Kandidat Ijazah Palsu Tak Dicoret
JAKARTA, BE - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggandeng Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) untuk melakukan verifikasi ijazah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan bertarung pada pilkada serentak tahun 2015. Langkah ini dilakukan bertujuan untuk mencegah bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menggunakan gelar akademik palsu. “Gelar akademik merupakan salah satu daya tarik yang dapat digunakan peserta pilkada untuk menyakinkan pemilih. Untuk itu, kami ingin memastikan setiap bakal calon berhak atas gelar akademik yang dicantumkan dalam biodata yang disampaikan ke KPU saat pendaftaran,” ujar Ketua KPU Husni Kamil Manik, Kamis (30/7). Menurut Husni, jika dalam verifikasi ijazah bakal calon ditemukan ijazah palsu untuk pendidikan tingginya, tetap sah sebagai kandidat. Karena persyaratan umum bakal calon kada minimal ijazah SMA. Namun begitu, hasil verifikasi ijazah perguruan tinggi tetap berdampak pada boleh atau tidaknya bakal calon menggunakan gelar akademik dalam administrasi pilkada. “Jadi jika pemalsuan ijazah berlanjut ke ranah hukum dan bakal calonnya diputus bersalah oleh pengadilan atas dugaan pemalsuan ijazah, maka bakal calon akan dibatalkan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ujarnya. Husni mengatakan pelibatan Kemenristek Dikti merupakan upaya KPU meningkatkan kualitas pemeriksaan dokumen persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Selain untuk mencegah penggunaan gelar akademik palsu, verifikasi juga bertujuan memastikan bakal calon memberikan informasi yang benar tentang dirinya kepada KPU dan publik. Sementara itu, Menteri Riset dan Dikti, Mohammad Nasir mengungkapkan setelah pendaftaran balon kada dan wakada ditutup, pihaknya langsung melakukan verifikasi.\"Ada kami lihat beberapa kampus program studinya belum mendapatkan izin dari Kementerian Ristek dan Dikti. Atau lembaganya tidak mendapatkan izin.Kalau dia tidak mendapatkan izin, atau mengeluarkan ijazah yang tidak sesuai atau yang mendapatkan izin tapi proses pembelajarannya tidak sesuai ini dikategorikan semua ijazah palsu,\" papar Nasir. Ia juga menegaskan sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga mengatur sanksi pidana bagi pihak yang mengeluarkan, maupun menggunakan ijazah palsu. \"Bagi yang mengeluarkan ijazah ancaman maksimum 1 tahun dan denda maksimum Rp 1 miliar. Bagi pemegangnya dipidana maksimum 5 tahun, dan denda maksimum Rp 500 juta. Ini sesuai UU tersebut.Yang selama ini memang terjadi, penggunaan ijazah tidak sesuai, atau menggunakan gelar yang tidak sesuai,\" kata Nasir. Verifikasi Kementerian Ristek dan Dikti paling lama satu minggu sejak berkas kandidat disampaikan oleh KPU. Sebab, sudah memiliki sistem tekonologi informasi yang terintegritas. \"Kami sudah punya pangkalan data. Dapat dilihat universitas mana, program studi apa, dia lulus tahun berapa, berapa jumlah SKS yang dihasilkan, semua itu tercantum di sana. Nanti kami cari bukti-bukti status kelembagaan itu. Benar atau tidak. Kalau oke, berarti sesuai. Dan sebaliknya,\" ujar Nasir.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: