Ibu-ibu, Asap Dapur sama Bahayanya dengan Asap Rokok

Ibu-ibu, Asap Dapur sama Bahayanya dengan Asap Rokok

\"shutterstock_132428099\"ASAP yang dihasilkan dari aktivitas memasak memiliki risiko terhadap kesehatan. Hal itu belum banyak disadari masyarakat, terutama para ibu yang menghabiskan waktu cukup lama di dapur untuk menyiapkan hidangan. Risiko paling tinggi berada di dapur tradisional, yaitu memasak dengan kayu bakar. Studi yang dilakukan tim University of California, Berkeley, menjadi warning kuat. ”Menghirup asap dari sisa pembakaran kayu saat memasak sama saja dengan mengisap asap rokok tiga sampai lima batang per hari,” ujar Kirk Smith, profesor dari UC Berkeley’s School of Public Health yang juga ketua riset RESPIRE (Randomized Exposure Study of Pollution Indoors and Respiratory Effects). Yang memperparah, tidak sedikit para ibu menggendong anaknya ketika memasak. Hal itu membuat si anak ikut terkena risiko infeksi saluran pernapasan. Salah satunya radang paru-paru (pneumonia). Smith menambahkan, risiko tersebut berkurang setengahnya pada dapur yang menggunakan cerobong untuk mengalirkan asapnya ke luar rumah. Dapur modern pun tidak luput dari risiko tersebut. Belum tentu dapur modern bebas dari asap. Apalagi kondisi permukiman penduduk di perkotaan cenderung rapat-rapat. Sirkulasi udara terkadang tidak diperhatikan dengan baik. Padahal, asap sisa pembakaran mengandung partikel-partikel kecil dan gas-gas berbahaya. Yang paling tinggi adalah karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), dan sulfur dioksida (SO2). ”Organ yang diserang adalah sistem pernapasan. Hal ini sering dianggap remeh. Padahal, bahaya asap dapur sama dengan asap rokok,” ujar dr M. Fadjar W. SpTHT-KL. Efek yang paling cepat dikenali adalah bersin dan batuk-batuk. Sakit kepala juga bisa menyertai. Belum lagi ancaman penyakit serius seperti asma, pneumonia, bronkitis, serta kanker paru-paru. Ketika partikel asap banyak terhirup, hal itu merangsang silia dalam saluran napas yang mengakibatkan respons batuk-batuk. ”Batuk sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan tubuh ketika ada partikel asing (asap) yang terhirup,” terang dokter dari RSUD Bhakti Dharma Husada, Surabaya, itu. Pada seseorang dengan bakat alergi, iritasi kadar ringan saja bisa memicu kambuhnya alergi. Bukan sekadar iritasi, risiko berikutnya adalah infeksi saluran napas. ”Bila batuk disertai lendir dengan warna kuning kehijauan, itu merupakan tanda adanya infeksi pada saluran pernapasan. Biasanya, disertai panas badan dan sesak,” papar dokter yang mengambil spesialis THT-KL di Universitas Airlangga tersebut. Asap dapur juga berpotensi menjadi salah satu faktor pemicu kanker nasofaring (kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut) serta kanker paru-paru. Meski memang penyebab kanker merupakan multiple factor. Genetik paling berperan, yang disusul gaya hidup dan lingkungan. Bagaimana mencegahnya, padahal aktivitas memasak sulit dihindari? Yang bisa dilakukan adalah meminimalkan risikonya. Salah satunya kurangi memasak yang menimbulkan lebih banyak asap dan dalam waktu lama. Dengan kata lain, perbanyak rebus, kurangi menggoreng. Perhatikan sirkulasi udara di dapur dan penggunaan cooker hood atau pengisap asap kompor. ”Sejak membangun rumah dan membuat dapur, sirkulasi harus benar-benar diperhatikan. Jangan dianggap remeh. Pastikan ada jendela terbuka sehingga aliran udara bisa keluar masuk. Begitu pun sinar matahari,” ucap dr Fadjar. Dokter Lula Kamal yang juga dikenal sebagai pembawa acara menambahkan, sirkulasi yang buruk membuat asap terus berkutat di dalam rumah dan masuk ke dalam saluran penapasan penghuninya. ”Bahayanya sama besar dengan menyalakan seribu batang rokok. Kita, terutama para ibu, harus mewaspadai ini,” tuturnya. (nor/c6/c22/dos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: