Penting Miliki Kemampuan CPR
HAL-hal darurat seperti henti napas dan henti jantung akibat cedera bisa terjadi di mana saja. Di antaranya, benturan keras di kepala, tenggelam, tersedak, keracunan, menghirup asap kebakaran, tersetrum, hingga overdosis obat tertentu. Orang awam perlu memiliki kemampuan untuk melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung-paru. Paru-paru dan jantung merupakan organ vital tubuh. Udara yang dihirup hidung atau mulut melewati saluran napas menuju paru-paru. Paru-paru kemudian menyaring udara dan memasok oksigen ke dalam darah. Darah bersih kaya oksigen dipompa ke seluruh tubuh oleh jantung melalui pembuluh darah, termasuk ke otak. Bila jantung berhenti berdenyut, selama kurun waktu 6–10 menit otak akan segera kekurangan oksigen. Tandanya, kesadaran menurun dan mengakibatkan henti napas. Bila jantung berhenti berdenyut lebih dari 10 menit, dampaknya bisa berupa kerusakan otak permanen, kerusakan organ lain, dan risiko kematian. Karena itu, tujuan CPR adalah menggantikan pompa jantung yang berhenti dengan kompresi dada. Memberikan tambahan oksigen dengan bantuan napas serta mempertahankan fungsi otak dan organ-organ lain hingga bantuan lanjutan datang. CPR bisa membantu menyelamatkan jiwa. Berkaitan dengan anak, kondisi henti napas dan henti jantung bisa terjadi sangat mendadak tanpa disadari. Misalnya, anak terpeleset, mengalami benturan keras di kepala, tenggelam saat bermain di kolam renang atau di bak mandi, tersedak, keracunan, menghirup asap kebakaran, atau tersengat arus listrik. Di Amerika Serikat, CPR oleh orang awam hanya dilakukan pada 26 persen kejadian henti jantung. Padahal, materi pelatihan CPR diberikan sejak di sekolah. Bagaimana dengan di Indonesia? ’’Jumlahnya jauh lebih kecil lagi karena tidak banyak orang yang punya kemampuan CPR,’’ ungkap dr Edo Tondas SpJP FIHA dari Transmedical Institute saat memberikan CPR training di Jakarta beberapa waktu lalu. Padahal, manfaat CPR sangat besar untuk menunjang keselamatan jiwa. Sebelum memberikan pertolongan CPR, yang pertama harus dipastikan adalah kondisi sekitar sudah aman. Hindari bahaya. Amati sekeliling, misalnya dalam kondisi anak tersetrum, pastikan arus listrik sudah aman ketika akan menolong. Prinsipnya, penolong benar-benar jadi penolong. Bukan lantas muncul korban tambahan. ’’Lalu responsif, cek respons anak, tepuk-tepuk atau guncang bahunya, panggil namanya. Untuk bayi, berikan rangsangan di kaki. Anak tidak bergerak, tidak sadar, napas tidak normal, siapkan CPR,’’ ujar Edo. Minta bantuan terlebih dahulu. Berteriaklah agar orang di rumah atau tetangga mendengar dan memanggil bala bantuan, menelepon ambulans, atau menyiapkan kendaraan untuk membawa anak ke RS. Selanjutnya cek nadi. Lakukan dengan cepat, tidak lebih dari 10 detik. Bila nadi tidak teraba, itu berarti terjadi henti jantung, cepat kompresi. Teknik kompresi pada anak bisa menggunakan dua tangan atau satu tangan. Siku lurus, tumpuan pada panggul. ’’Lakukan dengan cepat, dengan kecepatan minimal 100 kali kompresi per menit. Artinya, dalam setiap satu detik sebanyak dua kali. Gambarannya secepat itu,’’ jelas spesialis jantung dan pembuluh darah tersebut. Selain kecepatan, perhatikan kedalaman tekanan, minimal sepertiga ketebalan badan. Pada anak, sekitar 5 cm. ’’Jadi, push fast dan push hard,’’ tegasnya. Untuk satu siklus CPR, rasionya 30:2. Setelah 30 kali kompresi dada, amankan jalan napas, berikan dua kali napas bantuan. Untuk teknik penekanan pada bayi, lakukan dengan dua jari di tulang tengah dada, tepat di bawah garis antara kedua puting. Kedalamannya sekitar 4 cm. Rasionya sama, 30:2. Bila ada dua penolong, rasionya 15:2. Penolong pertama memberikan kompresi dada, penolong kedua memberikan bantuan napas, kemudian bisa bergantian. CPR harus dilakukan selama lima siklus (dalam waktu dua menit), lalu periksa kembali nadinya. Bila anak belum sadar, ulangi siklus CPR sambil menunggu bantuan medis datang. (jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: