Aku Relakan Suamiku Menikahi Perempuan Bayaran

Aku Relakan Suamiku Menikahi Perempuan Bayaran

Berjam-jam aku duduk terpekur disudut kursi kesukaanku, sudah berbulan lamanya aku senang sekali duduk menyendiri diujung ruangan tempatku berbagi duka dengan meja dan kursi tersebut. Bahkan sesekali kuajak bicara kursi coklat tersebut dan berharap kursi tersebut mengerti kegundahanku. Bram, suamiku juga membiarkan diriku duduk disitu berjam-jam lamanya hingga kadang menjelang pagi. Yang kulakukan hanya diam, menerawangi langit-langit ruangan tersebut sembari membunyikan musik klasik dengan volume kecil hingga anak-anakku yang 3 orang tidak terbangun. Indah, Yana, Kristin ketiga gadis kecilku. Umur mereka tak berbeda jauh, ketiga-tiganya masih mengenyam sekolah ditingkat dasar. Mereka dilahirkan dengan operasi caesar karena panggulku yang sempit. Anak-anak itulah yang menjadi pertimbanganku untuk tidak menggugat cerai suamiku. Hingga akhirnya kuputuskan untuk tetap menjalani pernikahan ini walaupun siksa hati harus kuderita sepanjang masa. Bram, suamiku adalah lelaki baik tapi bertemperamen cenderung kasar. Untungnya kekasarannya hanya dimulutnya saja, tak sekalipun tangannya pernah melayang memukulku. Selain itu Bram juga lelaki cerewet, banyak mulut yang gemar mendiskusikan apa saja. Bahkan tak lelah-lelahnya mulutnya terus berbunyi seperti peluit kapal mengumpat temannya yang terlambat membayar hutang yang dijanjikannya. Aku menerima kekurangannya ini, bahkan kadang menertawakan, toh ia telah menjadi suamiku dan memberi 3 orang putri cantik dihidupku. Namun Bram juga memiliki nafsu yang sangat besar, dan aku tak kuasa melayaninya. Bram menyukai hubungan intim hampir tiap malam, sedangkan aku harus terus menerus menahan sakit kepedihan. Sering aku menolaknya dengan berpura-pura kelelahan atau berpura-pura sakit. Niatku hanya agar Bram tak mengajakku bercinta, untunglah beberapa puluh kali cara tersebut manjur, dan aku terhindar dari hubungan batin. Namun jika sudah lebih dari 2 minggu Bram tak mendapatkannya, ia akan marah-marah dan memaksaku untuk melakukannya. Benar, aku dibesarkan tanpa mengetahui tentang kegiatan intimnya, karena bicara masalah tersebut adalah tabu dikeluargaku, sehingga setelah aku menikah, tak mempunyai banyak pengetahuan tentang hubungan itu. Entahlah, karena kebosanan yang menyakitkan ini maka suatu kali aku berniat tak mau lagi melakukan hubungan intim. Kukatakan dengan tangis ketakutan kepada suamiku bahwa aku tak menginginkan bentuk hubungan seksual bersamanya, karena hanya kesakitan dan pedih berhari-hari yang kudapatkan dari hubungan ini. Bram terdiam dan mengatakan dengan tegas, bahwa ia membutuhkan itu karena hubungan tersebut adalah tuntutan biologis ditubuhnya. “ Maksudmu, aku harus bermain dengan orang lain?,” ujarnya Aku terdiam tak mampu menjawab namun aku berkeras tak mau lagi melayaninya. Sesudah pembicaraan itu, Bram pulang larut setiap jumat malam. Kubiarkan saja, toh aku juga merasa aman karena Bram tak menginginkan hubungan batin lagi. Aku tahu persis, pasti Bram melalukan bersama kupu kupu malam untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Aku tak terganggu. Aku menikmati hidupku tanpa seksual, aku merasa nyaman. Hingga suatu hari Bram mengajakku nonton pertunjukan musik, hal yang telah lama ditinggalkannya dan sesudah acara itu aku diajaknya makan nasi goreng pinggir jalan sembari bercanda mengingatkan masa pacaran kami. Tepat suapan terakhir, ia berkata serius. “Ma, aku sayang sekali padamu, aku juga tak mau kehilangan anak-anak. Namun aku telah menemukan seorang perempuan yang dapat menerima kebutuhan biologisku, perempuan itu lebih tua darimu dan ia seorang pekerja seks komersial yang telah berumur, aku ingin menikahinya menjadi istri keduaku karena hanya dia yang dapat memenuhi kebutuhan biologisku,” ungkapnya. Terpana aku sesaat, sehingga kesadaranku pulih kembali dan aku menjawab. “Pa, aku tak sanngup bercinta denganmu karena hanya kesakitan yang kudapatkan, kenapa engkau tak bermain saja dengan yang lain,” ungkapku. Suamiku tertawa lembut dan menyenderkan kepalanya disandaran jok mobil seraya menggeggam erat tanganku. “Aku mencintaimu dan tak ingin menyakiti dirimu, namun aku juga manusia biasa yang mempunyai kebutuhan biologis untuk menyalurkan hasratku. Aku menikahi perempuan PSK tersebut bukan karena cinta, karena ia membutuhkuan uang dan aku membutuhkan pasangan bercinta yang bersih,” ungkapnya lemah lembut. “Aku meminta izinmu,” lanjutnya. “Menikah siri saja ya, dan jangan ungkapkan kesiapapun tentang rahasia ini Pa,” kataku berlinang kesedihan. Suamiku memahami dan kemudian ia menikahi perempuan sundal tersebut tanpa sepengatahuan siapapun. Tentu saja aku tahu, karena bagaimanapun juga hubungan batin suami istri memberi tanda khusus jika pasangannya mendua. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: