Potret Penambang Emas Tradisional, Masuk Perut Bumi 50 Meter

Potret Penambang Emas Tradisional, Masuk Perut Bumi 50 Meter

\"1\" Kabupaten Lebong sejak dulu terkenal dengan kekayaan alamnya berupa emas murni. Bahkan emas di puncak tugu Monas yang berada di Jakarta sekarang sekitar 5 Kg diantaranya merupakan sumbangan dari hasil kekayaan perut bumi Lebong. Penambangan emas di Lebong bukan hanya dilakukan oleh perusahaan, pememerintah daerah Lebong membolehkan warganya melakukan penambangan secara tradisional. Kegiatan penambangan emas secara tradisional di Kabupaten Lebong masih bertahan hingga sekarang. Walaupun penambangan secara tradisonal sangat berisiko, mengancam keselamatan jiwa, karena tidak dibekali peralatan keamanan memadai. Namun, warga rela masuk ke perut bumi sedalam 50 meter, dengan diamtaer lubangang hanya sekitar 1 meter cukup untuk memasukkan badam saja, seperti lubang buaya tempat pembuangan jenazah para pahlawan revolusi. Penambang ini hanya mengunakan helm pengaman bersenter dan tali tambang yang diikatkan ke tubuh, demi mendapatkan serpihan kecil emas. Bagaimana kisahnya, berikut laporannya : =================== Dwi Nopiyanto ,

Lebong =================== Emas yang kerap hadir sebagai perhiasan berbagai kalangan masyarakat terkumpul dari butiran-butiran seukuran pasir. Butiran-butiran itu dikumpulkan melalui kerja keras para penambang tradisional melawan beratnya medan. Lupakan sejenak soal emas bertruk-truk yang keluar dari pertambangan di Papua. Berpalinglah pada hidup suram para penambang tradisional di Desa Lebong Tambang Kecamatan Lebong Utara, dan Desa Tambang Sawah Kecamatan Pinang Belapis. Sungguh, nasib mereka berbanding terbalik dengan kilau emas yang mereka peroleh melalui lubang yang menjurus ke dalam perut bumi dengan kedalama 30 hingga 50 meter dengan diameter lobang sekitar 1 meter tersebut. Dengan nafas tersenggah, Median (37) salah satu penambang tradisional keluar dari dalam lubang sempit berdiameter sekitar 1 meter dengan kedalaman 43 meter disalah satu lobang dilokasi penambangan Lobang Kacamata Desa Lebong Tambang. Pekerjaan tersebut telah dilakukannya sejak lama, tak tahu apa resiko dan bahaya ketika dirinya berada di dalam perut bumi tersebut. Tak terpintas dipikirannya tentang akan tertimbun dan terjadinya longsor didalam lubang atau ada gas beracun di lubang tersebut, yang terpikir hanyalah bagaimana dirinya bersama rekan-rekannya bisa mendapatkan bongkahan batu yang dapat menghasilkan emas setelah dilakukan pengolahan. Semua itu dilakukannya demi memenuhi kebutuhan hidupnya bersama istri dan dua orang anaknya. \'\'Alhamdulillah sampai sekarang di lobang kacamata ini belum pernah ada kejadian penambang yang tertimbun. Ya tentunya kita berharap hal ini tidak pernah terjadi,\" kata Median sambil memilah batu yang bercampur tanah hasil galiannya tersebut. Aktifitas tersebut dilakukannya sejak pukul 9 pagi, berbekal peralatan seadanya (tradisional), mereka menggali dan masuk ke dalam lobang untuk mencari bebatuan yang diperkirakan mengandung emas. Pekerjaan tersebut tidak dilakukannya sendirian melainkan bersama 5 hingga 10 orang temannya. Dalam satu lubang, berada tiga sampai empat orang didalamnya yang tentunya berbagi tugas, ada yang menggali, ada yang memasukkan batu dalam karung, kemudian ada juga yang menarik hasil tersebut keluar dari dalam lubang. Semua penambang di Lebong ini sebelum melakukan penggalian terlebih dahulu melakukan pemasangan kayu di kiri kanan lobang. Fungsi ram (kayu penyangga,red) ini untuk menahan agar tanah tidak bergeser pada saat penambang melakukan penggalian. Kebiasan lain di dalam lobang untuk mendukung keselamatan kerja ya dengan melakukan perbaikan ram setiap hari. Seperti ditempat kita ini, sebelum mulai bekerja, terlebih dahulu dilakukan pengecekan ram, kalau ada kayu yang patah atau ada yang longsor maka kayu-kayu penyangga terlebih dahulu diganti. Selain itu, disalah satu rumah, Jajang (25) terlihat tengah memilah batu yang sehari sebelumnya telah diangkut dari atas bukit lobang kacamata. Batu yang telah dipecah seukuran kerikil itu selanjutnya dimasukkan kedalam tabung (gelundung) yang dipasang pada mesin pemutar yang digerakkan menggunakan listrik dan dinamo untuk menghancurkan batu menjadi lumpur dan memisahkan emas yang menempel pada lapisannya dengan menggunakan air raksa. \"Saya sudah lama bekerja sebagai penambang emas tradisional, bahkan kakek dan orang tua saya sendiri dari dulu bekerja sebagai penambang emas tradisional disini,\" jelasnya. Ditambahkan Jajang, penghasilan yang diperolehnya terkadang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. \"Kalau masalah pendapatan, terkadang waduh kalau lagi apes, ga dapat apa-apa, malah rugi. Tapi kalau lagi mujur (beruntung,red), sehari saya dapat Rp 200 ribu sehari,\" kata Jajang. Dirinya berharap kepada Pemerintah agar tetap melestarikan dan memberdayakan aktivitas penambang emas tradisional ini karena ini merupakan warisan nenek moyang mereka. \"Kami kan melakukan kegiatan penambangan tidak didaerah terlarang seperti hutan lindung. Kalau kegiatan penambangan tradisional ini ditutup maka hampir seluruh masyarakat di Lebong Tambang kehilangan mata pencaharian,\" ucap Jajang.(**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: