Jamaah Haji Kelelahan karena Memaksa Lempar Jumrah

Jamaah Haji Kelelahan karena Memaksa Lempar Jumrah

Hari Kedua dan Ketiga Pilih Diwakilkan

\"haji\" Hari pertama melempar jumrah diwarnai banyaknya jamaah yang kelelahan. Mereka duduk dan berbaring di dalam terowongan yang menghubungkan Jamarat dengan tenda-tenda maktab di Mina. Para jamaah itu akhirnya dievakuasi menggunakan kursi roda menuju klinik kesehatan di Mina.

FATHONI P. NANDA - dari Makkah

Hampir semua jamaah haji, termasuk yang sudah lanjut usia, berusaha melaksakan lempar jumrah hari pertama. Dampaknya, banyak yang kelelahan.

Setelah menjalani wukuf di Arafah dan mabit (menginap, red) di Muzdalifah pada 9 Zulhijjah (11/9), jamaah haji memang diarahkan menuju Mina. Pada 10 Zulhijjah (12/9), jamaah melakukan prosesi lempar jumrah aqobah. Hampir semua jamaah asal Indonesia berangkat melempar jumrah setelah ashar. Itu juga sesuai dengan saran Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) dengan mempertimbangkan padatnya waktu lain yang dipilih mayoritas jamaah haji dari berbagai negara.

”Semua jamaah haji ingin merasakan melempar jumrah. Mereka memilih hari pertama pada saat hanya melempar jumrah aqobah,” ujar Kepala Satop Armina PPIH Jaetul Muchlis kemarin.

Jarak terdekat antara maktab jamah haji reguler Indonesia dengan Jamarat sekitar empat kilometer. Dari lantai tiga jamarat, jarak itu ditempuh dengan jalan kaki melewati Terowongan Muaisim yang terhubung dengan lokasi tenda-tenda jamaah. Tidak ada sarana transportasi yang bisa melewati terowongan itu.

”Jamaah kita banyak yang sudah lanjut usia. Fisik mereka sudah kelelahan setelah menjalani wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Ditambah berjalan kaki sangat jauh untuk melempar jumrah, jadinya kelelahan,” ujar Jaetul yang kemarin mendorong jamaah lansia dengan kursi roda di sekitar jamarat.

Jamaah yang kelelahan hanya bisa menunggu pertolongan dari tim kesehatan. Karena jumlahnya tak sebanding, sebagian terpaksa harus menunggu terlalu lama. Pada hari kedua lempar jumrah kemarin (13/9), kepadatan jamaah mulai menurun. Banyak di antara jamaah yang mewakilkan prosesi itu ke suami, istri, rekan atau ketua rombongan. ”Saya kira besok juga sudah tidak sepadat hari pertama. Jamaah lansia sudah merasakan lelahnya berjalan pulang pergi dari maktab di Mina ke Jamarat, dan akhirya memutuskan untuk mewakilkan prosesi itu,” ujarnya.

Sejumlah jamaah menyiasati jauhnya perjalanan pulang pergi maktab-jamarat dengan cara lain. Setelah melempar jumrah, mereka memilih berdiam diri di sekitar jamarat hingga tengah malam. Setelah itu, balik ke hotel pemondokan di kawasan Sisyah yang jaraknya hanya sekitar 1 km dari jamarat.

Hal itu dilakukan jamaah kloter 2 embarkasi Lombok Muhammad Ahyat. Pria 46 tahun itu kembali ke pemondokan setelah melempar jumrah dan menunggu hingga tengah malam. \'\'Mandinya tidak perlu antre seperti di maktab-maktab Mina,” kata Ahyat.

111 Jamaah Wafat

Jamaah haji Indonesia yang meninggal di tanah suci hingga kemarin mencapai 111 orang. Rincianya, 94 meninggal sebelum memasuki prosesi Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina), tiga jamaah meninggal di Arafah pada 8 zulhijjah (10/9), enam meninggal di Arafah pada 9 Zulhijjah (11/9), satu meninggal di Muzdalifah (12/9), dan tujuh meninggal di Mina (12 sampai 13 September).

Kepala Pusat Kesehatan Haji Indonesia di Arab Saudi Muchtaruddin Mansyur mengungkapkan, mayoritas jamaah yang meninggal di Armina karena gangguan jantung. Ada juga yang karena heat stroke. ”Faktor cuaca juga sangat memengaruhi fisik jamaah,” ujarnya.

Evakuasi jamaah sakit dan kelelahan di rute jamarat terkendala akses ambulans. Karena itu, tim gerak cepat mengakut jamaah yang tidak kuat berjalan hanya dengan kursi roda. ”Kami sudah meminta bantuan pihak muassasah (institusi penyelenggara layanan haji) dan direspons dengan penririman ambulans. Tapi, aksesnya terbatas,” kata Muchtaruddin. (*/ca)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: