Warisan Semangat Kartini Untuk Indonesia

Warisan Semangat Kartini Untuk Indonesia

Oleh: Hj. Dewi Coryati, M.Si 

(Anggota Komisi IV DPR RI Asal Dapil Bengkulu)

Ada percakapan seorang anak perempuan kepada ayahnya pada saat karnaval peringatan hari Kartini. Ketika kanak-kanak pada hari itu memakai pakaian adat dan berdandan mirip para ibu. Pertanyaannya pada sang ayah: “Ayah siapa itu bu Kartini, Yah?”. Si Ayah berkata Kartini adalah seorang ibu mirip Emak mu, Nak. Ia menyayangi kita dan mengajarkan mu sebanyak yang ia bisa lakukan”.  Begitulah kesan seorang Ayah yang tercerahkan oleh ibunya dulu, terhadap warisan semangat ibu Kartini untuk diwariskan kepada anak bangsa. Agar generasi penerus juga memiliki kecerdasan emosional, semangat berbagi ilmu dan ikhlas menjalani hidup. Ibu Kartini mewariskan Pro Bono Publik. Kebaikan untuk orang banyak berupa emansipasi bagi kaum pria dan wanita nya untuk dapat belajar dan mengajar, mengejar ilmu dan amal untuk kebahagiaan dunia akhirat.

Raden Ajeng Kartini dilahirkan pada 21 April tahun 1879, di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia putri seorang bangsawan, Wedono Mayong, RMAA Sosroningrat yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar, Kartini kecil tidak diizinkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menanti waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil, sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang, tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka.

Pandangan tradisional, masyarakat Jawa dan juga sebagian besar orang di nusantara saat itu, termasuk kaum bangsawan menganggap ‘budaya pingit’ adalah sakral dan  sangat tabu untuk diterobos. Menurut tradisi, buat apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, pada akhirnya berputar pada pusaran rumah tangga; dapur, sumur, dan  kasur. Untuk menghilangkan kesedihannya saat dipingit, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya dengan didampingi si mbok (penjaganya) di taman rumah. Alkisah agar puterinya lebih mengenal daerah dan rakyatnya RMAA Sosroningrat sering mengajak ketiga puterinya berkeliling dengan menaiki kereta. Lewat cara itu, agar puterinya kelak akan mencintai rakyat dan bangsanya, sehingga apa yang dilihatnya dapat tertanam dalam ingatan RA Kartini, yang mempengaruhi pandangan hidupnya setelah dewasa. Walaupun termasuk dari keluarga ningrat, pendidikan Kartini tidaklah seperti yang dia impikan. Sekolah formal Kartini hanya sampai tingkat Sekolah Rendah. Kecerdasan dan keberanian Kartini akhirnya memberi dorongan kritis terhadap masyarakatnya yang dirasakan tidak adil. Dalam usia remaja, Kartini menyampaikan gagasan lewat surat-surat kepada sahabatnya di Hindia Belanda agar seluruh kaum pribumi, baik laki-laki juga perempuan, setara untuk dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Ibu Kartini yang kita peringati hari kelahirannya setiap 21 April di Indonesia ini memiliki cita-cita yang mulia untuk memajukan bangsanya. Berfikirnya sangat visioner, jauh ke depan, dalam mempersiapkan peran para ibu dan kaum perempuan untuk bersiap diri mendidik anak-anak zaman, sang generasi mendatang lewat pemberdayaan kaum perempuan yang setara pendidikannya dengan laki-laki. RA Kartini adalah seorang wanita pembelajar. Beliau bergaul luas, membuka pikiran untuk mau belajar dari nilai-nilai dunia barat, walaupun tetap menjujung nilai ketimuran. Sikapnya yang adaptif membuat RA Kartini memiliki wawasan dan pemikiran yang luas dan maju.

Pelajaran hidup dari Kartini muda bisa kita jadikan cermin untuk berkaca adalah sesosok pribadi yang suka membaca, menulis dan gemar bersosialisasi. Ia memiliki jejaring sahabat dalam memupuk cita-cita. Ia memiliki teman-teman dari agama dan bangsa lain yang  melampaui “tempurung kelapa” yang lazim dilakukan dan dialami sang “putri katak” di berbagai masa.   Ia sosok yang khusus untuk kita warisi semangatnya dan menjadi pahlawan kemanusiaan, yang berjuang tanpa senjata tajam ataupun api. Namun, ia menawarkan pena, pikiran yang tajam dan semangat-yang berapi-api untuk dijadikan tauladan bagi Indonesia bahkan dunia.

Ibu Kartini menulis: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Hal di atas menjadi bagian cita-cita Kartini untuk memajukan pendidikan dan keberdayaan kaum perempuan untuk menyiapkan generasi selanjutnya. Ibu Kartini menjadi bagian peletak dasar politik pendidikan dan politik perempuan di negeri kita jauh sebelum Indonesia merdeka dari kolonialisme Belanda. Pendidikan dan pengajaran oleh kaum Ibu adalah seolah cahaya bagi generasi mendatang. Pengalaman Kartini membaca tafsir kitab suci,  melahirkankalimat yang menjadi icon penting dan ‘kata sakti’ mengacu pada diri perempuan pejuang, yang dalam bahasa Belanda diucapkannya sebagai Door Duisternis Tot Licht. Ungkapan dalam bahasa Belanda ini, diterjemahkan oleh sastrawan Armyn Pane dalam bahasa Indonesia sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang, menjadi judul buku kumpulan surat-surat Kartini antara lain kepada E.E Abendanon.

Ibu kita Kartini meyakini bahwa setiap manusia adalah sederajat dan mereka berhak mendapat perlakuan yang sama. Sedangkan khusus untuk wanita, mereka memiliki hak misalnya untuk memperoleh pendidikan sekolah, hak untuk melakukan aktivitas keluar rumah, hak untuk memilih calon suami. Namun di lain pihak Ibu Kartini juga berusaha untuk menghindar dari pengaruh budaya Barat walaupun juga mengakui bahwa perlu belajar dari Barat karena lebih maju dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam fase ini Ibu Kartini juga mengajukan kritik dan saran kepada Pemerintahan Hindia Belanda. Apa yang dilakukan ibu kartini adalah to parle atau berbicara, layaknya seorang anggota parlemen.

Ada beberapa agenda yang sejalan dengan cita-cita Kartini antara lain anak bangsa tanpa memandang gender harus dicerdaskan. Sehingga George Mc Turnan Kahin di dalam bukunya Nationalism and Revolution Indonesia menilai Kartini sebagai pelopor gerakan kebangkitan nasional di bidang pendidikan. Perjuangan Kartini jauh dari sikap etnosentris dan bukan pula membela bangsawan atau priyayi. Dalam konteks politik Indonesia, kita bisa merefleksikan emansipasi hak politik perempuan dalam berbagai ukuran tindakan. Di antaranya keterlibatan perempuan dalam politik kebijakan publik. Maka saatnya hak-hak politik yang menjadi jalan terpenuhinya hak privat diberikan pada kaum perempuan.

Ada beberapa agenda perempuan yang terkait dengan hak dan kewajibannya terhadap masa depan yang perlu menjadi agenda kebijakan publik saya sebagai anggota parlemen. Pertama, upaya kita untuk mewujudkan ”Day-care and Nursery Room” di Indonesia, bermula dari Jakarta dan juga daerah Bengkulu, menjadi suatu kota yang ramah anak dan ibu bekerja, agar anak-balita dari ibu bekerja ada yang mengasuhnya dan dekat dengan tempat ibu bekerja. Kedua, UU Gender perlu mendukung agar orang tua tunggal (ORT-single-parent) untuk mendapatkan pemberdayaan, fasilitasi dan pembiayaan lewat program ORT agar bebannya untuk mencari nafkah dan mendidik anak dapat dilindungi oleh Negara.  Hingga saat ini baru ada beberapa instansi pemerintah di Jakarta seperti Kementerian Sosial, Bulog, dan Kehutanan yang memiliki tempat penitipan anak. Puluhan lainnya dikelola oleh swasta dengan biaya yang sangat mahal dan tidak terjangkau oleh perempuan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil,apalagi pegawai rendahan. Bagaimana dengan Provinsi Bengkulu? Jika dibandingkan dengan kasus di Skandinavia, Jepang, Australia atau negara maju lain, sudah seharusnya Indonesia mau belajar membangun dan memberi subsidi bagi tempat penitipan anak. Kisah penganiayaan anak balita atau maraknya penculikan anak dan penjualan anak balita di Indonesia menjadi catatan DPR RI bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Kesehatan untuk mulai memiliki program pembangunan penitipan anak di semua instansi pemerintah, pabrik, pasar, rumah-sakit.

Ada yang perlu dikritisi terkait  Undang- Undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang Pasal 83-nya menetapkan ”para pekerja perempuan yang masih memberikan ASI kepada anaknya harus diberi kesempatan yang cukup untuk menyusui anaknya meskipun pada jam kerja”. Surat Peraturan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementerian Kesehatan No 48/Men.PP/XII/2008, No PER 27/MEN/XII/2008, dan No 117/Menkes/PB/XII/2008 juga mengatur upaya untuk meningkatkan pemberian ASI pada jam kerja sebagai bagian dari program kerja nasional pemberian ASI selama minimal enam bulan. UU No 36/2009 tentang Kesehatan antara lain juga mengatur pemberian ASI dan penyediaan fasilitas khusus penitipan anak dan perawatan anak di tempat-tempat kerja. Namun, UU dan peraturan seolah-olah tidak bermakna karena belum optimal ada realisasinya di lapangan. Tempat penitipan anak dan ruang khusus perawatan anak merupakan kebutuhan dasar bagi suatu negara yang benar-benar memperhatikan masa depan generasi penerusnya. Seperti semangat membela kaum perempuan dan keluarga  yang diwariskan Kartini untuk Indonesia.  Semoga para pihak di Bengkulu semakin tertarik untuk memperjuangkan keselamatan, kesehatan, dan gizi bagi anak-anaknya, antara lain dengan memperjuangkan agar di semua tempat kerja ada tempat penitipan anak yang murah, sehat, dan aman bagi anak-anak kita. Terakhir, komisi IV DPR RI dimana saya bertugas ikut mendorong peran ibu dalam menghasilkan penunjang ekonomi keluarga melalui program-program yang sudah banyak dinikmati dan akan dilaksanakan di seluruh Provinsi Bengkulu seperti Pengolahan Pasca Panen Perikanan, Pemanfaatan Pekarangan Rumah, bantuan Budidaya Air Tawar, bantuan dana bergulir untuk ibu-ibu pengusaha kecil, bantuan pompa air, dan lain-lain terakhir bantuan menanam cabe di musim kemarau. Selamat Hari Kartini terus berjuang bagi kemajuan masyarakat Bengkulu. (Dewi Coryati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: