Ratusan Warga Tolak Hutan Lindung
BENTENG, BE - Sekitar 700 warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Rejang Gunung Bungkuk (FRMGB) Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) menggelar demo di depan kantor bupati Benteng, Senin (11/4) kemarin. Warga yang berasal dari 13 desa di Kecamatan Pagar Jati dan Kecamatan Merigi Sakti ini menolak perluasan lahan hutan lindung (HL) di desa mereka yakni Desa Komering, Durian Lebar, Rajak Besi, Pagar Besi, Taba Gemantung, Susup, Renah kandis, Renah Jaya, karang Are, Tumbuk, Desa Talang Curup, Penembang, Lubuk Unen I dan Desa Lubuk Unen II. \"Dari hearing yang dilakukan di kantor DPRD Benteng beberapa waktu lalu, bupati berjanji akan membentuk tim untuk membantu kami menolak perluasan lahan hutan lindung itu. Namun, lebih dari satu bulan ini tidak ada lagi komunikasi dan progresnya. Makanya kami turun ke kantor bupati ini,\" tegas Ketua FRMGB Benteng, Nurdin (40). Pantauan BE, kedatangan warga ini disambut langsung oleh Bupati Benteng Dr H Ferry Ramli SH MH. Setelah para pendemo itu berorasi, sejumlah perwakilan mereka dibolehkan masuk ke ruang rapat bupati untuk hearing mencari solusi yang tepat terkait masalah tersebut. \"Dari hearing barusan, diketahui tim kabupaten bersama tim dari provinsi akan melakukan survei dan akan melihat langsung batas hutan lindung dan hutan ulayat milik warga. Jika tidak ada tindak lanjutnya, kami akan kembali turun dengan masa yang lebih banyak dar ini. Selain itu, kami tidak menjamin bahwa suasana demo selanjutnya bisa kondusif seperti ini,\" ungkap Nurdin usai hearing dengan Bupati Ferry. Dijelaskan Nurdin, sejak zaman penjajahan Belanda, hutan lindung tersebut telah memiliki garis batas yang jelas dan biasa disebut BBCN. Sedangkan tanah yang berada di luar batas hutan lindung disebut sebagai hutan marga atau hutan ulayat yang dijadikan sebagai tempat masyarakat secara turun temurun melakukan kegiatan usaha bertani dan berkebun. Namun pada tahun 1991, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui pemerintah daerah yang saat itu masih penguasaan Bengkulu Utara melakukan pemasangan patok batas hutan lindung yang baru diatas hutan marga, sehingga terjadi perluasan HL. Akibat perluasan kawasan hutan lindung tersebut, puluhan hektare lahan pertanian yang selama ini sudah digarap warga masuk ke dalam kawasan hutan lindung. \"Ada sekitar 1.200 hektare lahan milik 625 kepala keluarga masuk ke dalam kawasan hutan lindung. Bahkan di Desa Susup, sebagian pemukiman warga termasuk ke dalam HL. Kami harap pemerintah bisa berpihak kepada kami,\" harapnya. Ancam Pertambangan Selain menolak perluasan HL, para pendemo juga meminta agar aktivitas tambang batu bara bawah tanah di Desa Susup, Kecamatan Merigi Kelindang juga dihentikan. \"Saat ini kami sudah mengantongi sebanyak 1.700 tanda tangan warga yang menolak. Intinya, sekitar 99 persen warga menolak aktivitas tambang bawah tanah itu. Penolakan adalah harga mati bagi. Jika hingga hari Senin mendatang tidak ada pertemuan membahas masalah ini, kami akan tutup sendiri tambang itu. Bahkan mungkin akan kami bumi-hanguskan,\" ancam Nurdin. Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Kabupaten Benteng, Rustam Effendi mengaku, pihaknya akan segera mengirimkan surat ke Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu untuk meminta peta wilayah serta bantuan sejumlah tenaga ahli untuk melakukan pengecekan kawasan hutan lindung di Kabupaten Benteng. \"Kita akan membentuk tim terpadu, yang merupakan gabungan dari Dishut kabupaten dan provinsi untuk melakukan pengecekan. Hasil inilah yang nantinya akan kita bawa dan diekspose ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Rencananya, kita akan turun kelapangan pada hari Rabu (13/4) besok,\" jelas Rustam.(135)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: