Bangun Sekolah Pesisir, Mengajar Tanpa Dibayar

Bangun Sekolah Pesisir, Mengajar Tanpa Dibayar

Mahasiswa Bersolidaritas untuk Warga Sumber Jaya \"RUDI Belum diterbitkannya sertifikat tanah ribuan warga RW 2 Kelurahan Sumber Jaya oleh pemerintah di lahan yang diklaim oleh PT Pelindo II Cabang Bengkulu mengundang keprihatinan puluhan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi. Tak ingin keterombang-ambingan hidup di lahan bersengketa itu mempengaruhi psikologi anak-anak, para mahasiswa ini memutuskan untuk mendirikan Sekolah Pesisir. Mereka mengajar tanpa berharap dibayar. ===================== RUDI NURDIANSYAH, Kota Bengkulu ===================== TERIKNYA matahari pagi menjelang siang tak menyurutkan langkah kaki anak-anak RW 2 Kelurahan Sumber Jaya Kecamatan Kampung Melayu untuk datang ke lapangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pulau Baai, Minggu (14/12). Sekitar 42 orang anak-anak dari beragam usia tampak ceria bermain sembari belajar dibawah asuhan kakak-kakaknya yang berasal dari berbagai universitas di Bengkulu. Mereka mempelajari hitung-hitungan, mengaji, menggambar, dan beragam ilmu lainnya yang sesekali disampaikan dengan metode bermain. \"Kami menamakannya Sekolah Pesisir,\" kata Yusuf Sugiatno, salah satu relawan Sekolah Pesisir. Sekolah pesisir sendiri baru dirintis oleh EW Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bengkulu dan Forum Komunikasi Pemuda Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (FKP KKSS) Bengkulu pada 10 Desember 2014 yang lalu. Diawali dari Pelabuhan Pulau Baai, para relawan merencanakan akan membangun sekolah yang mengutamakan pelajaran non formal ini ke seluruh pesisir di Provinsi Bengkulu. Dalam pembelajarannya, Sekolah Pesisir menekankan aspek kemanusiaan, solidaritas, kekompakkan dan kesetiakawanan. Diwawancarai usai mengajar, Yusuf Sugiatno mengatakan, sekolah yang mereka rintis tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi atas ilmu-ilmu yang mereka pelajari. Menurutnya, selain melakukan aksi-aksi demonstrasi, gerakan mengajar juga merupakan salah satu bentuk aksi kongkrit mahasiswa agar bisa lebih mengetahui persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat secara nyata. Yusuf mengatakan, meski Presiden RI Joko Widodo telah menjanjikan bahwa 10 persen lahan yang diklaim oleh PT Pelindo II Cabang Bengkulu tersebut akan diserahkan kepada warga, namun bagi mahasiswa, sengketa lahan tersebut masih menyimpan \'api dalam sekam\'. Apalagi hingga saat ini warga belum mendapatkan sertifikat tanah yang dijanjikan. Padahal, bagi mereka, sampai hari ini dan sampai kapanpun, tanah adalah harga mati sebagai lahan produksi, sumber penghidupan, jaminan masa depan dan yang paling sederhana adalah tempat berpijaknya rumah-rumah penduduk. Dengan adanya Sekolah Pesisir ini, para mahasiswa berharap sengketa tersebut tidak sampai menganggu kejiwaan anak-anak. \"Sekolah Pesisir ini bagi kami juga merupakan manifestasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana pengabdian kepada masyarakat menjadi salah satu point utamanya,\" ungkap mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu (Unib) ini. Sekolah Pesisir ini dikonsentrasikan di Masjid Al Barokah, sebuah masjid tepat di tengah-tengah RW 2 Kelurahan Sumber Jaya. Namun dalam waktu-waktu tertentu, anak-anak diajak untuk belajar sembari bermain di tengah-tengah alam raya sebagaimana slogan yang digunakan sekolah ini, \'Semua Orang adalah Guru, Alam Raya Sekolahku\'. Saat  ini, Sekolah Pesisir memiliki puluhan pengajar yang mengajar secara bergantian. Para relawan merogoh koceknya sendiri untuk mendanai sekolah ini. Ketua RW 2 Kelurahan Sumber Jaya, Samsul Bahri, memberikan apresiasi atas upaya para mahasiswa tersebut. Ia tak menampik bahwa saat ini warga masih hidup dalam kecemasan. Selain karena belum memiliki sertifikat tanah sebagai legalitas bagi pemukiman yang mereka bangun, warga juga merasa kesal karena selama ini hanya dijadikan sebagai penonton atas pembangunan-pembangunan yang dijalankan pemerintah. \"Banyak sekali dana-dana pemerintah yang jumlahnya miliaran rupiah untuk perbaikan infrastruktur, bedah rumah, tidak bisa masuk ke sini karena katanya kita tidak punya sertifikat, tidak ber-IMB. Padahal kita ini juga warga kota. Sampai kapan kami disini hanya dijadikan sebagai penonton,\" ungkapnya. Samsul pun mengimbau seluruh elit politik dan pemerintahan di Bengkulu untuk dapat bersikap mengenai sengketa lahan yang mereka alami bersama PT Pelindo II Cabang Bengkulu. Ia berharap seluruh elit politik dan pemerintahan tersebut dapat bersama-sama warga mengawal komitmen Presiden Joko Widodo yang bersedia menyerahkan 10 persen lahan dari 11,926 hektare lahan yang saat ini diklaim oleh PT Pelindo II Cabang Bengkulu. Terpisah, Pengendalian Kinerja dan PFSO sekaligus Humas PT Pelindo II, Mattasar SE, mengatakan, pihaknya bersedia untuk duduk bersama untuk memecahkan masalah sengketa ini. Ia menjelaskan, pada masterplan pengembangan Pelabuhan Pulai Baai, tidak ada lahan yang akan dibangun untuk pemukiman warga. Pada lahan yang mereka kelola saat ini, PT Pelindo II telah mencanangkan akan membangun sejumlah fasilitas seperti peti kemas, curah kering, curah basah, karantina perikanan di wilayah barat, tol laut dan lain-lain. \"Dari keselurahan rencana, baru 25 persen yang terlaksana. Semua sesuai dengan peruntukkan. Karena memang dalam pembangunan ini kita ada program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Satu-dua tahun ini akan kelihatan. Kita bersyukur menteri dan presiden dapat turun langsung,\" ungkap Mattasar. Dalam rencana pembangunan ke depan, lanjutnya, pihaknya masih akan mengkoordinasikan masalah ini dengan Kementerian BUMN. Menurutnya, rencana pengembangan Pelabuhan Pulai Baai sebagai pelabuhan bertaraf internasional merupakan kebijakan strategis yang menyangkut kepentingan daerah secara umum. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: