Bela PNS Korup Bikin Malu

Kamis 04-10-2018,11:32 WIB
Reporter : Redaksi Terkini
Editor : Redaksi Terkini

Aktivis Kritik Aksi Plt Gubernur

BENGKULU, Bengkulu Ekspress-Kedatangan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu Dr H Rohidin Mersyah menemui Kepala Badan Kepewagaian Negara (BKN) Ir Bima Harian Wibisana dan bertemu dengan Tim Ekspedisi dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) meminta untuk tidak melakukan pemecatan kepada PNS mantan narapidana (eks napi) koruptor menuai kritik dari aktivis anti korupsi.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki) Bengkulu Melyansori mengkritik langkah Plt Gubernur Bengkulu membela PNS Koruptor bikin malu Bengkulu. Sebab, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Provinsi Bengkulu itu sudah masuk 10 daerah rawan korupsi.

Menurutnya, Plt Gubernur telah melawan surat keputusan bersama (SKB) yang ditandatangai oleh tiga menteri, yaitu Mendagri, Menpan RB, dan Kepala BKN. Harusnya langkah itu didukung oleh kepala daerah. Bukan malah sebaliknya tidak pro terhadap pemberantasan korupsi di Provinsi Bengkulu. \"Plt Gubernur telah melawan SKB tiga menteri dengan melakukan aksi bela PNS koruptor,\" tuturnya.

Seharunya, masih Melyan, Plt Gubernur sebagai pimpinan tertinggi di Provinsi Bengkulu semakin gencar memberantas korupsi. Terlebih sudah tiga kali Provinsi Bengkulu menelan pil pahit, dengan ditetapkan 3 gubernur sebagai tersangka korupsi. \"Sangat disayangkan sekali, apalagi gubernur non aktif Ridwan Mukti sudah inkrah, \" ungkap Melyan.

Senada dengan Pemerhati Hukum di Bengkulu, Agustam Rachman MAPS juga sangat menyayangkan langkah Plt Gubernur melindungi PNS eks napi koruptor.

Harusnya Plt Gubernur tidak melindungi PNS eks napi koruptor dan sangat berani melawan perintah Undang-Undang ASN Nomor 5 tahun 2014 jo PP 11 tahun 2017. \"Apakah karena yang terancam dipecat itu mantan pejabat yang biasa dekat dengan kepala daerah dan kenapa sebelumnya puluhan ASN kelas rendah yang terlibat korupsi malah gampang dipecat oleh Gubernur,\" ungkap Agustam.

Secara hukum, lanjut Agustam langkah yang dilakukan Plt Gubernur sangat fatal. Apalagi seorang orang nomor satu di provinsi menjadi teladan, untuk tetap konsisten Bengkulu bisa bersih dari tindakan korupsi. \"Siapa lagi yag bisa dijadikan teladan dalam pemberantasan korupsi kalau seorang Plt Gubernur pun berbuat hal seperti itu,\" ujarnya.

Agustam mengatakan, jika memang ada PNS eks napi koruptor keberatan dengan dilakukan pemecatan, maka ada langkah lain untuk mengajukan gugatan. Tentu dengan melakukan judicial review ke Makamah Konstitusi (MK) terhadap keputusan UU. Jika tidak bisa bisa lakukan jalur lain dengan mengajukan gugatan ke PTUN dan PK ke Mahkamah Agung. \"Ada jalurnya lakukan gugatan. Tidak malah menolak seperti itu. Itu buat malu Bengkulu,\" tandas Agustam.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo telah mengirimkan surat edaran ke seluruh provinsi di Indonesia terkait penegakan hukum terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam perkara tindak pidana korupsi pada Kamis 13 September 2019 lalu.

Dalam surat edaran tersebut Mendagri menegaskan bahwa tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime (Kejahatan luar biasa) yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa dan diberikan sanksi tegas untuk memberikan efek jera terhadap ASN.

Kedua, memberhentikan ASN yang telah mendapatkan putusan pengadilan negeri yang berkekuatan tetap sesuai dengan UU yang berlaku. Ketiga, dengan terbitnya surat edaran ini maka surat edaran nomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober dicabut dan tak berlaku.

Sebelumnya, Plt Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah mengungkapkan tidak sepakat dengan aturan pukul rata pemecatan ASN yang tersangkut kasus korupsi, seperti tercantum dalam UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. \"Substansi mewujudkan clean government (Pemerintahan Bersih) dan memerangi korupsi kita semua sepakat, tapi untuk pukul rata pemecatan ASN saya tidak sepakat,\" ucapnya, saat bertemu dengan Tim Ekspedisi dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) beberapa hari lalu.

Dia mengatakan, untuk memecat, harus melihat bobot, nilai, dan motif korupsi dan tidak bisa langsung dihukum berat. \"ASN ini sudah dihukum, mengembalikan uang, harus dipecat lagi. Dan kasusnya banyak yang hanya kena urusan administratif,\" tambah Rohidin.

Mantan Wakil Bupati Bengkulu Selatan ini mengungkapkan pihaknya juga mendorong APPSI dan berbagai pihak bersama-sama mengajukan judicial review terkait UU No 5 Tahun 2014 agar penerapan hukuman kepada ASN lebih adil.

Selain itu, Rohidin terus mendorong pengelolaan birokrasi berbasis teknologi untuk mengeliminasi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.\"Penerapan teknologi, mengeliminasi KKN dan sejenisnya serta mengakselerasi pelayanan, namun itu tidak bisa diwujudkan ketika SDM tidak diperbaiki baik kemampuan teknis maupun perilaku dan etos kerjanya,\" pungkasnya.

Rohidin juga mendorong APPSI membangun sinergi untuk mewujudkan tata kelola otonomi daerah yang efektif, yakni terkait peran provinsi sebagai penghubung pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah pusat. (151/rel)

Tags :
Kategori :

Terkait