Renyahnya Bisnis Restoran

Renyahnya Bisnis Restoran

SEJUMLAH pelaku bisnis kuliner menyadari perlu melakukan inovasi agar bisa terus menarik pelanggan. Pengalaman berinteraksi dengan konsumen selama bertahun-tahun membuat pedagang berkesimpulan, kesuksesan dalam berkomunikasi dengan pelanggan akan membawa kesuksesan pada bisnis. Kesimpulan ini salah satunya diakui Presiden Direktur Baba Rafi Enterprise Hendy Setiyono. ”Hal sederhana yang kami lakukan adalah melalui customer care. Kami selalu me-maintain komplain, sehingga ke depan ada perbaikan yang dilakukan manajemen,” kata Hendy beberapa lagi. Baba Rafi Enterprise merupakan pemilik merek Kebab Turki Baba Rafi yang saat ini sudah mempunyai lebih dari 1.000 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia, Malaysia, dan Filipina dan sedang berekspansi ke Belanda, China, Srilanka, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Baba Rafi Enterprise juga memegang brand Ayam Bakar Mas Mono yang memiliki lebih dari 50 gerai di Indonesia dan juga sudah berekspansi ke Malaysia. Merek lain yang juga tergabung dalam Baba Rafi Enterprise adalah Bebek Garang yang memiliki lebih dari 10 outlet di Jabodetabek dan Bandung. Baba Rafi juga memiliki 75 outlet Piramizza. Hendy yakin potensi bisnis kuliner di Indonesia sangat cerah karena pola hidup masyarakat Indonesia yang cenderung konsumtif, dan berwisata kuliner yang semakin membudaya di kalangan masyarakat. ”Yang sudah kita bahas sebelumnya, generasi muda kita yang suka mencoba hal-hal baru, terutama dari sisi kuliner juga semakin besar jumlahnya,” tambah Hendy. Di tengah potensi besar itu, Hendy mengatakan, peta persaingan di bisnis kuliner untuk saat ini sangatlah kompetitif. Namun, hadirnya kompetitor bisa semakin memacu kreativitas bisnis. Hendy sudah membuka outlet kebab lebih dari 10 tahun lalu. Awalnya kebab Baba Rafi hanya dijual di pinggir jalan. Seiring dengan adanya fenomena generasi muda yang hobi nongkrong, kini Baba Rafi membuat konsep indoor cafe agar masyarakat bisa menyantap kebab sambil nongkrong dan menikmati fasilitas lain seperti wifi. ”Sebagian besar Kebab Baba Rafi masih menggunakan outlet bagi pelanggan yang membeli untuk dibawa pulang. Saat ini Baba Rafi menguasai 88 persen pasar kebab di Indonesia. 12 persen lainnya diperebutkan sekitar 26 kompetitor,” jelas Hendy. Adapun, persaingan bisnis kuliner asli Indonesia seperti ayam bakar dan bebek goreng jauh lebih kompetitif. Para pelaku usaha ditantang menciptakan cita rasa yang unik, pelayanan yang cepat dan ramah, dengan konsep restoran yang nyaman, berbeda dengan usaha kuliner ayam bakar dan bebek goreng yang sudah ada selama ini. Kuliner asli Indonesia banyak diminati pelaku usaha, baik yang baru mencoba usaha maupun yang sudah berpengalaman. Hendy menuturkan, modal bisnis kuliner cukup besar, terutama bagi yang menggunakan tempat luas seperti toko atau ruko. Untuk membuka warung makan di Jakarta, setidaknya membutuhkan dana Rp1,5 miliar. Angka itu sudah termasuk sewa toko selama dua tahun, biaya interior dan eksterior, gaji karyawan beberapa bulan, hingga biaya izin dan reklame. ”Waktu saya buka Mas Mono di Malaysia, biaya yang dihabiskan sekitar Rp3 miliar,” papar Hendy. Bisnis makanan bisa digarap siapa saja, tergantung modal yang dipersiapkan. Di Jakarta umumnya biaya sewa di tempattempat cukup strategis bisa mencapai ratusan juta rupiah per tahun. Contoh lain bisnis kuliner yang cukup maju juga diperlihatkan Ayam Bakar Lala (ABL) yang ada di Jalan Condet Raya, Jakarta Timur. Rumah makan ini menyediakan menu andalan ayam bakar dengan sensasi rasa yang gurih dan nikmat. Salah satu keunikan ayam bakar ini adalah bumbu yang meresap tidak hanya ke daging, tapi menyusup sampai ke tulang. Tidak mengherankan jika daging bakarnya terasa gurih dengan tulang yang renyah. Menurut pemilik ABL Abdul Gofur, biaya sewa ruko di Condet Raya sekitar Rp45 juta. ABL menempati dua ruko yang berdampingan dengan format lesehan dan pakai meja-kursi. Saat ini ABL sudah mempunyai tiga cabang dan membuka peluang kemitraan bagi calon pengusaha yang berminat. ”ABL telah berdiri lebih dari tujuh tahun lalu. Kami membuka peluang kemitraan,” kata Gofur di restorannya. Perlu biaya sekitar Rp150 juta untuk membuka cabang kemitraan ABL. Uang sebesar itu akan dipergunakan untuk membeli berbagai alat masak, kebutuhan warung, hingga meja kursi, serta dekorasi interior dan eksterior. Angka itu belum termasuk biaya sewa tempat yang besarannya tergantung pasaran di lokasi yang diinginkan. ”Setiap malam ABL Condet mendapatkan tidak kurang dari Rp5 juta,” tambah Gofur. Kebutuhan makan di luar yang terus menjadi gaya hidup bisa menjadi peluang bagi pelaku atau calon pengusaha kuliner. Mereka bisa memilih, apakah memulai usaha dari nol, atau bermitra dengan pengusaha dengan brand yang sudah dikenal. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: