Pendapatan TPR Minim, PAD Perhubungan Nol
KEPAHIANG, BE –Keberadaan 2 Tempat Pemungutan Retribusi (TPR) di Kepahiang yang ada, kini tak dapat menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) yang berarti. Pasalnya, lembaga milik Pemkab yang seharusnya menjadi sumber penghasilan daerah itu mandul, karena sebagian besar pengemudi kendaraan angkutan tak mau membayar retribusi. Hal tersebut diakui Kepala Dinas Budparhubkominfo Kepahiang, Amirudin Dalip SPd melalui Kabid Lalulintas dan Angkutan Darat, Zamhadi S. Dikatakannya, dari 2 TPR yang ada di Pasar Kepahiang dan Terminal Merigi, persoalan yang dihadapi sama. Yakni, kebanyakan angkutan kendaraan tidak mau bayar TPR walau petugas sudah melakukan upaya yang maksimal. \'\'\"TPR kita kini menghadapi kendala pemungutan retribusi. Banyak sekali kendaraan yang tidak mau bayar dengan berbagai alasan,\" katanya. Menurutnya, sementara ini pungutan TPR sendiri tak mengalami kenaikan dari masa sebelumnya. Pungutan truk hanya Rp 3.500, angkutan desa (angdes) Rp 1.500, angkutan kota (angkot) Rp 1000 dan kendaraan jenis pick up sebesar Rp 2 ribu. \"Memang untuk kendaraan jenis truk kita kenakan pula uang kebersihan sebesar 1.500. Tapi walaupun retribusi tidak mengalami kenaikan, faktanya banyak kendaraan yang tidak mau bayar saat melintas di TPR,\" katanya. Lebih lanjut, diungkap Zamhadi, minimnya pendapatan TPR juga disebabkan banyaknya kendaraan angkutan umum (travel) yang belum memiliki izin trayek dari dinas terkait karena beplat hitam. Sedangkan travel plat hitam tersebut kini telah mendominasi kendaraan angkutan umum, baik yang bernomor polisi (nopol) seri B dari daerah Jakarta atau BG dari Palembang. \"Dari data yang kita miliki, sekitar 200 kendaraan travel plat hitam yang melintas di daerah nini. Kendaraan itu melayani angkutan orang tanpa membayar retribusi saat melintasi TPR,\" tandasnya. (505)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: