Jadi Tempat Pendaftaran Calon Menteri hingga Siapkan E-Blus
Mengenal Rumah Transisi, Ruang Publik untuk Curhat Masyarakat ke Jokowi Sebulan lalu, tepatnya pada 8 Agustus, presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) meresmikan Rumah Transisi, tempat untuk menjabarkan visi-misi dan merealisasikan janji-janji kampanye. Tapi, dalam perkembangannya, rumah itu kini menjadi tempat curhat rakyat tentang berbagai persoalan. * * * SABTU siang (13/9) sejumlah warga Papua dengan muka semringah keluar dari Rumah Transisi di Jalan Situbondo 12, Menteng, Jakarta. Di antara mereka ada Frederika Korain dari Perwakilan Perempuan Papua dan Bennygiay, ketua Sinode Gereja Kingmi. Mereka diantar Deputi Tim Transisi Andi Widjajanto. Mereka datang ke Rumah Transisi untuk berdiskusi terkait berbagai masalah Papua yang selama ini kurang didengar pemerintah pusat. Mereka mengatakan, pertemuan dengan tim transisi itu mencakup tiga masalah. Yakni pelanggaran hak asasi manusia (HAM), penyelesaian konflik antarsuku, dan konsep pembangunan di Papua. ”Kami ingin ada ruang komunikasi antara masyarakat Papua dan presiden (terpilih) Jokowi,” ujar Frederika kepada Jawa Pos seusai pertemuan. Dengan suara bergetar, Frederika mengatakan bahwa rombongan jauh-jauh datang dari Papua untuk mengetahui bagaimana sikap pemerintahan baru kepada Papua. Ternyata, ada secercah harapan untuk bisa menyelesaikan persoalan pelik di Papua. ”Kami dijanjikan untuk bisa menyelesaikannya dengan cara Papua.” Banyaknya persoalan di Papua yang dibiarkan berlarut-larut membuat masyarakat setempat tidak memiliki kepercayaan lagi kepada pemerintah pusat. Karena itu, pihaknya meminta pemerintahan Jokowi nanti bisa menjaga kepercayaan masyarakat Papua yang telah memilihnya dalam Pilpres 2014. ”Yang kami pegang, Jokowi berjanji mengurus Papua dengan hati,” terang Bennygiay bersemangat. Menyikapi laporan elemen masyarakat Papua itu, Andi Widjajanto tidak berani gegabah. Sesuai instruksi Jokowi, permasalahan Pulau Cenderawasih tersebut lebih dalam daripada hanya soal infrastruktur, kesejahteraan, dan konflik yang berkepanjangan. Itulah sebabnya, permasalahannya harus diselesaikan dengan perspektif Papua. ”Bukan perspektif Jakarta atau daerah lain,” tuturnya. Bahkan, keseriusan tim transisi sebagai representasi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) memunculkan niat untuk meminta maaf kepada masyarakat Papua atas ”salah urus” pemerintah pusat selama ini. ”Kami ingin menyambungkan hati antara masyarakat Papua dan Indonesia. Luka yang selama ini terjadi harus disembuhkan,” tambah Andi. Selain tempat curhat, Rumah Transisi menjadi ”tempat pendaftaran” mereka yang ingin menjadi menteri. Hingga kini sudah ratusan orang atau lembaga yang mengajukan surat lamaran menjadi menteri di kabinet Jokowi. Harapannya, mereka bisa terlibat dalam pemerintahan mantan wali kota Solo itu. ”Saya hanya ingin membantu Pak Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan. Saya yakin saya mampu,” kata Abdul Rani Rasjid, dosen Perbanas Jakarta, saat menyerahkan berkas lamaran pada 6 Agustus lalu. Dia melamar menjadi menteri usaha mikro, kecil, dan menengah. Menurut Andi, setiap aspirasi dari masyarakat akan diidentifikasi, lalu dipilah-pilah dan kemudian diserahkan ke kelompok kerja (pokja) yang bakal menggodok masukan itu. Aspirasi tersebut akan diwujudkan menjadi program kerja bagi pemerintah ke depan. ”Ini jika masukannya soal kebijakan,” ucapnya. Bila aspirasi yang datang tersebut berupa keluhan atau lamaran posisi menteri tertentu, langsung diberikan ke Jokowi. ”Pak Jokowi yang akan menindaklanjuti.” Kehadiran Rumah Transisi menjadi fenomena yang mengisi ruang kosong dalam benak masyarakat tentang banyak hal. Warga bisa mengeluhkan masalah yang dialami kepada pemimpinnya. Saking pentingnya kehadiran Rumah Transisi, muncul ide memberikan pijakan legal untuk ruang persiapan bagi pemerintahan Jokowi itu. ”Ada gagasan untuk mengatur Rumah Transisi menjadi fasilitas bagi pemimpin baru ke depan. Pemimpin baru ini bisa menyerap aspirasi masyarakat di masa-masa sebelum menjalankan tugas secara resmi. Mungkin nanti bentuknya diatur dalam keputusan presiden (keppres) atau instruksi presiden,” jelas mantan dosen Universitas Indonesia tersebut. Berbagai aspirasi itu begitu bermakna bagi tim transisi yang sedang habis-habisan memetakan masalah bangsa dan mencoba memberikan solusi agar bisa dijalankan pemerintah baru nanti. Untuk itu, berbagai rapat membahas persoalan genting kerap digelar. Tim transisi dipimpin Kepala Staf Deputi Rini Soemarno dan lima deputi, yakni Hasto Kristiyanto, Andi Widjajanto, Anies Baswedan, Akbar Faisal, dan Eko Putro Sandjojo. Mereka sering harus bergelut dengan rasa sakit akibat kurangnya istirahat dan beratnya beban psikologis yang mereka pikul. ”Memang waktu yang mepet dengan terpaan masalah yang serius membuat anggota tim sering jatuh sakit,” ungkap Andi. Yang dialami Hasto misalnya. Beberapa minggu lalu Hasto menggelar rapat untuk membahas bidang energi. Saat itu Rini Soemarno meminta laporan bagaimana perkembangan bidang energi. Bukannya menjawab, Hasto justru menunjukkan muka kesakitan. ”Saya sampai mulas memikirkan masalah ini,” ucap dia. Luasnya cakupan masalah dan waktu yang begitu mepet juga membuat Andi terpengaruh secara fisik dan psikis. Pernah suatu kali dia teringat bahwa ada pertemuan dengan pokja arsitektur kabinet di Rumah Transisi. Begitu tiba di rumah itu, dia kebingungan. Tidak ada seorang pun anggota pokja arsitektur kabinet di rumah yang didominasi warna putih dengan empat pilar di terasnya tersebut. ”Ternyata saya salah tempat,” ucapnya sembari tertawa. Saat ditanya bagaimana rasanya ikut berperan dalam tim transisi yang dipastikan berkontribusi kepada bangsa, Andi berceletuk, ”Abot banget (berat sekali). Ini beban yang sangat berat,” ujar dia. Rumah Transisi juga menjadi salah satu tempat Jokowi mematangkan berbagai gagasan untuk memperlancar program pemerintahannya kelak. Salah satunya soal aktivitas blusukan yang sudah menjadi trademark Jokowi sejak menjabat wali kota Solo. Hasil rapat merekomendasikan gagasan Hasto agar sebelum blusukan, Jokowi perlu mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Dengan demikian, saat blusukan, Jokowi tinggal mencocokkan kenyataan di lapangan dengan data yang sudah dikumpulkan. ”Pak Hasto menamainya blusukan virtual,” jelas Andi. Jokowi bisa menerima ide tersebut. Seusai rapat, dia memberikan penjelasan kepada para wartawan. Jokowi menyampaikan, untuk memperlancar kerja pemerintahannya kelak, dirinya memiliki e-blus atau electronic blusukan yang bisa diakses para staf. ”Jadi, nama saat rapat dengan yang diumumkan ke wartawan berbeda. Tapi, nama itu (e-blus) memang lebih tepat,” ujarnya. Begitu ngetopnya Rumah Transisi, timbul tanda tanya siapa pemilik rumah tersebut. Penjaga Rumah Transisi yang enggan menyebutkan namanya mengatakan bahwa pemilik rumah itu adalah Trisni Puspitaningtyas, istri mantan Presiden Direktur PT Astra International Tbk Michael D. Ruslim (almarhum). Dikonfirmasi terkait masalah tersebut, Andi menjelaskan bahwa awalnya ada opsi tiga rumah dijadikan Rumah Transisi. Di rumah yang didominasi warna putih dengan enam ruangan itu Jokowi langsung sreg. ”Beliau langsung memilih rumah ini. Setelah itu baru kami tahu siapa pemiliknya.” Rumah Transisi yang berlokasi di tempat strategis tersebut dipastikan memiliki harga jual yang fantastis. Sekuriti RT 03 RW 05 Menteng Saiful menceritakan, sebelum menjadi Rumah Transisi, dirinya mendengar bahwa rumah itu akan dijual. Harganya ditawarkan sekitar Rp 80 miliar. ”Itu kami tahu saat berbicara dengan pemiliknya,” ucap dia. Anggota Dewan Pertimbangan Real Estate Indonesia (REI) Setyo Maharso menuturkan bahwa sangat subjektif apabila rumah tersebut dipandang sebagai bagian dari sejarah atau bukan. ”Kalau dipandang sebagai bagian dari sejarah, tentu akan naik harganya,” jelas dia. (*/c9/ari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: