Daerah Penghasil Gabah Krisis Pangan
Hampir setiap tahun masyarakat di Kabupaten Lebong mengalami krisis pangan, terutama para petani penggarap. Bila tidak sedang musim panen mereka mulai mengandalkan jatah beras miskin atau raskin. Padahal luas area persawahan di Kabupaten Lebong lebih dari 3000 hektar. Tentunya krisis pangan tersebut ironi trejadi didaerah penghasil gabah. Berikut laporannya : ======================= Dwi Nopiyanto, Kabupaten Lebong ======================= Kabupaten Lebong, daerah yang sejak dulu dikenal sebagai lumbung padi ternyata saat ini mengalami krisis pangan. Saat BE mendatangi beberapa desa, yang mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai petani menyambut antusias. Ketika BE mewawancarai mereka ditengah hamparan sawah bukan hal yang baik disampaikan para petani, namun mereka menyampaikan keluhan susahnya menjadi petani di Lebong. \"Petani disini banyak sebagai petani penggarap, bukan petani pemilik,\" keluh Iwan yang sedang mengurus sawah milik orang lain. Hanya sebagai petani penggarap, inilah yang membuat kondisi perekonomian masyarakat petani di Kabupaten Lebong menjadi terpuruk. Diungkapkan Iwan, diperkirakan dari 3 ribu hektar lahan sawah yang ada di Kabupaten Lebong, lebih dari setengahnya telah menjadi milik para pemodal termasuk para pejabat, Anggota DPRD Lebong serta orang kaya dari luar Kabupaten Lebong. Hingga hasil yang didapatkan petani saat panen sangat minim. Ditambah lagi turun tanam yang hanya dilakukan sekali dalam satu tahun membuat krisis pangan di Kabupaten Lebong menjadi cepat. \"Ya kalau saya, sistimnya sama pemilik lahan hasil panen itu dibagi tiga. Satu untuk saya, satu untuk pemilik lahan dan satu lagi untuk biaya turun tanam nanti. Kalau hasil, tiap tahun berbeda - beda, tapi rata-rata dapatlah 65 sampai 80 karung pertahun. Hasil itu paling hanya cukup untuk kebutuhan kami sekeluarga selama tiga bulan. Setelah itu ya kami menunggu beras miskin (Raskin) untuk makan sehari-hari, kalau tidak ya terpaksa ngutang ke warung,\" ungkap Iwan. Kondisi tersebut bukan hanya dirasakan Iwan, hal yang sama juga dialami Jita. Meskipun sawah yang ia garap hasil warisan dari orang tuanya. Hal tersebut ternyata tidak membuat kehidupannya cukup. Terbukti, setiap hendak turun tanam setiap tahunnya, dirinya harus meminjam modal agar bisa turun tanam. \"Kalau tidak minjam saya tidak bisa turun tanam, karena modal untuk tanam itu saya tidak ada. Hasil panen paling tiga sampai empat bulan habis,\" ucapnya. Untuk itu, dirinya berharap Pemerintah Daerah terutama Dinas Pertanian membuat program yang dapat mensejahterakan petani di Lebong. Jangan sampai julukan Lebong sebagai lumbung padi hilang, karena hal ini merupakan warisan dari nenek poyang terdahulu. \"Saya minta kepada Bupati, DPRD dan Kepala Dinas Pertanian agar bisa membuat program untuk para petani agar dapat lebih sejahtera. Untuk Bupati juga saya berharap benar-benar meletakkan pejabat (kepala Dinas Pertanian,red) sesuai dengan keahliannya. Jangan letakkan pejabat yang hanya bisa beralasan. Saat ini program disektor pertanian belum ada kami rasakan,\" cetusnya.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: