BENGKULU, Bengkulu Ekspress - Harga karet dunia kembali terpuruk ke level 160 Yen per Kg. Padahal pada awal Mei 2018 sempat menyentuh level 183 Yen per Kg. Terpuruknya harga karet ini terjadi karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Pakar Ekonomi Unib, Dr Kamaludin mengatakan, tren pelemahan karet terus terjadi diakibatkan ancaman perang dagang antara AS dan China yang memberikan kekhawatiran bahwa akan ada kontraksi pada ekonomi global yang pada akhirnya akan menurunkan konsumsi karet.
\"Bahkan tekanan terhadap harga karet belakangan linier dengan aksi balas-balasan antara AS dan China,\" kata Udin, kemarin (25/6).
Semakin tinggi intensitas perseteruannya, harga karet akan semakin buruk. Padahal AS tengah menikmati perbaikan pertumbuhan ekonominya yang seharusnya mampu membalikkan roda perekonomian global. \"Akan tetapi perang tarif yang terus terjadi belakangan memberikan kekhawatiran tersendiri, dimana konsumsi karet berpeluang turun jika semua negara cenderung memproteksi perekonomiannya,\" terang Udin.
Selama tahun 2018, harga karet terus terpuruk. Bahkan secara teknikal harga karet sudah melewati banyak level support yang seharusnya bisa mendongkrak harganya. \"Tetapi hal ini akan terus terjadi nantinya terlebih bila perang dagang justru diikuti oleh banyak negara lainnya dan dampaknya akan sangat dirasakan oleh para petani,\" tukasnya.
Sementara itu, salah seorang petani karet di Kabupaten Bengkulu Tengah, Sono (35) mengatakan, harga karet di tingkat petani saat ini sebesar Rp 8.300 per kg. Itu pun karena langsung jual ke pabrik. Kalau ke toke, harganya hanya Rp 6.900 per kg. Harga getah saat ini memang semakin jatuh dari sebelumnya masih bisa berkisar Rp 9.000-an per kg.
\"Petani tentu sangat berharap harganya bisa naik lagi ke Rp 10.000 per kg. Karena itu merupakan harga ideal untuk saat ini,\" ujar Sono.
Murahnya harga beli karet tersebut membuat para petani menjadi malas untuk menyadap karet karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari hasil yang diperoleh. Selain itu pohon karet yang disadap masyarakat juga sudah tidak produktif karena sudah berusia lanjut.
\"Tanaman karet di sudah banyak yang sudah berusia lanjut, getah yang dihasilkan juga sedikit, seharusnya saat ini karet harus ditanam ulang, namun biaya untuk menanam kembali tersebut cukup tinggi, kami berharap harga karet bisa naik sehingga ekonomi masyarakat kembali stabil,\" tutupnya.(999)