Selisih Waktu 1 Jam, Pedagang Kaki Lima ‘Pacak Galo’

Selisih Waktu 1 Jam, Pedagang Kaki Lima ‘Pacak Galo’

Dari Tour Gratis Malaysia Persembahan Walikota dan Ketua KNPI Kota Bengkulu (1)

\"1\"Seru dan menjadi pengalaman luar biasa.

Itulah yang dirasakan para pemenang program tour gratis ke Malaysia.

Berkat program kerjasama Bengkulu Ekspress (BE) bersama Walikota H Helmi Hasan SE dan Ketua KNPI Kota Bengkulu Dempo Xler SIp, mereka berkesempatan menjejakkan kaki di Kuala Lumpur.

Selama 4 hari tiga malam (5-8 Mei 2014) pula mereka menjajal ibukota negeri jiran. Berikut catatan dari perjalanan tersebut.

=============== SUHERDI,

KUALA LUMPUR ===============

\"Ambo dak pecayo bang, bisa sampai ke siko (Kuala Lumpur),\" ungkap Muhammad Fadlin. Mahasiswa Universitas Bengkulu (Unib) semester 8 itu, memang sempat tak percaya bisa menjadi pemenang dan berkesempatan mengikuti tour gratis. Bahkan, BE sampai harus menjelaskan berulang-ulang jika dirinya menjadi salah satu pemenang.

Namun perasaan demikian ternyata dirasakan peserta tour gratis lainnya. Terlihat dari wajah dan antusiasme mereka saat menjejakkan kaki pertama kali di Bandara LCCT Kuala Lumpur. Bandara ini merupakan salah satu bandara internasional yang berada di Kuala Lumpur. Kami mungkin ikut menjadi bagian sejarah penggunaan terakhir bandara yang menjadi base camp maskapai Air Asia ini. Sebab, terhitung 9 Mei, bandara ini resmi ditutup dan dialihkan ke bandara baru Kuala Lumpur International Airport (KLIA) 2.

Dalam rombongan tour ini, Hanif Abdul Fatah menjadi peserta termuda. Umurnya baru 8 tahun dan tercatat sebagai siswa kelas 2 SDIT Rabbani. Selain itu ada juga M Azyu yang duduk di bangku kelas IV SD. Membawa kedua siswa SD ini ternyata juga sempat berurusan dengan imigrasi di Bandara Sultan Mahmud Baddarudin II, Palembang. Lantaran membawa anak di bawah umur ke luar negeri tanpa didampingi orang tuanya. Untunglah, setelah dijelaskan dan membuat surat pernyataan, keduanya bisa melenggang negeri jiran.

Kurs rupiah sangat lemah terhadap ringgit. Setidaknya itu menggambarkan bagaimana lemahnya posisi tawar Indonesia terhadap Malaysia. Di money changer Bengkulu saja 1 ringgit seharga Rp 3.600. Jadi bisa dihitung, membawa uang Rp 900 ribu akan dihargai 250 ringgit. Jangan coba menukar di sembarang penukaran, apalagi money changer di Bandara Kuala Lumpur. Harganya bisa semakin melonjak hingga menembus Rp 4 ribu per ringgitnya.

Selama di Kuala Lumpur kami memang tidak pernah menggunakan kendaraan sewaan. Semua tempat kami lalui dengan kendaraan umum. Selain memang transportasi massalnya sangat aman dan nyaman, tapi tak kalah penting kami ingin membuat peserta tour berbaur dan merasakan langsung hiruk pikuk suasana negeri jiran tersebut. Setidaknya selama beberapa hari di sana seakan menjadi warga lokal.

Perjalanan dari Palembang menuju Kuala Lumpur memakan waktu 1,5 jam. Uniknya, waktu Kuala Lumpur dengan Indonesia selisih 1 jam. Lebih cepat Malaysia 1 jam. Mungkin karena Malaysia tidak ingin sama dan ingin lebih cepat dengan Indonesia. Padahal, bila melihat posisi mataharinya hampir tidak terlalu jauh selisihnya. Karena Kuala Lumpur juga berada di bagian barat. Jadi bila Magrib di Indonesia sekitar pukul 18.30 WIB, tapi di Malaysia pukul 19.30 waktu setempat.

Saat tiba di bandara Kuala Lumpur, tujuan ingin langsung rehat menuju hotel. Penginapan kami pilih di kawasan Petaling Street atau Jalan Petaling di China Town. Posisinya tak jauh dari Pasar Seni dan bisa diselusuri dengan berjalan kaki saja. Baik Petaling Street maupun Pasar Seni merupakan bagian kawasan wisata di Kuala Lumpur yang menjadi tujuan wisata pelancong, terutama untuk urusan belanja murah. Bedanya Pasar Seni dominan penjual melayu tapi Petaling Street sangat dominan nuansa China. Mulai dari tulisan, lampion, warna merah hingga penduduknya. Namanya saja kawasan China Town.

Di Petaling Street ini mulai sore hingga malam hari akses jalan ditutup untuk kendaraan. Jalan utamanya dipadati pedagang kaki lima. Mereka menjajakan berbagai macam dagangan. Mulai dari alat elektronik, pakaian hingga pernak-pernik khas Malaysia. Pokoknya terbilang komplet!

Soal harga pun sangat miring jika dibandingkan dengan lokasi-lokasi belanja lainnya. Uniknya pula pengunjung bisa adu tawar. Bila kesulitan berkomunikasi antara pedagang dan pembeli, biasanya dimediasi kalkulator. Soalnya, pedagang maupun pembeli

terkadang ada yang tak paham bahasa Inggris maupun Melayu. Jika begitu pedagang menuliskan angka di kalkulator untuk barang yang ditawar. Lantas pembeli diminta untuk menuliskan pula penawaran di kalkulator yang sama. Bagi yang jago menawar bisa dipastikan mendapatkan barang dengan harga murah. Bahkan bisa diskon hingga 75 persen dari harga yang ditawarkan.

Di lokasi ini pula banyak pedagang kaki lima yang menjual aneka jam dan handphone dengan berbagai merek. Mulai yang tiruan hingga yang orisinal. Namun lagi-lagi harus benar-benar teliti melihatnya. Jika tidak teliti, bisa-bisa bayar harga asli barang didapatkan tiruan alias KW. Kalau sudah begini bukannya untung, tapi buntung plus dongkol.

Hebatnya lagi pedagang kaki lima di sini bukan pedagang sembarang. Mereka sudah terakses perbankan. Jika anda tak punya uang tunai, masih bisa dilayani. Sebab, mereka dilengkapi alat gesek debit maupun kredit. Jadi berbelanja di sini boleh dibilang pedagang kaki limanya \'pacak galo\'. Ini dilakukan untuk mempermudah pembeli dari mancanegara yang memang jarang membawa uang tunai.(bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: