BOGOR- Masyarakat Indonesia sedang keranjingan bersosialita di dunia maya. Sebagai Negara berkembang, Indonesia ternyata selalu berada di lima besar pengguna berbagai jejaring sosial media (sosmed) se-dunia.
Sejak kemunculan Friendster di awal tahun 2000an, sosmed ini berhasil menjaring jutaan pengguna dari Indonesia. Beberapa tahun kemudian, angka melek sosmed terus meningkat dan mengalami lonjakan drastis ketika Mark Elliot Zuckerberg menciptakan Facebook yang lebih \"nyaman\" bersosialisasi ketimbang Friendster. Facebook berhasil menyedot puluhan juta pengguna dari Indonesia. Kini pengguna aktif dan tumbuh lebih dari 7.702.340 dalam 6 bulan terakhir.
Berdasarkan data yang dinukil Radar Bogor via socialbakers, Fesbuker (pengguna Facebook) Indonesia menempati posisi penetrasi ke empat atau 21.20 persen dari total populasi penduduk. Artinya, jika penduduk Indonesia 244.785.796 (2012), maka 51.402.917 jiwa merupakan fesbuker.
Tak hanya itu, sebesar 216,93 persen pengguna internet adalah pemilik akun Facebook dari Indonesia. Jika membandingkan dengan negara-negara terdekat, penetrasi pengguna Facebook Indonesia 0,10 persen lebih tinggi ketimbang dengan Negara Cape Verde dan 0,57 persen lebih rendah dibanding penetrasi pengguna dari Negara Suriname.
Socialbakers juga memonitor demografi pengguna Facebook di Indonesia. Kelompok usia terbesar saat ini adalah 18-24 dengan total 22.139.860 pengguna. Diikuti oleh pengguna di rentang usia 25-34. Sementara rasio pengguna Facebook di Indonesia, didominasi oleh pengguna laki-laki sebesar 59 persen dan pengguna perempuan sebesar 41 persen. Jika dibandingkan dengan Negara lain, pengguna Facebook laki-laki di India sebesar 75 persen dan perempuan 25 persen. Sedangkan di Meksiko, 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan di Meksiko.
Selain menawarkan sebuah halaman pribadi bagi pengguna, Facebook juga memberi kesempatan sebuah fun page atau halaman dari merek sebuah produk. Ada lima top brands yang kerap dikunjungi dan disukai oleh pengguna Facebook di Indonesia. Di antaranya, Yamaha Motor Indonesia, Blackberry, Surfer Girl, Chocolatos dan Axe Id. Masing-masing memiliki penggemar sekitar dua juta orang.
Sementara itu, posisi pengguna internet Indonesia di jejaring sosmed twitter lebih ganas lagi. Indonesia menempati posisi ke-tiga dunia sebagai Negara yang paling banyak ngoceh. 10,81 persen twit dari seluruh dunia berasal dari Indonesia. Angka ini pun bergerak dinamis setiap harinya. Bahkan, berdasarkan pantauan aworldoftweets frogdesign tadi malam, Indonesia sempat menduduki posisi ke-dua dunia di bawah Amerika dan di atas Malaysia, Meksiko, Brasil dan United Kingdom (Inggris).
Profil yang paling cepat tumbuh di twitter adalah profil informatif, dan artis atau tokoh internasional dan nasional. Seperti profil @TipeDarah@TipeDarah dengan jumlah pengikut 622.966. Sementara profil artis yang menduduki posisi tertinggi jumlah pengikut adalah penyanyi Agnez Monica dengan akun @agnezmo dan jumlah pengikut sebesar 6.398.109. Disusul Sherina Munaf dengan akun @sherinamunaf dan jumlah pengikut sebanyak 5.073.771.
Pertumbuhan pengguna sosmed, tak lepas dari fungsinya yang mampu membawa dunia ke genggaman pengguna. Fungsi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari sekadar pertemanan, gathering hingga sarana bisnis gratis. Tak sedikit pengusaha yang sukses berbisnis melalui media sosmed, bahkan melebihi profit pada bisnis fisik. Tentunya anda tak asing dengan iklan-iklan online shop di Facebook dan twitter bukan? Bisnis ini terus menjamur, karena keuntungan lebih besar dengan budget lebih minim bagi pengusaha. Siapa yang tak tertarik dengan tawaran menggiurkan seperti ini.
Namun, dibalik segala manfaat sosmed, dampak buruknya juga lebih parah lagi. Tak terhitung berapa kali kasus pemerkosaan terhadap anak baru gede (ABG) yang berawal dari perkenalan di Facebook. Belum lagi muatan pornografi dan kekerasan yang begitu vulgar dan dapat mempengaruhi mental serta psikis anak muda. Upaya pemerintah membatasi konten pornografi dengan perangkat lunak, tak mampu bekerja optimal. Terlebih, perkembangan teknologi yang terus bergerak cepat, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menjebol perisai pembatas konten berbahaya.
Sosiolog dari Insitut Pertanian Bogor (IPB), Ekawati Sri Wahyuni menilai, semua dampak buruk dari sosial media adalah risiko perkembangan teknologi yang mau tidak mau harus diterima. Perangkat teknologi semakin canggih dan sulit dibatasi. Anak dibawah umur tak lagi harus menyalakan personal computer (PC), hanya untuk tersambung ke sosmed seperti Facebook dan twitter. Melalui telepon genggam, mereka bisa mengakses sosmed dan ngoceh hingga bisa terbaca oleh seluruh dunia.
“Memang karena sekarang mudah diakses, melalui hand phone makin canggih. Kalau kurang matang dalam menggunakan, banyak bahayanya,” kata dia.
Menurutnya, program pembatas konten pornografi hanya bisa sebatas meminimalisir. Sedangkan untuk mengakses internet secara keseluruhan, kini para orangtua tak bisa lagi mengontrol putra-putri mereka. Cara satu-satunya yang bisa dilakukan adalah orangtua ikut memiliki akun sosmed dan menjadi teman si anak. Dengan begitu mereka bisa memantau dan memberi pemahaman ketika si anak mulai menyimpang.
Akan tetapi, lanjut dia, dampak buruk sosmed juga tak hanya menyerang anak-anak di usia remaja. Mereka yang terbilang dewasa pun beresiko terserang virus buruk sosmed. Salah satunya kecanduan sosmed, hingga seseorang lebih banyak di luar kehidupan sosial nyata dan betah berlama-lama di dunia maya. Hal ini dinilai buruk dan sedikit banyak mempengaruhi psikologi orang tersebut.
“Mungkin lebih banyak terjadi di Negara berkembang. Sebagai contoh, coba anda menghadiri sebuah pertemuan atau gathering. Perhatikan tangan para peserta rapat. Selama ini saya melihat kebanyakan asyik dengan gadget masing-masing,” ungkapnya.
Namun hal itu berbeda dengan kondisi di Negara maju. Menurutnya, penduduk Negara maju memiliki pemahaman penggunaan gadget teknologi yang lebih dalam. Artinya, mereka tahu kapan harus menggunakan gadget dan kapan menghindarinya. Karenanya, perlu ada penanaman mind set pengertian atau pemahaman dari penggunaan sosmed.
“Kapan dan bagaimana seseorang bisa menggunakan sosmed. Karena kalau sudah kecanduan itu tidak bisa direm. Memang ada dampak buruk sosial sekaligus dampak positifnya. Buruknya orang bisa lupa daratan,” tutur Eka.
Selain itu, seperti diberitakan Daily Mail, para peneliti dari Universitas Colombia dan Universitas Pittsburgh menemukan fakta bahwa pengguna adiktif sosmed dinilai tak bisa mengontrol dirinya. Bagi mereka yang mengalami kecanduan akut, bahkan memiliki kontrol diri rendah. Kontrol diri rendah yang mereka maksud terkait dengan apa yang pengguna konsumsi (makan) dan uang yang dibelanjakan.
“Menggunakan media sosial miliki efek positif pada harga diri dan tingkat kesejahteraan. Namun efek ini memiliki dampak negatif pada perilaku,” tulis tim peneliti pada jurnal Consumer Research.
Menurut peneliti pengguna peduli akan citra mereka di jejaring sosial, khususnya harga diri pada teman-teman terdekat. Namun celakanya citra ini berdampak pada kontrol diri yang tak terkendali. Tim peneliti menggunakan lima indikator percobaan perilaku pada responden pengguna Facebook. Tujuannya agar peneliti mengetahui bagaimana tingkah laku mereka dan pengaruhnya tatkala sedang offline.
Dan hasilnya mengejutkan. Terjadi perbedaan margin yang cukup jauh bagaimana kontrol diri yang ada di dua dunia yang berbeda: online dan offline. Kontrol diri ini terkait dalam bagaimana perangai pengguna tatkala mengontrol apa yang mereka konsumsi dan bagaimana cara mengatur keuangan.
“Temuan ini berlaku bagi kalangan remaja dan dewasa yang keduanya merupakan pengguna berat media sosial. Mereka tumbuh di zaman ini (media sosial) dan kebiasaan tersebut mereka anggap normal dan terus dilakukan di keseharian mereka,” ungkap salah satu tim peneliti.
(ric)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News