Harga Elpiji Naik Rp 3.959/Kg

Harga Elpiji Naik Rp 3.959/Kg

JAKARTA, BE - Niat PT Pertamina untuk menaikkan harga elpiji 12 Kg akhirnya dilakukan. BUMN tersebut mengaku harus mengurangi kerugian triliunan rupiah dengan memberlakukan harga baru untuk produk yang tak masuk alokasi subsidi APBN. Pemberlakuan tersebut ditetapkan sejak pukul 00.00 awal tahun 2014. Vice President Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, pihaknya sudah memberlakukan serentak di seluruh Indonesia harga baru elpiji non subsidi sejak pergantian tahun. Dalam kenaikan tersebut, rata-rata kenaikan di tingkat konsumen mencapai Rp 3.959 per kg. \"Besaran kenaikan ditingkat konsumen akan bervariasi. Tergantung jarak antara SPBBE dan supply point,\" imbuhnya. Keputusan tersebut, lanjut dia, dilakukan atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait laporan hasil pemeriksaan pada Februari. Dalam laporan tersebut, Pertamina diklaim menanggung kerugian atas bisnis elpiji non subsidi selama hampir dua tahun senilai Rp 7,73 triliun. \"Hal itu dapat dianggap menyebabkan kerugian negara. Sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun 2009, Pertamina telah melaporkan kebijakan perubahan harga ini kepada Menteri ESDM,\" ungkapnya. Selain itu faktor meningginya harga pokok elpiji dan melemahnya nilai tukar rupiah. Pada 2013, pihaknya telah menyalurkan elpiji tersebut sebanyak 977 ribu ton. \"Padahal, harga rata-rata gas jenis tersebut mencapai USD 873 per ton,\" ujarnya. Dengen harga baru tersebut, rata-rata harga elpiji 12 kg bakal mencapai sekitar Rp 117,708 per tabung. Ali mengkalkulasi, hal tersebut berarti pegeluaran masyarakat penikmat elpiji tersebut bakal bertambah Rp 47 ribu per bulan atau Rp 1.566 per hari.  Hal itu berdasarkan lama elpiji 12 kg digunakan masyarakat umumnya yang berkisar 1 hingga 1,5 bulan. Hal tersebut diakui sudah berbeda dengan kondisi terakhir harga penetapan. Pada penetapan harga Oktober 2009 lalu, harga bahan baku elpiji masih di angka RP 5.850 per kilogram (kg). Namun, harga pokok perolehan saat ini sudah mencapai RP 10.785  per kg. Ditambah dengan nilai kurs dolar yang menembus Rp 10 ribu  per dolar, pihaknya mengaku harus merugi RP 5,7 triliun. \"Dengan jual rugi, kamu menanggung selisih dengan akumulasi Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir.  Kondisi ini tentunya tidak sehat secara korporasi. Sebab, justru menghambat upaya Pertamina dalam menjamin keberlangsungan pasokan elpiji kepada masyarakat. Dengan kenaikan inipun, Pertamina masih jual rugi sebesar Rp 2.100 per kg,\" ungkapnya. Terkait dengan kemungkinan konumsen elpiji 12 kg yang bermigrasi konsumen ke elpiji 3 kg, PT Pertamina mengaku sudah berancang-ancang menanggulangi potensi tersebut. Saat ini, pihak perseroan mengembangkan sistem monitoring penyaluran epiji 3kg (SIMOL3K). Sistem tersebut tengah diimplementasikan secara bertahap di seluruh Indonesia mulai bulan Desember 2013. \"Dengan adanya sistem ini, kami dapat memonitor penyaluran elpiji 3 kg hingga level Pangkalan berdasarkan alokasi daerahnya. Namun, dukungan Pemerintah tetap diharapkan. Bisa melalui penerapan sistem distribusi tertutup elpiji 3 kg. Serta, penerbitan ketentuan yang membatasi jenis konsumen yang berhak menggunakan elpiji 3 kg\" tambahnya. Tak Berdaya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mempersilakan PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga Elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg pada 2014. Alasannya, keputusan menaikkan itu ada pada Pertamina sehingga pemerintah tak punya kewenangan melarang. Hatta mengatakan penetapan harga elpiji 12 Kg sepenuhnya merupakan kewenangan PT Pertamina karena tidak ada subsidi pemerintah untuk produk gas ukuran tersebut. \"Memang corporate action, karena pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi harga itu kecuali menyangkut subsidi, kalau saya punya keinginan tentu kita tahan jangan dulu,\" kata Hatta di Jakarta, Kamis (2/1). Kenaikan yang dilakukan Pertamina ini menyusul tingginya harga pokok elpiji di pasar dan turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar. Dengan konsumsi elpiji non subsidi kemasan 12 kg selama 2013 yang mencapai 977.000 ton, di sisi lain harga pokok perolehan elpiji rata-rata meningkat menjadi USD 873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar, maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual elpiji non subsidi 12 kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan. Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada Oktober 2009 yaitu Rp 5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah mencapai Rp10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah \"jual rugi\" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai kerugian mencapai Rp 22 triliun dalam 6 tahun terakhir. Hatta mengaku memahami keputusan Pertamina karena alasan kerugian tersebut. \"BPK sudah menemukan kerugian harga yang tidak sesuai dengan produksinya di bawah harga-harga pokoknya,\" sambung Hatta. Atas rencana kenaikan itu, menurut Hatta, Pertamina hanya membuka jalur konsultasi dengan Pemerintah terkait waktu yang paling baik menaikkan elpiji 12 Kg. \"Karena memang enggak perlu minta izin dulu, karena waktu itu sebaiknya cari waktu yang tepat. Sudah menjadi temuan BPK jadi kita tidak bisa mengintervensi perusahaan yang sudah ditetapkan dalam RUPS-nya. Per Januari mereka naikkan,\" tandas Hatta. (**)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: