Ilmuwan Ungkap Proyek CIA Manfaatkan Cuaca untuk Senjata

Ilmuwan Ungkap Proyek CIA Manfaatkan Cuaca untuk Senjata

PAKAR iklim dari Amerika Serikat, Alan Robock mengungkap badan-badan intelijen di negeri Barack Obama itu dalam mengembangkan cuaca sebagai senjata ampuh. Menurutnya, dinas intelijen di AS telah mendanai penelitian tentang perubahan iklim demi mempelajari teknologi baru yang digunakan untuk senjata potensial. Ilmuwan yang telah berkontribusi pada laporan tentang panel antar-pemerintah untuk perubahan iklim (IPCC) itu menggunakan simulasi di komputer untuk mempelajari bagaimana aerosol di stratosfer mampu mendinginkan Bumi seperti halnya letusan gunug berapi yang dahsyat. Namun, seperti dipaparkan Robock kepada American Association for the Advancement of Science di San Jose, dia begitu khawatir tentang siapa yang bisa secara efektif mengontrol teknologi untuk merubah iklim itu. Pekan lalu, Akademi Nasional Ilmu Pengetahuan AS memublikasikan laporan dalam dua volume tentang pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk menghambat perubahan iklim. Salah satu fokusnya adalah menghilangkan karbondioksida dari astmosfer. Sedangkan metode lainnya adalah mengubah awan di permukaan Bumi agar membuatnya memantulkan lebih banyak sinar matahari ke luar angkasa. Laporan itu menyimpulkan bahwa ketika teknologi yang ada masih jauh dari siap, maka mengurangi emisi karnon tetap menjadi pendekatan yang paling layak untuk membatasi hal-hal terburuk akibat perubahan iklim. Laporan dari Royal Society pada 2009 juga menelurkan rekomendasi serupa. Dinas-dinas intelijen di AS menggelontorkan dana USD 600 ribu untuk membiayai laporan tentang perubahan iklim itu. Namun, Robock mengatakan bahwa Central Intelligence Agency (CIA) maupun dinas intelijen lainnya di AS tidak secara terbuka menjelaskan kepentingan mereka dalam proyek itu. “CIA merupakan penyandang dana utama dalam laporan National Academies itu, jadi ini membuat saya khawatir siapa yang akan mengendalikannya,” tutur Robock. Selain CIA, penyandang dana lainnya dalam proyek itu adalah NASA, Departemen Energi AS, serta Badan Nasional Kelautan dan Angkasa. Pada 2009, CIA pernah membangun Pusat Keamanan Nasional Perubahan Iklim. Langkah itu justru memicu kecaman ermasuk dari kalangan Partai Republik yang menganggapnya telah mengalihkan konsen pada ancaman teroris yang lebih mendesak. Meski tak ada kantornya, akhirnya pusat itu ditutup pada 2012. Namun, CIA menegaskan bahwa akan terus melanjutkan monitoring terhadap dampak  kemanusiaan akibat perubahan iklim dan imbasnya pada keamanan perekonomian AS. Namun, kecurigaan Robock bahwa CIA terlibat dalam ilmu pengetahuan tentang perubahan iklim semakin menjadi-jadi setelah menerima panggilan dari dua orang yang mengaku sebagai konsultan lembaga telik sandi yang bermarkas di Langley, Virginia itu. “Mereka bilang; “Kami bekerja untuk CIA dan kami ingin tahu apakah beberapa negara lain mengendalikan iklim kita. Bisakah kita mendeteksinya?”,” tutur Robock. “Jika kita ingin mengendalikan iklim pihak lain, bisakah mereka mendeteksinya?” lanjut Robock menirukan ucapan konsultan CIA itu. Menurutnya, jika sebuah negeri ingin menciptakan awan stratosfer yang cukup besar untuk merubah iklim, maka itu akan terlihat oleh satelit dan instrumen lainnya di darat. Kegunaan cuaca sebagai senjata sudah dilarang pada berdasarkan Environmental Modification Convention (Enmod) atau Konvensi Modifikasi Lingkungan. Robock bahkan mengaku takut dengan panggilan dari CIA itu. Sebab, ia menduga CIA bekerja di luar aturan. “Saya belajar banyak hal lain bahwa CIA telah melakukan hal di luar aturan. Aku pikir itu bukan tentang bagaimana pajak kita dihabiskan,” tuturnya. AS memang sudah memodifikasi cuaca sebelum Enmod diberlakukan. Pada awal 1960-an, penerliti di Project Storm Fury menaburkan berbagai partikel ke dalam badai dengan tujuan untuk mengurangi daya rusaknya. Proses yang sama diadopsi selama Perang Vietnam, dengan awan yang ditebar di atas kota Ho Chi Minh agar sebagian besar rute pasokan bagi Tentara Vietnam Utara menjadi berlumpur untuk dilewati pasukan gerilyawan yang bertelanjang kaki. Karenanya Robock yang dikenal sebagai pakar iklim dari Rutgers University di New Jersey itu mendesak dinas-dinas rahasia di AS untuk membeber kepentingan mereka dalam proyek yang mengeksplorasi tentang bagaimana mengubah iklim dunia.  “Saya pikir penelitian ini harus terbuka dan melibatkan banyak negara sehingga tidak muncul pertanyaan bahwa teknologi ini akan digunakan untuk kepentingan bermusuhan,” katanya.(guardian/ara/jpnn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: