BENGKULU, Bengkulu Ekspress- Meskipun saat ini nilai rupiah telah menyentuh level Rp 15.000 per 1 Dollar, namun tak membuat goyah kepada beberapa sektor di Bengkulu. Bahkan Bengkulu pada Agustus 2018 mengalami deflasi sebesar -1.80.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bengkulu, Endang Kurnia Saputra mengatakan, kenaikan dollar selalu berpengaruh terhadap inflasi hingga menyebabkan harga beberapa komoditi mengalami kenaikan. Akan tetapi yang terjadi saat ini di Indonesia, khususnya Bengkulu malah mengalami deflasi tertinggi di Sumatera. \"Ini fenomena yang menarik. Kurs melemah, tapi harga menurun di Bengkulu,\" kata Endang, kemarin (5/9).
Menurunnya harga komoditi di Bengkulu disebabkan oleh meningkatnya faktor supply (persediaan) dan menurunnya demand (permintaan). Sehingga semakin banyak persediaan di pasar tetapi tidak diikuti oleh permintaan yang tinggi akan mendorong rendahnya daya beli masyarakat. \"Ini disebabkan oleh faktor supply dan demand, dimana supplynya banyak sementara demandnya sedikit jadi harga beberapa komoditi di Bengkulu menurun,\" terang Endang.
Sementara itu, faktor lainnya yang menyebabkan harga mengalami penurunan yaitu administered price atau harga yang telah diatur oleh Pemerintah. Beberapa komoditi seperti BBM, Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Tiket Pesawat telah dilakukan penyesuaian sehingga harganya cenderung stabil. \"Pelemahan rupiah tidak begitu berdampak bagi BBM, TDL, dan Tiket Pesawat bahkan harganya masih stabil,\" ujar Endang.
Lalu bagaimana dengan sektor perbankan, BI mengklaim suku bunga bank di Bengkulu lazimnya masih mengacu kepada BI 7Days Reverse Repo Rate yang saat ini 5.5%. Sehingga jika suku bunga acuan BI naik, maka suku bunga bank segera menyesuaikan. \"Untuk bank di Bengkulu masih aman dan baik sehingga tidak perlu dikhawatirkan,\" tegas Endang.
Namun, pelemahan rupiah pada tahun ini mampu memberikan berkah tersendiri bagi para pelaku ekspor. Pasalnya harga beli komoditi yang diekspor jika dirupiahkan nilainya akan bertambah dari harga biasanya. \"Kita asumsikan biasanya jual batu bara ke China pakai dollar, nilai 1 ton batubara sebesar USD$104.65, kemudian di konversi jadi rupiah nilainya jadi Rp 1.5 juta dengan rate kurs $1 sama dengan Rp 15 ribu, kalau kurs $1 sama dengan Rp 14 ribu maka dapatnya Rp 1.4 juta, eksportir rugi Rp 100 ribu setiap tonnya,\" jelas Endang.
Selain itu, sektor-sektor yang berorientasi pada ekspor lainnya juga akan diuntungkan dengan pelemahan rupiah ini. Bahkan perusahaan kelapa sawit yang biasa mengekspor CPO ke negara lain juga ikut kebanjiran rezeki. \"Pelemahan rupiah tidak hanya memberikan masalah tetapi juga keuntungan bagi negara,\" ujar Endang.
Agar pelemahan rupiah semakin memberikan keuntungan bagi Indonesia, Endang berpesan kepada masyarakat untuk tidak panik memborong dollar dan bagi kaum high class, stop dulu beli barang impor. \"Orang kaya Bengkulu tunda dulu deh beli mobil mewah atau barang mewah lainnya yg komponen impornya banyak,\" harap Endang.
Endang juga berharap masyarakat Bengkulu banyak bersedekah karena sedekah menolak bala. Selain itu saat ini bukan saat yang tepat untuk beli atau menabung dollar, karena terlalu mahal (overprice).
\"Tabunglah di Rupiah, sangat membantu untuk menurunkan permintaan terhadap dollar dan jualan lah secara online, sedikit banyak bisa membantu mendatangkan devisa. Kopi Bengkulu, misalnya kami jual sampai ke Swiss kemarin. Lumayan, dapat devisa. Meski sedikit, semoga lama- menjadi bukit,\" tutupnya.
Sementara itu, Direktur Perusahaan Money Changer Bengkulu PT Nurtani Jaya, Tia Nita melalui Kasir, Rika Veronatevy mengaku, selama Agustus 2018 permintaan uang dollar di Bengkulu tidak begitu signifikan. Bahkan jumlahnya masih sama dengan transaksi pada bulan-bulan sebelumnya. Rata-rata jumlah transaksi per bulan yang berhasil dibukukan mencapai $13.000-$14.000.
\"Untuk dollar masih sama saja seperti bulan sebelumnya tetapi untuk permintaan uang riyal paling banyak karena musim haji kemarin banyak yang tukar,\" tukasnya.(999)