Presiden-Wapres Siap Beri Keterangan

Presiden-Wapres Siap Beri Keterangan

JAKARTA, BE - Kasus dugaan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam kasus Papa Minta Saham PT Freeport terus bergulir. Istana pun menyatakan jika Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) siap memberikan keterangan jika memang diperlukan. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, dalam kasus untuk mengadili Ketua DPR Setya Novanto itu, presiden dan wapres memang tidak punya beban. \"Karena itu, beliau dengan senang hati memberi pernyataan soal itu,\" ujarnya di kompleks Istana Presiden kemarin (14/12). Pramono mengungkapkan hal tersebut saat ditanya bagaimana tanggapan Istana terkait munculnya rencana DPR yang tidak hanya  memproses kasus pencatutan nama maupun perpanjangan kontrak Freeport melalui MKD, namun juga akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) maupun hak angket. Hanya saja, Pram tidak menegaskan Presiden dan Wapres akan memberikan keterangan dalam sidang MKD atau pansus DPR. \"Soal MKD, Pansus, atau (hak) angket itu sebenarnya urusan dewan. Tapi kalaupun harus membahas soal perpanjangan kontrak Freeport, presiden dan wapres tidak punya beban sama sekali, jadi prioritasnya adalah kepentingan negara,\" katanya. Terkait sidang MKD, Pramono menyebut jika presiden juga terus memantau. Karena itu, sebelum hadirnya Menkopolhukam Luhut ke MKD, Presiden Jokowi sempat melakukan pembicaraan dengan Luhut sebelum menjadi saksi di MKD. Pramono mengatakan, tidak ada arahan khusus dari presiden kepada menkopolhukam. \"Kami yakin Pak Luhut objektif, tidak membela siapa-siapa,\" ucapnya.  Meski demikian, Pramono menyebut jika ada satu hal yang dirasa kurang pas, yakni ketika tiga anggota MKD datang ke kantor Kemenkopolhukam untuk menghadiri konferensi pers Luhut saat mengklarifikasi perihal penyebutan namanya dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin, dan pengusaha Riza Chalid.  \"Soal itu patut disayangkan,\" ujarnya. Luhut Tak Tahu soal Rekaman Sementara itu, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan memenuhi panggilan sekaligus keinginan pribadinya untuk diperiksa sebagai saksi di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto. Dengan latar belakang kemarahannya saat menggelar konferensi pers di kantornya terkait kasus rekaman PT Freeport itu, Luhut berjanji akan memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada MKD. Namun, keterangan yang diberikan Luhut tidak banyak membantu karena lebih banyak membantah saat ditanya soal rekaman dan pelanggaran Novanto. Sejumlah pertanyaan terkait rekaman dilontarkan beberapa anggota MKD kepada Luhut. Anggota MKD dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Syarifuddin Sudding yang pertama menanyakan hal itu. Sudding bertanya bagaimana pandangan Luhut saat disebut di rekaman terkait proyek pembangunan pembangkit listrik di Papua. Tidak ada jawaban tegas dari Luhut soal itu. \"Saya tidak tahu soal itu, tanya saja ke yang bersangkutan,\" kata Luhut. Saat ditanya apakah mengenal Muhammad Riza Chalid, pengusaha yang terlibat dalam rekaman yang dibuat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Luhut mengiyakan. Dia menyebut hubungannya dengan Riza adalah sebatas bisnis, namun makin dekat saat Riza aktif di Koalisi Merah Putih. \"Karena posisi saya di pemerintahan, saya berhubungan dengan saudara Riza di KMP, bagaimana hubungan KMP dengan pemerintah,,\" ujarnya. Namun, saat ditanya soal pernyataan Riza dalam rekaman, terkait permintaan saham yang menyebut nama dia, Luhut kembali menjawab defensif. \"Yang Mulia tanya saja sama Riza,\" jawabnya dengan nada melawan. Anggota MKD Akbar Faizal bertanya apakah Luhut pernah mendengarkan rekaman percakapan antara Novanto, Riza, dan Maroef. Luhut menjawab bahwa dirinya baru mendengar sepotong-sepotong rekaman itu melalui televisi. Akbar bertanya terkait pernyataan Novanto yang menyebut Luhut pernah bertemu Presdir Freeport Jim Bob di Amerika. \"Saya memang pernah bertemu Jim Bob, berbicara bisnis. Saya tanya dia kenapa memilih saya, karena ada huru hara di Timika. Namun kerjasama itu tidak berlanjut karena tidak disetujui pemerintah,\" ujarnya. Akbar bertanya soal penyebutan nama Luhut sebanyak 66 kali dalam rekaman. Namun, Luhut tidak bersedia menjawab dengan meminta Akbar mengklarifikasi kepada Novanto atau Riza. Tak puas, Akbar bertanya soal pendapat pribadi Luhut karena ikut disebut-sebut dalam rekaman. \"Apakah wajar dan etik, Novanto dan Riza menjual nama saudara dalam kasus ini?\" tanya Ketua DPP Partai Nasdem itu. Luhut memilih tidak menjawab langsung. Dia menyatakan akan melihat dan mempelajari dulu isi rekaman. \"Hari ini saya tidak bisa berkomentar,\" kata mantan politikus Partai Golongan Karya itu. Namun, Akbar mendesak apakah Luhut tidak tersinggung dibicarakan seperti itu. Luhut tetap pada pendiriannya untuk tidak menjawab. \"Ya saya melihat Yang Mulia punya keputusan. Tentu MKD lebih tahu. Saya tidak mau berpersepsi. Saya jangan didorong bersikap,\" ujarnya. Akbar mempertanyakan pertanyaan terakhir. Kali ini, dia membandingkan pernyataan Luhut dengan kemarahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla terkait isi rekaman. Luhut mulai angkat bicara namun tidak menjawab secara terbuka. \"Tentu tidak semua langkah-langkah yang saya lakukan saya ekspose. Saya bertemu dengan Presiden semalam, banyak yang dibahas. Salah satunya soal ini,\" ujarnya. Anggota MKD Guntur Sasono menyayangkan posisi Luhut yang terkesan cari aman. Sebagai Menko, wajar jika Luhut kenal dengan Novanto. Bahkan, wajar jika Luhut yang juga purnawirawan Jenderal kenal dengan Jim Bob yang juga mantan tentara. Namun, seharusnya keterangan Luhut bisa lebih terbuka di sidang MKD. \"Bapak juga di pusaran pemerintahan. Sehingga rakyat menunggu klarifikasi,\" kata anggota Fraksi Partai Demokrat itu mengingatkan. Guntur lantas menanyakan soal rekaman, seperti halnya Sudding dan Akbar. Namun, Luhut tetap pada pendiriannya. \"Saya tidak ambil pusing soal itu. Jujur saya belum pernah baca soal isi rekaman itu,\" ujarnya. Guntur kembali menyayangkan sikap Luhut. Sebab, hal itu berbeda dengan posisi Luhut sebelum pemanggilan yang terlihat bersemangat. \"Bapak marah-marah kemarin, kami ingin berbagi rasa, kami juga sakit. Banyak yang menyayangkan,\" ujarnya. Anggota MKD A. Bakrie juga ragu dengan kesungguhan Luhut bersaksi di MKD. Bakrie memperdalam pernyataan Luhut terkait pertemuan dengan Presiden Jokowi pada Minggu malam. \"Presiden kan marah, tapi tidak mendalami hal ini,\" ujar anggota Fraksi Partai Amanat Nasional itu. Bakrie lantas bertanya terkait inisiatif