Tekan Biaya, Tahu & Tempe Diperkecil
CURUP, BE - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika juga berdampak di Rejang Lebong, terutama bagi pengusaha tahu dan tempe. Hal tersebut karena bahan dasar pembuatan tahu dan tempe yaitu kedelai, merupakan kedelai impor. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, tentunya akan berdampak pada kenaikan harga kedelai. Tentu saja hal tersebut akan berdampak pada produksi tahu dan tempe di Rejang Lebong. Untuk menyiasati kenaikan harga bahan dasar pembuatan tahu dan tempe tersebut, para pengrajin tahu dan tempe tidak menaikkan harga jual melainkan hanya mengecilkan ukuran tahu dan tempe dari biasanya. \"Kalau kita naikkan harga jual, pembeli akan sepi. Meskipun harga kedelai mulai naik, yang bisa kita lakukan yaitu megecilkan ukuran,\" aku Waldito (48) salah satu perajin tahu pong atau tahu khusus gorengan yang ada di Gang Belimbing Kelurahan Air Sengak, Kecamatan Curup. Terkait dengan harga kedelai impor sendiri, menurut Waldi saat ini harga kedelai impor sudah berada pada angka Rp 8.200 per Kg. Kenaikan harga kedelai tersebut terjadi setelah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang berada pada Rp 14 ribu perdolar. Dimana sebelumnya melemahnya nilai tukar rupiah tersebut harga kedelai impor masih normal di angka Rp 7 ribu per Kg. \"Memang dalam beberapa minggu terakhir harga kedelai terus mengalami kenaikan dari awalnya hanya Rp 7 ribu saat ini sudah menjadi Rp 8.200 per kilogramnya,\" tambah Waldi. Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikan harga kedelai impor tersebut kemungkinan besar masih akan terjadi. Bahkan menurutnya bisa mencapai Rp 9 ribu per Kg seperti yang terjadi pada tahun 2014 lalu. \"Kita masih khawatir harga kedelai bisa mencapai Rp 9 ribu per kilogram seperti yang terjadi pada tahun 2014 lalu,\" jelas Waldi. Terkait dengan kedelai lokal sendiri, Menurut Waldi kendati harganya lebih murah dan kadar santannya lebih banyak, namun kualitas kedelainya tidak baik. Karena dalam satu karung kedelai banyak dicampur bahan lainnya seperti tanah, pasir hingga biji kopi. Dengan banyaknya campuran tersebut, tentunya akan menambah pekerjaan para pengrajin dan bisa merusak mesin pengolahan kedelai. \"Untuk harga kedelai lokal bisalebih murah hingga Rp 1.000, namun campuran benda lainnya lebih banyak, dari satu karung kedelai bisa setengah campurannya,\" jelas Waldi. Waldi berharap harga kedelai dipasaran bisa kembali turun seperti sediakala, karena bila kenaikan terus terjadi, maka tidak menutup kemungkinan usaha yang sudah lama ia tekuni tersebut bisa gulung tikar. Senada dengan yang disampaikan Waldi, Kastubi (62) salah satu pengrajin tempe d Kelurahan Air Sengan juga berharap agar harga kedelai impor bisa normal kembali. Meskipun harga kedelai naik, ia berharap pemerintah bisa memberikan solusi kepada para pengrajin tahun dan tempe sehingga tidak membuat mereka gulung tikar. \"Kalau terus naik dan tidak ada solusi dari pemerintah tentu saja akan mengancam usaha kami, bahkan kami bisa tutup,\" jelas Kastubi. (251)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: