Situasi di Marawi Makin Ngeri
jpnn.com, MARAWI - Kekuatan militer Filipina belum mampu mengalahkan kelompok militan Maute di Marawi, Provinsi Lanao del Sur, Kepulauan Mindanao.
Sejak Rabu (24/5) hingga kemarin, mereka belum berhasil mengambil alih kota yang memang menjadi markas kelompok tersebut.
Alih-alih mengalami kemajuan, jumlah korban jiwa dari warga sipil kian banyak. Tiga perempuan dan satu anak ditemukan tewas dibunuh di dekat universitas di Marawi.
”Kami menemukan mayat mereka saat melakukan operasi penyelamatan Sabtu (27/5),” ujar Juru Bicara Militer Minadano Letkol Jo-ar Herrera kemarin.
Dia mengungkapkan, dari laporan yang masuk, 19 warga sipil menjadi korban. Namun, belum bisa dipastikan apakah itu termasuk delapan orang yang ditemukan kemarin pagi di ngarai di luar Kota Marawi. Situasi yang belum kondusif membuat berita kematian penduduk sipil simpang siur.
Dari pihak militer, diketahui 13 prajurit dan dua polisi menjadi korban jiwa. Sedangkan militan Maute telah kehilangan 51 anggota.
Anggota Maute dari kota lain, tampaknya, turun gunung untuk membantu rekan-rekannya di Marawi. Sebab, awalnya, diduga hanya 40-an militan yang berada di ibu kota Provinsi Lanao del Sur.
Berdasar paparan jurnalis kantor berita Reuters, delapan jenazah di ngarai itu dibunuh secara sadis. Tangan mereka diikat ke belakang dan peluru menembus kepala masing-masing. Salah satu jenazah terdapat tulisan munafik.
Militer beranggapan bahwa Maute sengaja mengeksekusi penduduk agar mendapatkan pengakuan dari militan Isamic State (IS) alias ISIS. Sama halnya dengan kelompok Abu Sayyaf, Maute menyatakan dukungannya untuk ISIS.
Baku tembak masih memanas kemarin. Pemerintah Filipina mengirimkan pasukan darat tambahan untuk merebut Marawi.
Beberapa helikopter yang diterjunkan ke lokasi menembakkan sedikitnya delapan roket ke arah persembunyian militan. Asap membubung tinggi di berbagai titik dan pesawat pengintai terus berputar-putar di langit Marawi.
”Penolakan mereka untuk menyerah membuat kota menjadi tersandera. Karena itu, kini kian penting untuk meningkatkan penggunaan operasi serangan udara demi membersihkan dan mengakhiri pemberontakan secepatnya,” tegas Juru Bicara Militer Filipina (AFP) Brigjen Restituto Padilla.
Penduduk yang ketakutan melarikan diri ke tempat yang dianggap aman. Beberapa penduduk membawa tongkat berbendera putih untuk membedakan diri dengan militan.
Mereka takut tentara yang bersembunyi di balik gang dan tank-tank baja akan menembak jika lari begitu saja tanpa penanda apa pun. Mayoritas penduduk melarikan diri sejak Rabu (24/5).
Di lain pihak, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menggelar konferensi pers kemarin. Dia menjelaskan, kelompok Maute hanya memiliki 260 anggota. Namun, dalam pertempuran di Marawi, mereka dibantu para penjahat setempat.
Pemimpin yang akrab dipanggil Digong itu menegaskan, dirinya tidak akan menggubris para penentang status darurat militer di Kepulauan Mindanao yang diberlakukan sejak Selasa malam (23/5).
epatnya saat pasukan Filipina yang berusaha menangkap petinggi Abu Sayyaf Isnilon Hapilon di Marawi gagal.
”Sampai polisi dan militer mengatakan aman, status darurat militer akan terus diberlakukan. Saya tidak akan mendengarkan orang lain. MA, kongres, mereka tidak di sini,” ujar Duterte di hadapan para prajurit di Jolo, Provinsi Sulu, Kepulauan Mindanao, Sabtu (27/5).
Berdasar konstitusi 1987, ada batasan dan syarat untuk status darurat militer. Tujuannya, penyalahgunaan kekuasaan seperti masa kediktatoran Ferdinand Marcos tak terulang.
Deklarasi darurat militer harus sesuai dengan persetujuan kongres. Batasannya juga hanya 60 hari. Jika diperpanjang, presiden harus meminta persetujuan kongres lagi.
MA juga ikut mengatur legalitas status darurat militer. Kongres baru akan melakukan pembahasan pekan ini. (AFP/Reuters/sha/c21/any)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: