CURUP, Bengkulu Ekspress - Dampak dari musim kemarau mulai dirasakan oleh masyarakat Kota Curup. Ratusan hektar sawah di kawasan Curup Selatan mengalami kekeringan. Ratusan hektar sawah yang mengalami kekeringan tersebut berada di tiga desa yaitu Rimbo Recap, Suka Marga dan Lubuk Ubar.
Akibat kekeringan tersebut petani terancam gagal panen, lantaran padi yang baru merek tanam terancam mati karena tak mendapat suplai air yang cukup.\"Kekeringan ini sudah terjadi selama satu bulan terakhir ini,\" sampai Darwin (32) salah satu petani Desa Rimbo Recap.
Kondisi tersebut, menurut Darmin akan mengancam hamparan persawahan yang memiliki luas lebih dari 300 hektar tersebut. Kekeringan yang melanda persawahan tersebut, menurut Darwin karena musim kemarau sehingga debit air irigasi yang mengairi persawahan mereka menjadi sedikit.
\"Kalau tak kunjung hujan, bisa-bisa padi kami mati karena dari tanam sampai menjelang berbuah seharusnya terendam air, sedangkan sekarang tanahnya saja mulai retak,\" keluh Darwin.
Meskipun tidak gagal panen, namun menurut Darwin dampak dari terjadinya kekeringan tersebut dipastikan akan mempengaruhi produksi gabah atau beras yang mereka hasilkan. Sementara itu, Jarot (60) petani lainnya juga mengaku kurangnya debit air irigasi mereka khususnya saat musim kemarau sudah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir.
Kondisi tersebut diperparah dengan waktu tanam petani yang bersamaan sehingga waktu membutuhkan air debit air berkurang. Untuk mensiasati kekurangan air tersebut, Jarot mengaku para petani di kawasan tersebut melakukan sistem bergantian untuk mengaliri sawah mereka. Dimana sistem buka tutup irigasi tersebut biasanya mereka lakukan saat malam hari.
\"Salah satu solusi yang kami lakukan adalah dengan bergantian menggunakan air saat malam hari,\" aku Jarot yang merupakan anggota Persatuan Petani Pengguna Air (P3A) Desa Rimbo Recap. Selain itu, Jarot juga mengaku pihaknya jiga telah mengumpulkan sebanyak 200 petani yang mengelola sawah di kawasan tersebut untuk mencari solusi agar masalah kekurangan air tak lagi terjadi.
Salah satunya mereka tawarkan dengan sistem termen atau gantian menggunakan air sehingga musim tanam akan dibatasi. Namun menurut Jarot para petani keberatan atau menolak karena mereka hanya mengandalkan hidup dari bersawah. \"Kita sudah tawarkan dengan sistem termen, namun para petani banyak yang menolak,\" paparnya.
Di sisi lain, Jarot juga mengaku dengan kekurangan air di kawasan pertanian mereka, sebagian petani beralih ke tanaman palawija, hanya saja tidak semua petani melakukannya karena memang untuk bercocok tanam palawija, menurut Jarot harus memiliki modal lebih.
Di bagian lain, saat dikonfirmasi Kepala Desa Rimbo Recap, Ujang Ruhiyat mengaku memang warganya banyak mengeluhkan kekeringan yang mereka landa, termasuk sawahnya sendiri juga mengalami kekeringan. Dijelaskan Ujang, kekeringan tersebut terjadi karena adanya perbaikan dihulu irigasi yang mengairi area persawahan tersebut. Perbaikan tersebut karena didekat pintu air irigasi terjadi kerusakan pada tahun 2017 lalu.
\"Sekarang memang lagi ada perbaikan di bagian hulu irigasi, mungkin karena perbaikan tersebut sehingga debit air dikurangi sementara,\" papar Kades.
Perbaikan irigasi sendiri, menurut Ujang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPRPKP) Rejang Lebong. Ia berharap perbaikan tersebut bisa segera selesai sehingga debit air yang mengalir dirigasi kembali normal dan sawah tidak mengalami kekeringan. (251)