Luhut mengundang MKD dalam konferensi pers yang dia buat pada Jumat pekan lalu. Menjawab hal itu, Luhut mengaku pada awalnya tidak merasa ada sinyal bakal diundang MKD sebagai saksi. Sehingga dia berinisiatif untuk menggelar keterangan pers dan mengirimkan undangan kepada seluruh pimpinan dan anggota MKD. \"Supaya Yang Mulia bisa mendengar, saya undang. Namun, ternyata ada undangan dari MKD. Jangan berburuk sangka,\" jawab Luhut. Bakrie kemudian menanyakan komitmen Luhut untuk membantu MKD. Kali ini, Bakrie bertanya apakah Luhut selaku Menkopolhukam bersedia membantu menghadirkan Riza di persidangan MKD, termasuk mendatangkan rekaman asli dari Kejagung. \"Kalau saudara bisa bantu, ini bisa mengurangi beban MKD, karena ini yang ditunggu-tunggu,\" ujarnya. Menjawab hal itu, Luhut tidak memberikan garansi. Dia menyatakan akan menyampaikan hal itu kepada kepolisian. Soal rekaman, Luhut juga menyatakan akan mempertanyakan itu kepada Jaksa Agung. Saat sesi kedua persidangan MKD dimulai, Luhut sudah memberikan jawaban. \"Saya sudah telepon Jaksa Agung, Jaksa Agung menyampaikan masih membutuhkan rekaman itu dan tidak bisa dipinjamkan karena surat dari pemilik rekaman yang tidak bersedia meminjamkan,\" ujarnya. Luhut kemarin tiba pukul 13.00 untuk menghadiri persidangan MKD. Sekitar pukul 17.30, MKD sudah selesai memeriksa Luhut. Luhut dengan pengawalan ketat langsung berjalan meninggalkan gedung DPR tanpa menghiraukan pertanyaan wartawan. Sementara itu Kejaksaan Agung (Kejagung) melanjutkan pengusutan pada kasus dugaan pemufakatan jahat yang mengarah pada korupsi. Kemarin (14/12) Presiden Direktur PT Freeport Maroef Sjamsoeddin dan Sekretaris Pribadi Ketua DPR Setya Novanto bernama Dina diperiksa Kejagung. Maroef datang sekitar pukul 09.30. Tanpa panjang lebar, dia hanya menyebut bahwa pihaknya melanjutkan melengkapi pemeriksaan yang dilakukan Kejagung. \"Soal materi pokok kasus ini, selebihnya silakan tanya ke Kejagung,\" ujarnya singkat. Sementara Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menuturkan bahwa sekretaris Setya Novanto diperiksa karena Dina mengetahui pertemuan tersebut. \"Kami ingin mengetahui siapa inisiator pertemuan tersebut,\" paparnya. Hingga saat ini, penyidik Kejagung telah mengantongi nama siapa yang memesan hotel dan membayar hotel tersebut. Bukti yang terkait itu nota pemesanan dan pembayaran hotel. \"Kami juga sudah punya bukti itu,\" ujarnya. Dia menjelaskan, hingga saat ini kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Bukti dan keterangan saksi masih dikumpulkan sebelum bisa meningkatkan status menjadi penyidikan. \"Kalau tindak pidana sudah pasti, baru kami tingkatkan status perkaranya,\" paparnya. Sementara Pengacara Setya Novanto, Razman Arif Nasution mendatangi Bareskrim kemarin. Dia menyebut bahwa kehadirannya untuk melaporkan upaya pencemaran nama baik yang dilakukan salah satu media televisi. Namun, rencananya dalam waktu dekat juga akan melaporkan Jaksa Agung H M. Prasetyo. \"Prasetyo juga akan dilaporkan untuk dugaan penyalahgunaan wewenang,\" tuturnya. Dia menuturkan, laporan untuk Jaksa Agung ini karena berupaya mengintervensi masalah tersebut dengan dasar kepentingan politik. \"Laporannya nanti ya, sekarang masih untuk medianya,\"paparnya kemarin.(jpg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: