjuangkan nasib PNS yang telah dipecat, akibat UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Karena di UU itu hanya memberlakukan PNS dipecat ketika mendapatkan hukuman lebih dari 2 tahun penjara.

Sementara PNS yang dipecat, salah satunya PNS pemprov bernama Fatmawati itu hanya menjalankan hukuman 1 tahun kurungan dengan denda Rp 50 juta. \"Menurut kami aturan ini terlalu dipaksakan,\" ungkap Rofik.Atas aturan PNS yang terlalu dikengkang dan tidak adanya jaminan hukum itu, saat ini di Pemprov Bengkulu menjadi fenomena baru. Lantaran banyak PNS tidak mau untuk menjadi pejabat Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam pengadaan barang/jasa. Akibatnya, serapan anggaran pemprov menjadi minim.

\"Mereka (PNS) lebih memilih tidak memiliki jabatan dari pada harus melepas seragam. Ini yang terjadi sekarang,\" bebernya.

Padahal seharusnya, lanjut Rofik, PNS itu selain menjadi abdi negara, juga sebagai motor penggerak kemajuan daerah. Ketika PNS itu harus dikekang dengan aturan dan selalu dihatui oleh keterlibatan hukum, maka dipastikan kemajuan daerah itu juga tidak akan berjalan cepat. \"Jadi anggaran yang ada itu tidak mubazir, karena kembali ke negara lagi. Tapi yang jadi persoalan, anggaran itu menjadi tidak tepat sasaran, tidak memberikan manfaat yang berarti untuk masyarakat,\" tegasnya.

Senada dengan, salah satu PNS eks napi korupsi di Pemprov Bengkulu, Ir Herawansyah yang mengajukan gugatan ke MK melalui jalur perorangan itu, telah menggelar sidang perdana pada tanggal 24 Oktober lalu. Lantaran pengajuan gugatan telah dilakukan sebelumnya pada tanggal 10 Oktober. Dalam sidang itu, MK tetap meminta penggugat untuk melengkapi berkas sidang termasuk saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam sidang. \"Sidang perdana sudah kita lakukan dan dalam 14 hari kedepan, kita akan sidang lanjutan,\" ungkap Herawansyah.

Pengajuan gugatan itu sama dengan gugatan yang lainnya. Ia tetap meminta agar SKB tiga menteri itu tidak diberlakukan sebalum ada putusan MK. Sebab SKB itu terkesan memaksakan. SKB juga dinilai tidak bisa melakukan pemecatan oleh para PNS. Karana SKB itu masih dibawah UU. Sementara negara mengatur, UU itu lebih tinggi dari pada aturan lain, seperti perda, pergub, maupun SKB 3 menteri sekalipun. \"SKB itu bukan untuk memberhentikan nasib orang. Ada UU yang lebih tinggi,\" tegasnya.

Disamping itu, SKB itu rancuh, lantaran berlaku untuk hukuman mundur. Pasalnya, PNS eks napi yang sudah pensiun juga akan dilakukan pemecatan. Dalam UU itu, juga tidak boleh menghukum orang lebih dari dua kali. Apalagi eksekutif yang memberikan hukuman untuk melakukan pemecatan. \"Sistem negara ini sudah hancur. Jadi kami minta untuk tidak diberlakukan dulu. Proses di MK masih berjalan,\" terangnya.

Disisi lain, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu, Nopian Andusti SE MT mengatakan, rencana pemecatan PNS mantan narapidana (eks napi) korupsi itu, sampai saat ini belum menentukan kebijakan. Baik akan dilakukan pemecatan, maupun justru tidak memecat semua PNS eks napi korupsi sesuai dengan SKB 3 menteri. Sebab, sesuai dengan SKB itu, maka pemda wajib memecat PNS sampai tanggal 31 Desember mendatang. \"Kita patuhi saja sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,\" ujar Nopian.

Diterangkannya, gugatan yang dilayangkan oleh PNS eks napi itu murni dilakukan melalui Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI). Artinya pemprov tidak ada ikut campur dalam gugatan yang dilayangkan tersebut. \"Itu murni dari Korpri, bukan pemerintah,\" tambahnya.

Dengan berjalannya gugatan ke MK itu, maka prosesnya itu biarkan berjalan sampai selesai nantinya. Apapun menjadi kesimpulan yang dilakukan pada gugatan tersebut, pemprov tetap akan meminta petujuk dari pemerintah pusat. \"Biarkan itu berjalan. Kita patuhi aturan saja,\" tutup Nopian. (151)

Tags :
Kategori :

Terkait